SoloposFM – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Solo mencatat jumlah biaya pelayanan yang harus dibayarkan sampai Oktober 2021 sebesar Rp 1,9 triliun. Sementara, nominal iuran yang diterima hanya Rp 710,21 miliar dari total pendapatan iuran Rp 779,73 miliar.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Solo, dr Yessi Kumalasari MPH AAAK mengaku ada selisih angka yang signifikan antara pengeluaran dan iuran yang diterima. Meski demikian, menurutnya ketimpangan itu bisa ditutup dengan gotong royong iuran kolektif secara nasional. Hal itu disampaikan Yessi dalam media gathering di Canting Londo Kitchen Laweyan, Rabu (08/12/2021).
Ia menyebut melihat data itu terdapat kolektibilitas iurannya sebesar 91,08 persen. Dengan melihat data ini bisa dilihat sistem gotong royong sangat terlihat jelas.
“Orang yang tidak sakit menyumbang iuran pada orang yang sakit sistem gotong royong kolektif secara nasional sangat terlihat jelas terlihat,” kata dia.
Yessi menjelaskan BPJS Kesehatan Cabang Surakarta mendapat subsidi dari cabang lain yang pemanfaatannya rendah. Kondisi ini disebabkan akses layanan di beberapa wilayah untuk rumah sakit tipe A dengan pelayanan canggih belum terdistribusi sempurna sampai saat ini. Pembiayaan di Cabang Surakarta besar karena mempunyai rumah sakit tipe A lebih besar yang melayani semua pasien.
“Kami melihat pembiayaan di Cabang Solo yang mempunyai rumah sakit tipe A lebih besar. Ini wajar karena di Solo ada 17 RS yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
Yessi menambahkan peningkatan pelayanan peserta BPJS saat ini memang meningkat. Peningkatan pelayanan peserta masih didominasi infeksi saluran pernapasan atas.
Selain itu, kepesertaan per 1 November menunjukkan adanya pertumbuhan jumlah peserta. Angka Universal Health Coverage (UHC) di Kota Solo meningkat menjadi 94,15 persen. Peningkatan kepesertaan juga terjadi di Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri, dan Sragen.
[Diunggah oleh Mita Kusuma]