Radio Solopos FM
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
No Result
View All Result
Radio Solopos FM
No Result
View All Result
Home News

Mitos Ekonomi Digital

Agus Widiey

Abu Nadzib by Abu Nadzib
13 October 2025
in News
Reading Time: 2 mins read
A A
0
Mitos Ekonomi Digital

Ilustrasi bank digital (freepik)

0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Radio Solopos, SOLO — Ekonomi digital kerap dipuja sebagai jalan pintas menuju kemajuan. Banyak yang beranggapan sebagai membuka peluang kerja baru, memperluas pasar, dan mendemokratisasi akses.

Tapi, yang menjadi pertanyaan dasarnya, benarkah semua orang mendapat manfaat yang adil? Atau barangkali, ekonomi digital hanya versi baru dari kapitalisme lama, tapi dikemas lebih mulus dan lebih menggiurkan?

Kita bisa ambil contoh platform transportasi online. Di permukaan, mereka seakan memberi pekerjaan kepada jutaan orang, menciptakan fleksibilitas, dan meningkatkan kenyamanan konsumen.

Tapi yang perlu dipertanyakan, apakah driver ojek online (ojol) yang bekerja 10–12 jam sehari dengan penghasilan pas-pasan bisa disebut beruntung? Apakah mereka benar-benar “mitra”, atau hanya pekerja informal tanpa perlindungan hukum, yang nasibnya ditentukan algoritma dan rating konsumen?

Baca Juga

grup girl K-pop TWICE

Tandai 10 Tahun Perjalanan Debut, TWICE Rilis Album Spesial

13 October 2025
bajaj di solo

Bajaj Belum Boleh Beroperasi sebagai Angkutan Umum, Ini Kata Wali Kota Solo Respati Ardi

13 October 2025
haul habib ali kecopetan

Puluhan Jemaah Kecopetan saat Berdesak-desakan di Acara Haul Habib Ali di Solo

13 October 2025
Isi Kuliah Umum di Solo, Dirut BPJS Gandeng Mahasiswa Perkuat Ekosistem JKN

Isi Kuliah Umum di Solo, Dirut BPJS Gandeng Mahasiswa Perkuat Ekosistem JKN

11 October 2025

Saya pikir, inilah sisi gelap ekonomi digital yang jarang dibahas secara mendalam. Memang, bayak platform menjanjikan kebebasan, padahal kenyataannya menciptakan ketergantungan.

Masyarakat bukan hanya pengguna, tapi juga produk; data mereka dikumpulkan, dianalisis, dan dijual untuk keuntungan segelintir korporasi global. Kita pikir kita yang mengendalikan aplikasi, padahal sering kali justru aplikasi yang mengendalikan kita.

Fenomena ini bukan isapan jempol. Dalam buku The Age of Surveillance Capitalism (Shoshana Zuboff, 2019), menjelaskan bagaimana perusahaan teknologi besar, seperti Google, Facebook, dan Amazon tidak sekadar menjual layanan.

Akan tetapi menjual prediksi perilaku manusia berdasarkan data masif yang mereka kumpulkan. Ini bukan lagi soal inovasi, tapi tentang siapa yang menguasai infrastruktur digital dan bagaimana mereka mengeksploitasinya demi keuntungan maksimum.

Kesenjangan Struktural

Masalah lainnya yaitu kesenjangan struktural. Barangkali kita tidak asing lagi dengan narasi bahwa ekonomi digital bisa menyetarakan peluang.

Akan tetapi dalam praktiknya, yang diuntungkan tetap mereka yang sudah punya modal akses ke teknologi, pendidikan, bahasa asing, dan koneksi.

Sementara mereka yang tidak, seperti petani, nelayan, buruh informal hanya jadi penonton atau buruh murah digital. Di sisi lain, pemerintah cenderung terlalu senang dengan pertumbuhan angka.

Ketika perusahaan rintisan (startup unicorn) muncul satu per satu, kita langsung bangga tanpa melihat struktur ekonomi di belakangnya.

Belum lagi soal literasi digital yang masih timpang, ketika orang masuk ke dunia digital bukan sebagai pemain, tapi korban. Penipuan online, judi digital terselubung, hingga eksploitasi tenaga kerja digital, semuanya tumbuh subur karena minimnya pemahaman, pengawasan, dan regulasi yang visioner.

