SoloposFM, Hari buruh internasional yang diperingati tiap 1 Mei mendatang, kembali berlangsung dalam kondisi Pandemi Covid-19. Dalam aksi May Day tahun ini, para buruh akan mengangkat dua isu besar. Pertama, ialah meminta hakim MK untuk mau membatalkan atau mencabut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) khususnya untuk klaster Ketenagakerjaan. Lantaran, UU sapu jagat ini dinilai amat merugikan kaum buruh.
Kedua, Pemberlakuan kembali Upah Minimum Sektoral kabupaten/kota (UMSK) di tahun 2021. Menyusul telah dihapuskannya ketentuan UMSK setelah UU Cipta Kerja resmi disahkan beberapa waktu lalu.
Kepastian THR
Sejak awal masa pandemi Covid-19 hingga tahun 2021 ini, situasi ekonomi memang berbeda. Meluasnya ancaman virus Covid-19 ke hampir semua negara di dunia menyebabkan kondisi perekonomian global maupun nasional menjadi lesu.
Di berbagai daerah, tidak sedikit perusahaan mengusulkan opsi agar mereka boleh menyicil atau bahkan memotong jumlah THR yang diterima para pekerja. Sementara itu, bagi para pekerja, THR pada dasarnya adalah hak, dan tidak ada alasan perusahaan menyicil atau menolak memberi THR.
Wahyu Rohadi, Ketua SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Surakarta, dalam program Dinamika 103 Solopos FM, Kamis (29/04/2021) mengakui jika para buruh masih merasakan efek pandemi. Hal ini sebagai imbas dari ekonomi yang tidak bergerak.
“Selama setahun terakhir, bukan rahasia lagi bahwa banyak pekerja harus melalui situasi yang sulit karena upah mereka dipotong dengan alasan dampak pandemi Covid-19. Untuk itu, di mata para pekerja THR adalah bagian dari hak yang telah ditunggu-tunggu kedatangannya. Namun kami juga melihat bahwa banyak perusahaan yang belum mampu bangkit. Kami tetap meminta agar THR diberikan kepada para buruh. Mengingat bagi buruh upah UMR, THR adalah penyelamat hidup. Di masa pandemic mereka tidak bisa menabung karena habis bahkan kurang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kami mendorong semua pimpinan unit kerja agar THR diberikan tanpa potongan,” papar Wahyu.
Perjuangkan Buruh Terdampak
Menurut Wahyu, di Soloraya sektor yang paling terdampak pandemi adalah percetakan. Hal ini imbas sekolah yang tutup dan juga banyak kantor yang membatasi pelayanan. Sektor garmen mulai bangkit walau belum bisa bangkit 100%.
“Yang mulai Nampak bangkit adalah rokok dan sembako. Harapannya terjadi peningkatan konsumsi saat Ramadhan dan Lebaran sehingga sector retail akan kena impact baik,” papar Wahyu.
Pada May Day mendatang, menurut Wahyu, SPSI tidak akan melakukan aksi turun ke jalan. Mengingat ancaman Covid-19 belum berlalu, sehingga demo akan beresiko bagi kesehatan buruh.
“Kami akan fokus memperjuangkan hak buruh yang dirumahkan. Kami juga menekankan agar para pengusaha memberikan THR kepada pekerja. Komunikasi akan terus kami bangun ke pihak terkait mengingat ini momentum berat bagi para buruh di Soloraya. Mari para serikat pekerja untuk bersatu tanpa melihat asal perusahaan masing-masing untuk berdialog meminta hak para pekerja diberikan,” pungkas Wahyu.
Opini Pendengar Solopos FM
Hasil polling SoloposFM, pada program Dinamika, Kamis (29/4/2021), mayoritas mendukung tuntutan para buruh tersebut. Sebanyak 67% pendengar setuju dengan dua tuntutan yang akan dituntut buruh pada perayaan May Day. Sementara 33% sisanya mengaku tak sepakat.
Berikut sejumlah opini mereka:
“Serba salah menyikapi masalah THR untuk buruh. Satu sisi memang sudah hak yang jelas harus dipenuhi, Sisi lain perusahaan juga dalam situasi sulit. Semoga segera ada solusi konkretnya,” tulis Antok.
“Setuju dengan yang disampaikan Pak Wahyu. Serikat buruh di daerah lebih baik fokus pada kesejahteraan, daripada aksi-aksi yang belum tentu ada hasilnya,” kaya Dyah.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]