SoloposFM, Meski minat bertani semakin menurun, masih ada sebagian generasi milenial di Indonesia yang justru meliriknya. Bahkan di saat kehilangan pekerjaan akibat pandemi virus corona.
Sebagai negara agraris, Indonesia membutuhkan regenerasi petani untuk bisa mewujudkan pertanian yang maju, mandiri, dan modern. Peran petani millenial amat dinanti negara untuk bisa menciptakan inovasi pertanian dari hulu ke hilir sehingga menciptakan nilai tambah komoditas pertanian.
Melihat kebutuhan tersebut, Solopos FM bersama IKA FAPERTA UNIBA Surakarta, menggelar Webinar Hari Tani dengan tema “Menumbuhkembangkan Semangat Bertani di Kalangan Milenial”, Sabtu (25/09/2021). Hadir sebagai Keynote Speaker Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo yang diwakili oleh Harvick Hasnul Qolbi, Wakil Menteri Pertanian. Webinar juga menghadirkan Special Quest Muhammad Azwar Fuadi, Duta Petani Milenial Kementrian Pertanian RI.
Baca juga : Tumbuhkan Kreativitas Pemuda Karanganyar Melalui Rumah Kreatif Manggal
Sejumlah narasumber yang melakukan paparan adalah Dr Pramono Hadi SP MSi, Dekan Universitas Batik Surakarta (Tema: Petani Muda Milenial Modern), Marlan Ifantri Lase Ketua Dep. Pendidikan, Pemuda, Budaya dan Kesenian Serikat Petani Indonesia (Tema: Petani Milenial menjadi Entrepreneur) dan Rangga Warsita Aji, Dirut PT Algaepark Indonesia Mandiri (Tema: Peluang dan Prospek Bisnis Ganggang di Kalangan Milenial).
Selain itu, juga hadir Eksan Hartanto, Pendiri Sanggar Rojolele (Tema: Petani Milenial Manfaatkan Teknologi Pertanian) dan Didik Yokanan, Praktisi Pertanian Uniba (Tema: Usaha Budidaya Breeding Kambing).
Dukungan Kementrian Pertanian
Harvick Hasnul Qolbi, Wakil Menteri Pertanian, dalam sambutannya mengungkapkan milenial harus terus didukung agar bisa memacu tumbuhnya petani-petani muda yang baru karena milenial punya intuisi yang lebih tajam. Mereka punya keahlian digitalisasi dan pendekatan global. Kalau milenial didorong maka kekuatan pertanian akan lebih baik.
“Tidak cukup semangat dan ide tapi harus ditopang dengan sarana dan prasarana yang di backup up. Untuk itu pemerintah hadir diantaranya melalui Kementrian Pertanian. Ada BUMD-BUMD yang akan menyerap hasil pertanian. Para petani milenial yang ada harus terus tampil di aktivitas pertanian. Setiap subsektor pertanian harus punya tokoh-tokoh muda yang bisa memacu kemajuan sektor pertanian dari produksi hingga pascaproduksi,” papar Harvick Hasnul Qolbi.
Sementara itu, Muhammad Azwar Fuadi Duta Petani Milenial Kementrian Pertanian RI dalam paparannya mengungkapkan Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) terus mendorong generasi muda milenial agar mau berkecimpung di sektor pertanian. Pasalnya, dominannya sektor pertanian pada struktur tenaga kerja saat ini tidak diimbangi dengan kualitas SDM di dalamnya.
Menyikapi hal tersebut, BPPSDMP berupaya menggaet minat generasi milenial berkecimpung ke dunia pertanian salah satunya dengan cara melibatkan mereka secara langsung. Untuk itu telah dikukuhkan sebanyak 2.000 Duta Petani Milenial (DPM) dan Duta Petani Andalan (DPA) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Baca juga : Pemuda Karanganyar Kreatif Tanpa Adiktif Melalui Karang Taruna
Duta Petani Milenial dan Duta Petani Andalan dibentuk oleh Kementan dengan tujuan meningkatkan peran generasi muda dalam mengembangkan dan memajukan sektor pertanian. DPM dan DPA memiliki bidang usaha pertanian yang sangat bervariasi mulai dari hilir hingga hulu, bahkan ada yang mengembangkan agroeduwisata.