Namun perlu digaris bawahi, ekonomi digital punya potensi luar biasa, tapi hanya jika kita berani menyoal siapa yang mengendalikan, siapa yang diuntungkan, dan siapa yang tertinggal.

Kita butuh lebih dari sekadar program digitalisasi. Kita butuh desain ulang struktur ekonomi agar keadilan bisa ikut terhubung dalam jaringan, bukan hanya efisiensi dan profit.

Karena pada akhirnya, kemajuan teknologi bukan soal siapa yang paling cepat mengadopsi, tapi siapa yang paling bijak memanfaatkannya. Pada akhirnya, bijak artinya berani bertanya, apakah kemajuan ini membuat hidup manusia lebih baik, atau hanya lebih nyaman untuk segelintir orang?

*Penulis adalah mahasiswa Filsafat UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Tags: digitalisasidigitalisasi mediaEkonomi digital
Previous Post

Puluhan Jemaah Kecopetan saat Berdesak-desakan di Acara Haul Habib Ali di Solo

Next Post

Bajaj Belum Boleh Beroperasi sebagai Angkutan Umum, Ini Kata Wali Kota Solo Respati Ardi

Related Posts

Bincang spesial bersama Bank Indonesia di Radio Solopos, Rabu (19/2/2025). (Radio Solopos)

Bincang Spesial Bank Indonesia: Generasi Muda Aktor Penting Ekonomi Digital

by Abu Nadzib
20 February 2025
0

Radio Solopos -- Generasi muda mulai dari milenial (1981-1996) hingga Gen Z (1996-2012) menjadi aktor penting dalam ekonomi...

Ini Lima Media Terpilih Anggota AMSI Mengikuti Pembinaan Tingkat Lanjut

Ini Lima Media Terpilih Anggota AMSI Mengikuti Pembinaan Tingkat Lanjut

by Intan Nurlaili
26 April 2024
0

Radio Solopos - Lima media siber lokal terpilih mengikuti Advanced Mentoring for Media Sustainability 2024 yang diselenggarakan Asosiasi...

Perlu! Kesadaran Risiko Tren Digitalisasi Keuangan

Perlu! Kesadaran Risiko Tren Digitalisasi Keuangan

by Intan Nurlaili
1 March 2023
0

RadioSolopos - Anggota Dewan Komisioner Lembaga Pinjaman Simpanan (LPS) Didik Madiyono menekankan perlunya kesadaran risiko tren digitalisasi seperti...

YRP dan Edushift Gelar Seminar “Solo Melek Digital”

YRP dan Edushift Gelar Seminar “Solo Melek Digital”

by Mita Kusuma
29 November 2022
0

SoloposFM - Dalam rangka mendukung digitalisasi di Kota Solo, khususnya pada sektor pendidikan, Youth Reinforcement Program (YRP) dan...

Indonesia Digital Conference (IDC) 2021 akan merekam sejumlah inovasi dan penguatan ekonomi digital.

IDC AMSI 2021 Angkat Tema Inovasi dalam Penguatan Ekonomi Digital

by Redaksi
13 October 2021
0

SoloposFM, Indonesia Digital Conference (IDC) yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) tahun 2021 akan merekam sejumlah inovasi...

Load More
Next Post
bajaj di solo

Bajaj Belum Boleh Beroperasi sebagai Angkutan Umum, Ini Kata Wali Kota Solo Respati Ardi

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Studio Streaming

Radio Streaming

Recent Posts

  • Tandai 10 Tahun Perjalanan Debut, TWICE Rilis Album Spesial
  • Bajaj Belum Boleh Beroperasi sebagai Angkutan Umum, Ini Kata Wali Kota Solo Respati Ardi
  • Mitos Ekonomi Digital
  • Puluhan Jemaah Kecopetan saat Berdesak-desakan di Acara Haul Habib Ali di Solo
  • Isi Kuliah Umum di Solo, Dirut BPJS Gandeng Mahasiswa Perkuat Ekosistem JKN
Radio Solopos FM

© 2025 Radio Solopos.

Navigate Site

  • Copyright
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • About Us

Follow Us

No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us

© 2025 Radio Solopos.