SoloposFM – Industri Kecil Menengah (IKM) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi produktif yang memenuhi kriteria usaha kecil atau usaha menengah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Untuk kriteria Industri Kecil adalah usaha ekonomi produktif berdiri sendiri, bukan anak / cabang perusahan yang dimiliki, dikuasai atau bagian dari usaha menengah/besar. Dengan kekayaan bersih antara 50 sampai 500 juta rupiah, memiliki nilai investasi sekitar 50 sampai 500 juta rupiah, serta penjualan lebih dari 300 juta sampai 2,5 milyar rupiah. Sedangkan untuk kriteria Industri Menengah adalah usaha ekonomi produktif berdiri sendiri, bukan anak / cabang perusahan yang dimiliki, dikuasai atau bagian dari usaha kecil/besar Kekayaan bersih Industri Menengah mencapai 500 juta sampai 10 milyar rupiah, nilai investasi antara 500 juta sampai 10 milyar rupiah, dan penjualan melebihi 2,5 sampai 50 milyar rupiah. Dengan catatan nilai kekayaan bersih tidak termasuk aset tanah dan bangunan tempat usaha.
IKM yang akan melakukan kegiatan ekspor mungkin menemukan beberapa kendala dan yang paling banyak adalah kendala biaya impor untuk membeli mesin, barang contoh dan bahan baku. Disamping itu, waktu yang dibutuhkan untuk mendatangkan mesin, barang contoh, dan bahan baku tidak cepat karena masih harus mengurus perijinan ke banyak instansi.
Kendala-kendala diatas mungkin dialami semua pelaku usaha IKM apabila belum mengetahui kebijakan-kebijakan yang diberikan Pemerintah untuk menunjang kegiatan ekspor dan impor. Salah satunya adalah kebijakan “Fasilitas KITE IKM” yang diberikan oleh Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai).
Sebenarnya Bea Cukai sudah mengeluarkan “Fasilitas KITE” sebelum memberikan Fasilitas KITE IKM, lalu apa bedanya? KITE singakatan dari Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, bahasa mudahnya fasilitas KITE itu untuk Industri dengan skala besar, sedangkan fasilitas KITE IKM itu diberikan untuk IKM. Sebagaimana rilis yang diterima Solopos FM, Fasilitas KITE IKM dilatarbelakangi dengan adanya Paket Kebijakan Ekonomi Tahun 2015, Target melipattigakan ekspor pada tahun 2019, dan kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 62,57% sehingga harus didukung oleh Pemerintah.
Dukungan Pemerintah dalam hal Fasilitas KITE IKM tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang dan/ atau Bahan, dan/atau Mesin yang dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah Dengan Tujuan Ekspor.
Fasilitas KITE IKM tersebut menjawab permasalahan terkait kegiatan importasi IKM. IKM yang sudah diberikan Fasilitas KITE IKM mendapatkan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN dan PPNBM atas barang impor untuk Mesin, barang contoh dan bahan baku. Pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PPN dan PPNBM atas barang impor untuk bahan baku maksimal 350 juta rupiah untuk Industri Kecil, dan 1 Milyar rupiah untuk Industri Menengah. Dengan catatan, bahan baku yang diimpor tersebut harus diproses seperti diolah, dirakit, atau dipasang yang kemudian tujuan akhirnya adalah untuk di ekspor.
Berbeda dengan impor bahan baku, untuk impor mesin atau barang contoh tidak terdapat maksimal Pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN dan PPNBM atas barang impor. Akan tetapi impor mesin atau barang contoh harus berfungsi untuk menunjang IKM dengan hasil akhir ekspor dan harus mendapat persetujuan oleh Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi wilayah dimana IKM itu berada. Hal itu dapat mengurangi pengeluaran untuk membeli mesin serta bahan baku.
Tidak hanya kemudahan diatas yang bisa dinikmati, kemudahan lainnya diberikan apabila dalam suatu wilayah terdapat beberapa IKM yang serupa dan ingin mendapatkan fasilitas KITE IKM secara terkoordinir untuk pengurusan kegiatan ekspor impornya yaitu dengan membuat Konsorsium KITE. Terdapat tiga cara menjadi Konsorsium KITE, pertama dengan membentuk suatu Badan Usaha. Cara kedua adalah menunjuk salah satu anggota kelompok IKM tersebut menjadi koordinator. Cara terakhir yaitu bekerja sama dengan Koperasi. Syarat lainnya adalah anggota kelompok tersebut terdiri dari minimal lima IKM yang serupa.
Kemudahan-kemudahan yang telah disampaikan tadi sangat mudah untuk didapatkan. Sebagaimana diungkapkan salah seorang pegawai Bea Cukai, Faizal Rizky Nurul Qhomar, IKM maupun kelompok IKM yang sudah terbentuk dapat mengajukan Fasilitas KITE IKM di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang membawahi dimana IKM tersebut didirikan. Prosesnya pun sangat cepat, maksimal 14 hari kerja sudah mendapatkan keputusan diberikan fasilitas KITE IKM apabila semua syarat dipenuhi. Dalam pelayanan pemberian Fasilitas KITE IKM ini, para pelaku usaha IKM tidak dikenakan biaya sama sekali alias gratis.
Fasilitas KITE IKM ini akan sangat terasa manfaatnya bukan hanya untuk IKM saja, tetapi juga dapat membuka banyak lapangan pekerjaan dengan berkembangnya IKM. Disamping itu, negara juga sangat terbantu dengan potensi devisa yang akan diterima karena banyak barang di Indonesia yang banyak diekspor. Untuk mendirikan IKM pun sekarang juga sangat mudah karena semua perijinan sudah terpusat dalam satu sistem dengan adanya Nomor Induk Berusaha (NIB). Terlebih dengan Fasilitas KITE IKM, barang hasil produksi juga boleh dijual didalam negeri dengan ketentuan 25% dari realisasi ekspor atau 10% dari jumlah kontrak perjanjian ekspor. Jadi IKM jangan takut untuk melakukan kegiatan ekspor.
[Mita Kusuma]