“Keberhasilan usaha dari DPM dan DPA diharapkan dapat memberikan motivasi, dapat diresonasikan kepada generasi milenial di wilayah tempat tinggalnya masing-masing, untuk mau terjun berusaha di bidang pertanian dan berkontribusi nyata dalam pembangunan pertanian,” tambah Muhammad Azwar Fuadi.
Lebih lanjut Muhammad Azwar Fuadi mengatakan bahwa Duta Petani Milenial dan Duta Petani Andalan merupakan salah satu program yang diusung Kementan untuk melahirkan pengusaha petani milenial.
Ketertarikan Pemuda Untuk Bertani
Dr Pramono Hadi SP MSi, Dekan Universitas Batik Surakarta mengungkapkan alasan kenapa Indonesia harus focus ke petani muda. Diantaranya karena 60 % populasi dunia adalah kaum muda.
“Tidak ada petani, tidak ada pangan. Namun banyak pemuda tidak tertarik pada pertanian. Pemuda banyak bermigrasi ke kota dan tidak sedikit yang menganggur,” ungkapnya.
Mengapa petani muda tak tertarik? Menurut Pramono antara lain karena mereka menilai di sektor ini tidak ada uang, tidak prospek, resiko tinggi, penghasil rendah, dan tidak stabil.
“Harga diri rendah, tidak ada kebanggaan jadi petani. Kehidupan bertani membosankan dan tidak ada hiburan. Selain juga kurangnya kelembagaan pemuda tani di pedesaan. Banyak juga permasalahan pemuda yang sudah bertani. Diantaranya warisan pertanian kimiawi, warisan tanah pertanian yang sakit, minimnya akses permodalan, kurangnya layanan pendampingan dan service petani muda oleh pemerintah hingga mekanisne pertanian yang rumit.
Menurut Pramono, Pemuda dapat tertarik pada pertanian jika peluang penghasilan sekaligus rasa bangga. Namun mereka butuh pelatihan, mentor, pelatih, dan motivator. Pemuda tani juga butuh lahan, modal kerja dan peralatan mekanik yang tidak membosankan. Perlu juga pengembangan organisasi dan penguatan kelembagaan pemuda tani serta pendampingan kemitraan dengan pasar, swasta, perbankan, hingga eksportir.
Pandangan SPI
Marlan Ifantri Lase Ketua Dep. Pendidikan, Pemuda, Budaya dan Kesenian Serikat Petani Indonesia (SPI) mengungkapkan jumlah pemuda tani di Indonesia tahun 2013 hanya tinggal 3,36 juta jiwa. Pada tahun 2018 berkurang menjadi 2,9 juta. Angka ini setiap tahun mengalami penurunan.
“Mengapa pemuda Indonesia meninggalkan pedesaan dan pekerjaan pertanian? Karena arah pembangunan ekonomi masih neolib sehingga pemuda meninggalkan pekerjaan sebagai petani karena kehilangan tanah pertanian akibat penggusuran. Kebijakan pemerintah hanya mendorong pemuda menjadi pengusaha pertanian bukan menjadi petani seperti pengembangan startup pertanian. Tidak ada jaminan harga atas produksi pertanian, akibatnya petani sering merugi dan tidak sejahtera,” paparnya..
Masuknya investor ke sektor pertanian diantaranya produksi pangan melalui korporasi pertanian atau food estate yang dibarengi dengan masuknya teknologi pertanian akan mengurangi jumlah tenaga kerja disektor pertanian. Akhirnya pemuda menjadi pengangguran
“Stigma petani miskin, bodoh, kotor masih kuat dipandangan pemuda, hal ini didukung oleh kampanye media mainstream. Institusi pendidikan, sekolah, perguruan tinggi menggunakan pandangan neolib sehingga masih mendoktrin pekerjaan petani sebagai pekerjaan terbelakang kepada pelajar. Pemuda tani juga belum terorganisir secara maksimal,” ungkapnya lebih lanjut.
