SoloposFM, Salah satu topik paling hangat dari MotoGP Mandalika 2022 adalah terkait aksi pawang hujan. Ritual yang dilakukannya di sirkuit kebanggaan Indonesia itu tersorot dunia internasional hingga mengundang beragam komentar.
Pawang hujan tersebut bernama Rara Isti Wulandari. Wanita itu sengaja dipakai jasanya untuk mencegah hujan terjadi. Meski hujan tetap turun, banyak yang meyakini ritualnya berhasil membuat hujan lekas berhenti setelahnya.
Dalam rekaman video terlihat Rara yang mengenakan helm berkeliling sekitar Sirkuit Mandalika sambil memukul-mukul semacam mangkok kuning.
Sementara itu dalam rekaman resmi MotoGP jelang balapan, sejumlah rider tersenyum melihat aksi Rara. Bahkan seorang Rider terlihat ikut memparodikan aksi Rara yang mengundang tawa penonton. Tidak sekadar menggelar ritual di tengah Sirkuit Mandalika, Rara juga membakar ban bekas di luar arena Sirkuit Mandalika. Rara sang pawang hujan juga meletakkan sesaji di sekitar ban yang terbakar. Juga menaburkan garam. Tidak sembarang orang diperbolehkan melintas di sekitar ban yang terbakar.
Baca juga : ShopeePay Perluas Dukungan bagi Bisnis Lokal dengan Menghadirkan Program Semangat UMKM Lokal di Kota Batam
Croos Cultural Understanding
Sebagian orang percaya bahwa turunnya hujan merupakan penanda datangnya rezeki. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, turunnya hujan terkadang justru dihentikan oleh seseorang yang disebut pawang hujan.
Di Indonesia, pawang hujan adalah sebutan bagi seseorang yang dipercaya memiliki ilmu gaib dan dapat mengendalikan cuaca, seperti hujan. Umumnya, pawang hujan mengendalikan cuaca dengan memindahkan awan. Biasanya, jasa pawang hujan digunakan untuk acara-acara besar dan penting, seperti pernikahan, konser musik, dan bahkan gelaran olahraga.
Mufti Rahardjo, Pengamat Budaya dalam Dinamika, Rabu (23/3/2022) mengakui jika praktik pawang hujan sudah ada sejak lama. Sejarah pawang hujan di Indonesia dapat diusut dari berbagai tradisi di beberapa daerah.
“Peran pawang dalam menghentikan hujan sulit dibuktikan secara ilmiah. Inilah yang namanya kearifan lokal. Jaddi jangan dilihat ilmiahnya saja. Ada yang namanya croos cultural understanding. Memahami, memaknai, menghormati orang lain yang punya latar belakang budaya yang berbeda,” ungkap Mufti.
Pawang hujan tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara di dunia. Mufti menyebut masyarakat Thailand, Jepang hingga Amerika Serikat juga melakukannya.
Beberapa sejarawan sudah mengakui keampuhan ritual ini setelah menyaksikannya secara langsung. Ritual ini dipercaya dapat menangkal awan badai, sehingga cuaca dapat menjadi jauh lebih cerah.
“Secara sosiologi antropologi memang seperti itu. Tak hanya di Indonesia. Momentum boomingnya kearifan lokal tersebut memang mungkin baru di Moto GP Mandalika. Melalui momen tersebut saatnya kita bersikap bijak memandang sebuah kearifan lokal apapun dimanapun, karena memang warisan leluhur seperti itu,” pungkas Mufti.
Baca juga : Tips Habiskan Waktu Seru dengan Hemat Jelang Gajian
Opini Sobat Solopos
Dalam Dinamika, Rabu (23/3/2022) Sobat Solopos mengungkapkan sejumlah opininya. Berikut hasil poling dari opini mereka di instagram SoloposFm @SoloposFMSolo.
“Ngebahas apapun dari kaca mata budaya, pasti ujungnya asyik. Karena ada nilai seni. Dan itu patut dilestarikan. Termasuk ‘pawang hujan’ yang sedang trending. Tapi kalau melihatnya dari sisi lain (bukan budaya), ya wis. Berarti siap mendengar komen ‘miring’. Gitu. Saya milih diam kalm, untuk yang ini,“ tulis Unie.
“Kalau pawang itu bisa beneran tidak ada daerah Indonesia yang kebanjiran. Tinggal geser saja ketempat lain yang kekeringan,” ungkap Syamsudin.
“Menurut saya pawang hujan adalah kearifan local. Buat saya percaya hal ini dan ini sudah ada sejak nenek moyang kita bahkan dulu zaman saya masih kecil, eyang membuat sesajen sederhana sapu lidi di balik kemudian di kasih beberapa bawang merah dan jabe merah besar ditusukkan pada lidi, fungsinya untuk menghalau hujan agar di sekitar rumah kita tidak turun hujan. Demikian pula dengan pawang hujan, jasanya kita minta untuk menghalau atau memindahkan hujan ke tempat lain dan ini biasanya saat kita punya acara pernikahan dll,” papar Priyanto.
“Serba serbi sirkuit Mandalika, yang sungguh sangat mempesona, alam sekitarnya. Pawang hujan, maaf saya tidak percaya hal ini, tapi sepertinya bisa menghibur, terutama para ridernya karena delay dan sebenarnya itu pawang hujan kan sudah dari beberapa hari sebelumnya. Apapun itu saya pilih kekuatan doa pada Tuhan yang Maha Esa,” ungkap Nur Syamsiah.
“Menurut saya BMKG nggak gentle. Kalau BMKG yakin dengann ramalannya sendiri, seharusnya BMKG menghubungi pihak penyelenggara MotoGP (yaitu Dorna Sports) dan menyampaikan bhw ramalan BMKG hujan PASTI akan berhenti jam 16.15 sehingga semua pihak bisa mempersiapkan diri dgn baik. Akan tetapi krn BMKG nggak yakin dgn ramalannya, maka sang pawang hujan mengambil alih permasalahan, dan mulai beraksi… dan ternyata terbukti aksinya berhasil menghentikan hujan. Salut buat kontribusi pawang hujan dalam event tsb…. kearifan lokal semacam ini tetap perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah,” papar Goho.
“Presiden SBY kita dulu juga pakai jasa PAWANG HUJAN juga lho,” tulis Teguh.
“Kalau bicara pawang di agenda MotoGP, merupakan usaha manusia untuk hal yg manfaat bg suatu agenda. Klo nanggapi komènt netizèn (yg mungkin rata2 kelahiran 90an), ndak akan faham. Rata2 di hubung2kan dengan keyakinan salah 1 agama. Miris kaaaaaan. Padahal, keyakinan adalah urusan individu. Klo tradisi, adat istiadat,kearifan lokal selalu aza di bilang syirik………susah,” ungkap Sriyatmo.