SoloposFM, Jumlah kasus virus corona atau Covid-19 di Indonesia semakin bertambah, hal ini tentunya semakin mengkhawatirkan khususnya bagi penduduk Indonesia. Namun, mobilitas warga tentu tidak dibatasi selamanya. Terkait pandemi Covid-19 menuju era kebiasaan baru (new normal) perlu ke hati-hatian dan tanggung jawab semua pihak terkait mobilitas warga. Mobilitas bukan hanya tanggung jawab dari Kementerian Perhubungan.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi di Jakarta merupakan masa menyongsong new normal di tengah pandemi virus corona yang mewabah di dunia. Setiap orang seakan dipaksa untuk beradaptasi dengan new normal, yaitu setiap orang tetap beraktivitas seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, termasuk dalam menggunakan transportasi umum.
Dalam Permenhub Nomor 41 Tahun 2020 ini, Pemerintah menerbitkan aturan baru di sektor transportasi. Salah satunya soal batas kapasitas maksimal penumpang angkutan umum yang sebelumnya diatur maksimal 50 persen, kini tidak ada lagi. Selain itu, ada juga ketentuan yang mengatur soal kendaraan pribadi. Hingga 31 Juli, Kapasitas Penumpang Mobil Pribadi Masih Dibatasi Maksimal 50 Persen. Aturan Baru Transportasi, Kapasitas Angkut Penumpang Boleh Melebihi 50 Persen
Lalu Lintas dan Angkutan Umum di Solo Belum Normal
Transportasi antar kota masih belum maksimal di Terminal Tirtonadi, khususnya rute Solo-Jakarta. Hari Prihatno, Kepala Dinas Perhubungan Kota Solo, saat dihubungi dalam Program Dinamika 103, Selasa (23/06/2020), menengarai persyaratan perjalanan seperti SIKM (Surat Izin Keluar-Masuk Wilayah), membuat masyarakat masih membatasi perjalanan ke daerah lain.
“Frekuensi bus di terminal sangat sedikit, terutama ke Barat (Jakarta). Namun, meskipun persyaratan perjalanan ke Timur (Surabaya) lebih longgar, tetap saja masyarakat masih membatasi bepergian,” papar Hari.
Hari terus menekankan penerapan protokol kesehatan oleh masyarakat kala beraktivitas. Dishub sendiri juga masih melakukan pembatasan penumpang angkutan umum ssbesar 50%, sesuai peraturan pemerintah.
“Yang harus diwaspadai adalah fenomena pesepeda. Mereka harus bisa menjaga jarak, pakai masker dan tidak bergerombol. Harapan kami, bersepeda menjadi kebiasaan sebagai sarana ke sekolah dan bekerja untuk mengurangi kemacetan. Sosialisasi terus dilakukan bersama pihak terkait”, jelas Hari.
Dilema Transportasi di Masa Transisi
Sementara itu, Joko Setiyowarno, Pengamat transportasi Nasional yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat, dalam rilis yang diterima Solopos FM mengungkapkan, Saat ini sumber permasalahan bukan di sector transportasinya namun pada bagaimana pengaturan kegiatan manusianya. Transportasi darat sarat dengan banyak kepentingan. Kepentingan politis dan bisnis lebih menguat daripada pertimbangan kesehatan dan kesejahteraan rakyat.
“Yang rasional sebenarnya adalah agar bagaimana aktifitas atau kegiatan publik pada masa new normal dapat dikendalikan intensitasnya tidak sama seperti pada massa sebelum pandemi. Hal ini sebenarnya yang menjadi substansi utama dari Keputusan Menteri Kesehatan terkait pedoman untuk masa new normal. Jadi seharusnya masa new normal tidak semuanya harus kembali kerja ke kantor seperti sebelum pandemi. Yang masih bisawork from home (WFH) ya semestinya tetap WFH atau minimal ada pengurangan kehadiran ke kantor,” jelas Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata ini.
Opini Pendengar
Sulistyo, pendengar Solopos FM di Sukohajo, mengaku memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk meminimalisir resiko penularan Covid-19.
“Kapan Covid akan lenyap jika kita abai kesehatan. Saya pilih di rumah saja kalau memang tidak ada keperluan mendesah ke luar, mengingat usia saya sudah 69 tahun, masuk kategori beresiko,’ jelas Sulistyo.
Sementara itu, pendengar yang lain, Edi, mengaku sudah mulai melakukan perjalanan ke kantor karena sudah tidak lagi meberapkan WFH (work from home).
“Kantor saya tidak mengijinkan naik ojek online. Harus ke kantor menggunakan kendaraan pribadi,” ungkap Edi.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]