Menurutnya, untuk mewujudkan kedaulatan pangan bukan sesuatu yang sulit selama para pemuda berjuang bersama-sama melawan neoliberalisme dan kapitalisme untuk reforma agraria, pertanian agroekologi, dan ekonomi koperasi. Tantangan ini bisa dimenangkan melalui persatuan serta keterlibatan aktif pemuda dalam perjuangan.
Peluang dan Prospek Bisnis Pertanian
Rangga Warsita Aji, Dirut PT Algaepark Indonesia Mandiri, mengungkapkan pertanian dapat dipandang secara luas, dari tanaman mikro hingga makro. Rangga memilih mengembangkan algae sebagai jenis usaha pertanian yang melibatkan semua pihak.
Usaha pertanian modern yang digelutinya berawal dari tugas kuliah untuk ber-inovasi di kerja nyata hingga kini merambah pasar internasional. Ia menyadari di masa depan, masyarakat akan mulai menyadari betapa manusia tidak bisa hidup tanpa nutrisi.
“Algaepark fokus melakukan Inovasi teknologi & sumber bahan makanan tinggi nutrisi, sehingga resiko malnutrisi & stunting yang mengancam masa depan Generasi Penerus Indonesia dapat diminimalisir,” ungkapnya.
Menurutnya, jenis pertanian modern ini akan menjadi daya tarik tersendiri untuk para milenial karena potensi bisnisnya hingga pemanfaatan teknologinya.
Sedangkan Eksan Hartanto, Pendiri Sanggar Rojolele, dalam webinar ini secara khusus menyatakan tekat awalnya yaitu menghidupkan kembali kelompok tani. Sejumlah upaya yang dilakukan diantaranya mendirikan koperasi, mengusulkan dan mengawal regulasi hingga mendorong inovasi-inovasi pertanian.
“Di Desa Delanggu memiliki sejumlah maslaah pertanian. Diantaranya penurunan jumlah petani, vakumnya kelompok tani hingga pembinaan SDM yang kurang efektif. Kami berupaya menghidupkan kembali kelompok tani dengan cara bekerja sama dengan Pemerintah Desa dan menyelenggarakan Festival Mbok Sri Mulih,” paparnya.
Upaya rekayasa social juga dilakukan, antara lain dengan branding program penguatan Tani dengan rekanan pegiat Film Dokumenter. Melalui pembuatan film dokumenter tentang Identitas masyarakat agraris Delanggu. Pemanfatan teknologi juga dilakukan untuk menekan biaya produksi budidaya bagi Petani Penggarap, selain upaya menarik minat generasi muda di Delanggu untuk terjun dibidang Agriculture hingga pembangunan Konsep Pertanian berbasis Sustainable Development Goals (SDGs).
“Rekayasa marketing juga dilakukan dengan meningkatkan kesejahteraan dengan memberi keuntungan lebih kepada petani penggarap melalui sharing profit yang transparan. Selain upaya membangun trust kepada konsumen Beras lokal Delanggu, utamanya konsumen end-user,” ungkap Eksan.
Sementara itu, Didik Yokanan, Praktisi Pertanian Uniba yang juga pembudidaya Breeding Kambing ingin mengubah pandangan anak muda tentang ternak Kambing yang dianggap tidak keren hingga bau.
“Sektor peternakan masih menjadi ladang yang cukup menjanjikan untuk mengembangkan bisnis untuk meraup untung yang besar. Adanya Pandemi Covid-19 menjadikan masyarakat lebih memiliki waktu luang untuk tinggal di rumah untuk memulai usaha, dan usaha ternak kambing menjadi pilihan yang tepat. Untuk itu memang membutuhkan pengetahuan dalam pemilihan bibit yang bagus, penerapak kandang yang sesuai standar hingga pemanfaatan teknologi pakan,” paparnya.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]