SoloposFM – Program studi Tadris Bahasa Indonesia (TBI) Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta bekerja sama dengan Balai Bahasa Jawa Tengah menyelenggarakan agenda Seminar Nasional dan Bedah Buku “Kreativitas dan Imunologi di Masa Pandemi dalam Perspektif Bahasa dan Sastra”, Kamis (26/11). Kegiatan ini diikuti 230 peserta dari berbagai instansi secara daring melalui platform Zoom dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube Balai Bahasa Jawa Tengah. Buku yang dibedah dalam kesempatan kali ini ialah dua buku karya dosen-dosen TBI berjudul Imunologi Bahasa Sastra Indonesia dan Pengajaran Masa Pandemi Corona yang berisi kumpulan esai dan buku antologi puisi Antologi Covidologi, Puisi dalam Pandemi.
Secara resmi, kegiatan dibuka oleh Dekan Fakultas Adab dan Bahasa, Prof. Dr. Toto Suharto, M. Ag. Dalam sambutannya, Toto menyampaikan apresiasi kepada prodi TBI atas terselenggaranya acara ini. Hadirnya dua buku yang dibedah pada kesempatan kali ini merupakan upaya Fakultas Adab dan Bahasa dalam meningkatkan rekognisi dosen melalui menulis buku.
Tidak hanya itu, Prof. Toto Suharto, M.Ag. juga memberikan komentar akan terbitnya buku tersebut. Menurutnya penulis sukses meramu berbagai istilah dalam masa pandemi kemudian puisikan. Menceritakan beragam kondisi sosial seorang wanita atau ibu yang bekerja sekaligus mendampingi anaknya belajar secara daring. Begitupula dengan buku pengajaran, kedua buku tersebut mampu mencerminkan bahwa sebuah bahasa akan mati karena pemiliknya. Dikatakan demikian, karena bahasa yang berkembang sudah tidak lagi kontekstual.
Sementara itu, Dr. Siti Isnaniah, M.Pd. selaku narasumber menyampaikan bahwa buku tersebut ditulis oleh dosen-dosen Tadris Bahasa Indonesia. Tiya Agustina menyoroti tentang perubahan model kerja di masa pandemi. Dosen-dosen TBI memang dosen-dosen muda yang produktif. “Pak Sigit menyoroti transformasi pembelajaran di era pandemi. Bu Elen dan Pak Yahya menulis tentang blended blended learning sebagai alternatif model pembelajaran pada kampus merdeka abad 21. Setelah itu Bu Isna menjelaskan tentang artikel yang beliau tulis bahwa Emak harus bakoh. Karena di masa pandemi ini semua tugas domestik dan publik harus berjalan beriringan,” tutur Siti.
Berbeda dengan narasumber pertama, Elen Inderasari, M.Pd. lebih menekankan tentang zoology sastra. Diawali dengan uraian tentang apa itu zoology sastra, yaitu wawasan pemahaman sastra transdisiplin, sebuah perspektif terbaru pemahaman sastra binatang. Ia menjelaskan bahwa zoology sastra ini digaungkan pertama kali oleh Prof. Dr. Suwardi Endraswara, M. Hum., bahwa di masa pandemi ini, banyak penyair yang tergelitik memanfaatkan hewan sebagai ekspresi dalam tulisannya. Hewan ternyata menjadi figur penting untuk mengungkap kedahsyatan corona. Hal ini diungkap oleh Elen Inderasari, M.Pd. dalam salah satu tulisannya di buku yang dibedah dengan judul puisi “Balada Kencing Coro”.
Pada pemateri berikutnya, Dr. Ganjar Harimansyah selaku Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah sekaligus narasumber utama dan pembedah memulai ulasannya dengan fenomena yang terjadi dengan adanya pandemi. Ia mengatakan pandemi ini ternyata memiliki hikmah. Semua kalangan, tidak hanya kaum muda milenial, tetapi orang tua juga jadi melek dunia digital. Ibu rumah tangga yang biasanya tidak terbiasa membuka hp, laptop, pada akhirnya menjadi terbiasa, meski bagaimana pun teknologi pasti memiliki sisi baik dan sisi buruk.
