SoloposFM – Kematian Siyono (39 tahun) warga Dusun Brengkungan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, dalam pemeriksaan Densus 88 nampaknya menjadi sorotan dan perlu disikapi dengan serius. Siyono dijemput dalam keadaan sehat dari kediamannya Selasa pekan lalu. Siyono ditangkap Tim Densus 88 Antiteror Polri yang merupakan pengembangan dari tersangka lain. Polri merilis bahwa Siyono tewas karena kelelahan setelah berkelahi dengan anggota Densus 88 di dalam mobil saat pengembangan perkara yang berkaitan dengannya. Namun, sejumlah pengamat mencium nuansa kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime di balik kematian Siyono.
Kematian memang Siyono menyisakan banyak pertanyaan dan operasi Densus 88 ini patut diusut. Apalagi, hingga saat ini pihak keluarga belum menerima surat penangkapan dari polisi. Menyusul tuduhan keterlibatan Siyono dalam jaringan Jamaah Islamiyah. Kematian tak wajar dari Siyono juga membuat Komnas HAM turun tangan melakukan investigasi. Komnas HAM mendesak kepolisian transparan dan mengklarifikasi secara jelas soal penyebab kematian Siyono. Komnas HAM dengan tegas menolak tindakan kekerasan yang dilakukan aparat kepada warga Negara.
Mustofa B. Nahrawardaya, pengamat terorisme menganggap pemerintah perlu mengaudit total kinerja Densus 88 Antiteror. Apalagi, kinerja Densus 88 belakangan menjadi sorotan akibat arogansi yang ditunjukkan. Mengutip pernyataan Menko Polhukam Luhut B. Panjaitan, yang mengatakan peningkatan anggaran Densus 88 menjadi Rp 1,9 triliun adalah untuk kenaikan gaji 400 anggota Densus 88, peremajaan alat, penguatan intelijen, dan sebagainya. Jika kenaikan tersebut tidak menambah keahlian Densus 88 dalam dinas, kenaikan anggaran tersebut perlu diaudit.
Atas kejadian tragis yang menimpa Siyono, evaluasi harus dilakukan, diantaranya terkait cara penggeledahan Densus 88. Banyak pelanggaran di lokasi penggerebekan termasuk di TK Roudhatul Athfal Klaten beberapa waktu lalu. Penggeledahan tak patut dilakukan karena anak-anak TK sedang belajar di lokasi. Perilaku Densus selama penggeledahan yang tanpa melihat situasi, selain menyebabkan anak-anak trauma, sangat berpotensi menimbulkan dendam kesumat yang tersimpan di benak para siswa. Cara-cara itu hanya akan melahirkan teroris baru di kemudian hari.
DPR RI juga sebaiknya mempertimbangkan kembali kenaikan anggaran BNPT dan Densus 88. DPR RI patut hati-hati dengan rencana revisi UU Pemberantasan Terorisme. Dengan UU yang ada sekarang saja, perlakuannya sudah sedemikian keterlaluan, apalagi kalau kewenangannya diperkuat.