SoloposFM, Tanah Merah Boven Digoel dahulunya adalah penjara alam ya, Sobat Solopos. Pada masa Belanda, tempat ini merupakan lokasi pengasingan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia yang bertempat di tepi Sungai Digul Hilir, Tanah Papua bagian Selatan.
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda membangun sebuah Kamp Konsentrasi di Boven Digoel setelah pemberontakan Komunis di Banten 1926 dan di Sumatra Barat 1927. Di tempat menjadi lokasi pembuangan pemimpin nasional yang jumlahnya mencapai 1.308 orang.
Baca juga: Kenali Filosofi Unik 3 Kuliner Nusantara Ini Yuk, Sob!
Tokoh Nasional yang Diasingkan
Mengutip dari goodnewsfromindonesia.id, Digoel dibangun oleh Gubernur Jenderal De Graeff pada 1927 sebagai lokasi pengasingan tahanan politik. Tercatat sejumlah tokoh nasional pernah terasingkan di Boven Digoel seperti Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir. Pengasingan kedua tokoh pergerakan nasional ini terjadi pada 28 Januari 1935 silam. Pemerintah kolonial Belanda menganggap mereka sebagai musuh karena sikapnya yang membangkang.
Selain Hatta dan Sjahrir, tokoh nasional yang terasingkan di Digoel di antaranya Mohammad Bondan, Maskun, Burhanuddin, Suka Sumitro, Moerwoto, Ali Archam, dan sejumlah para pejuang lainnya. Digoel memiliki julukan sebagai tempat pembuangan yang paling menyeramkan.
Di sekeliling Digoel terdapat hutan rimba dengan pohon yang menjulang. Tempat ini jauh dari mana pun, hanya dengan jalur udara untuk mengakses lokasi tersebut. Digoel makin mengerikan lantaran banyak nyamuk malaria yang ganas.
“Kondisi saat itu semuannya hutan lebat, rawa-rawa yang banyak nyamuk malaria, dan di sungainya banyak buaya. Terlebih saat itu banyak penduduk aslinya yang masih head hunter, atau masih kanibal, masih suka makan orang,” tulis Susanto T Handoko dalam artikel Boven Digoel Dalam Panggung Sejarah Indonesia: Dari Pergerakan Nasional Hingga Otonomi Khusus Papua.
Nestapa Orang-Orang Buangan
Banyak berita tentang digulis yang melakukan percobaan melarikan diri. Pada umumnya tentara Belanda tidak perlu repot-repot mengejar mereka. Karena, mereka hanya akan berakhir sia-sia belaka. Paling bagus para tahanan ini hanya tersesat di tengah hutan lalu terpaksa kembali pulang. Namun Sob! Ada pula yang jatuh ke sungai dan berakhir termangsa buaya. Ada juga yang memasuki pemukiman penduduk lokal hanya mengantar nyawa, lantaran terbunuh oleh suku pedalaman.
Pemerintah hanya membiarkan para penghuni penjara Digoel ini mati karena depresi, menjadi gila, atau hancur secara kejiwaan. Di sinilah, mereka yang dibuang ke Boven Digoel akan terkepung oleh bentang alamnya yang sukar ditaklukan.
Dari pengasingan ini, Hatta menceritakan nestapa para orang-orang buangan di Digoel melalui tulisannya. Selanjutnya tulisan ini dia kirim ke koran Jakarta maupun Belanda. Karena itulah, Pemerintah kolonial Belanda memindahkan Hatta dan Sjahrir ke Pulau Banda Neira, Maluku untuk meredam kritik.
Kemerdekaan dari Digoel
Pada saat Jepang menduduki Indonesia dan juga pecahnya Perang Pasifik, para tawanan Boven Digoel berpindah ke Australia. Pemindahan ini terjadi karena pihak Belanda khawatir akan memberontak jika tetap berada di Digoel.
Akhirnya Digoel resmi tutup tahun 1943, karena pemerintah Hindia Belanda di pengasingan Melbourne, Australia menjadi sangat ketakutan tentang kemungkinan Jepang membebaskan para tahanan.
Soekarno dalam otobiografinya Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia yang ditulis oleh Cindy Adams sangat menjunjung hormat mereka yang pernah terasingkan dan wafat di Digoel.
“Banyak orang Komunis yang tulang belulangnya berserakan dalam kuburan-kuburan tak bernama di Digoel, merekalah pejuang-pejuang kemerdekaan yang ulung,” ucapnya.
Baca juga: Hanya Ditarikan Laki-Laki, Ini Keunikan Tari Lengger Wonosobo
Nah, untuk sampai ke Digoel melalui akses darat Sobat Solopos akan membutuhkan waktu minimal delapan jam dari Merauke. Sementara itu, untuk menempuh perjalanan ke Digoel melalui transportasi udara hanya bisa dengan pesawat-pesawat kecil bermuatan tujuh penumpang yang biasanya hanya melintas dalam seminggu.
Dari atas pesawat, terlihat hutan rimba dengan pepohonan yang lebat serta Sungai Digoel yang panjang. Tidak jauh dari Bandara Tanah Merah terdapat satu patung besar Bung Hatta. Tepatnya berada di hadapan Bandara yang digunakan untuk pendaratan pesawat.