Menurut Ganjar isi buku antologi ini sangat menarik karena di dalamnya mengupas berbagai aspek, seperti aspek religi, kehidupan sosial, dan lain-lain. Ia juga mencontohkan salah satu karya sastrawan Afrizal Malna sebagai bentuk kreativitas digital yang inovatif dan cocok di masa pandemi. Ganjar juga memberi kesempatan para pengajar BIPA IAIN Surakarta untuk bekerja sama dengan Balai Bahasa Jawa Tengah dalam mengirim tenaga pengajar BIPA keluar negeri. Tidak hanya itu, ia juga menyampaikan beberapa Kebijakan Balai Bahasa Jawa Tengah dalam program pelindungan bahasa dan sastra, yakni pemetaan bahasa dansastra, kajian vitalitas bahasa dan sastra, konservasi bahasa dan sastra, revitalisasi bahasa dan sastra, dan peta dan registrasi bahasa sastra daring.
Pembedah selanjutnya, yakni Ika Inayati, M.Li. Di awal pemaparannya, Ika menyampaikan rasa salutnya kepada para penulis buku yang dibedah karena di saat banyak “kaum rebahan” bermunculan di masa pandemi, para penulis di buku ini justru menunjukkan produktivitasnya dalam menulis. Ika membedah buku yang berjudul “Imunologi Bahasa Sastra Indonesia”. Menurut Ika, sebelumnya ia berekspektasi bahwa di dalam buku ini ada penjelasan tentang apa itu imunologi bahasa, apa itu imunologi sastra. Bagaimana caranya supaya bahasa dan sastra memiliki imunitas di masa pandemi corona? Tetapi setelah dibaca, isinya adalah rekaman fenomena sosial dan respon masyarakat selama masa pandemi. Ia mengatakan mungkin buku ini bisa didiskusikan lagi, apakah bisa masuk artikel jurnal atau prosiding, jadi bukan buku teks. Karena di bagian awal buku ini tertulis bahwa buku ini ialah buku teks. Ia menambahkan dalam buku ini masih ditemukan adanya salah ketik, penggunaan kalimat yang tidak efektif, dan beberapa kesalahan penulisan ejaan.
Pada narasumber utama dan pembedah sesi terakhir, yakni Prof. Dr. Suwatdi Endraswara, M.Hum. menyampaikan bahwa imunologi adalah ilmu kekebalan. Ia mengaku ada banyak ilmu yang didapat dalam antologi puisi. Corona adalah sesuatu yang khayal, tidak bisa diraba. Menurutnya, yang unik dari buku antologi puisi Antologi Covidologi, Puisi dalam Pandemi secara ontologis ditemukan bahwa manusia itu tidak ingin mati karena corona. Mengapa? Karena tidak ada yang akan melayat dan menguburkan ketika dia meninggal. Yang mengiringi hanya tangis orang-orang di sekitar. Ia mencontohkan beberapa puisi karya Fariuda Yufarlina Rosita berjudul “Corona Ada” dan karya Elita Ulfiana berjudul “Apa Itu Corona”. Prof. Suwatdi juga meminta para mahasiswa peserta bedah buku untuk membacakan puisi-puisi karya para penulis di buku itu.
Imun diperoleh dengan ketaatan beribadah, hal ini tampak dalam puisi sastrawan Sosiawan Leak. Selain itu, aspek mikrokosmos, aspek tubuh manusia juga harus dijaga. Etnogastronomi tampak dalam puisi karya Elen Inderasari berjudul “Semangkuk Lodeh Pengusir Coro”. Yang penting kita bisa meningkatkan imun melalui 4 hal imun etnogastronomi kultural, imun kultur olah raga, imun selamatan, dan imun pasrah sumarah.
[Diunggah oleh Mita Kusuma]