Menjadi orang nomor satu di Indonesia seperti Presiden memang harus siap terhadap segala resiko yang ada, tidak terkecuali percobaan pebunuhan sekalipun. Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, beberapa kali menjadi target pembunuhan selama beliau menjabat. Namun, yang terparah terjadi saat momentum salat Idul Adha 14 Mei 1962. Beliau ditembak dari jarak dekat saat melaksanakan salat Id di lapangan rumput antara Istana Merdeka dan Istana Negara.
Kronologi Kejadian
Dalam buku Soekarno Poenja Tjetita terbitan Bentang tahun 2016, kejadian tersebut terjadi pada 14 Mei 1962. Awalnya, semua berjalan seperti biasa. Para Jemaah berdatangan untuk mengikuti salat Id yang memang digelar di lapangan tersebut. Namun, suasana berubah menjadi mencekam pada rakaat kedua. Saat rukuk, Imam salat meneriakkan takbir disusul dengan suara tembakan. Terlihat seseorang berdiri dan mengarahkan pistolnya pada Soekarno.
Beruntung, peluru tersebut tidak mengenai Presiden pertama Indonesia tersebut. Di sisi lain, sejumlah Jemaah menderita luka akibat tertembak di bagian bahu dan punggung. Sementara, sang pelaku penembakan mengaku bahwa pandangannya mendadak kabur dan bayangan dari sosok Soekarno bergeser seperti berpindah dari satu posisi ke posisi lain. Padahal, penembakan dilakukan dari jarak dekat yaitu dari barisan (shaf) ke empat.
Peluru Meleset
Pelaku penembakan mengalami kesulitan dalam membidik sasaran (Ir.Soekarno) lantaran melihat dua orang yang mirip dengan beliau. Alhasil, Bung Karno pun selamat dalam kejadian ini. Namun, dua anggota Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Presiden yaitu, Soedrajat dan Soesilo terluka. Selain itu, Ketua DPR, KH Zainul Arifin yang menjabat di tahun tersebut mengalami luka di bagian bahu akibat sebuah peluru yang menyerempet tokoh Nahdlatul Ulama (NU) tersebut.
Pelaku
Pelaku dari penembakan ini diduga seorang anggota Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Selain pelaku, seorang laki-laki yang menyimpan pistol di bawah tikar sebagai alas salat Idul Adha juga ditangkap. Para pelaku tersebut berhasil masuk ke dalam Istana Merdeka Jakarta dengan memegang kartu undangan masuk yang mereka peroleh dari organisasi massa. Para penembak tersebut diketahui Bernama Sanusi Firkat, Djajapermana, Kamil, dan Napdi. Mereka dijatuhi vonis mati. Namun, saat penandatangan berkas, Soekarno enggan melakukannya. Soekarno meyakini bahwa pembunuh yang sebenarnya adalah orang-orang yang menjadi dalang dari perbuatan tersebut.