SoloposFM, Sobat pasti sudah tidak asing dengan tradisi Nyepi yang ada di Bali. Tapi, tahukah sobat tentang arti dan sejarah Nyepi itu sendiri?
Dikutip dari BaliPedia.id, Nyepi berasal dari kata sepi yang artinya sunyi, senyap, lenggang, tidak ada kegiatan. Nah, Hari Raya Nyepi sendiri merupakan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/ kalender Saka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi (tiap 1 januari), Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi dan melaksanakan catur brata penyepian. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandara Internasional Ngurah Rai pun ikut tutup. Hal ini hanya tidak berlaku untuk rumah sakit.
Baca juga: Di Balik Nama yang Mirip, Ini Kaitan Sejarah Kartasura dan Surakarta!
Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa / Ida Sanghyang Widhi Wasa untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/ microcosmos) dan Bhuana Agung/ macrocosmos (alam semesta).
Untuk Sobat yang tinggal di Bali atau pernah berliburan di Bali saat Hari Raya Nyepi, pasti akan merasakan bagaimana suasananya yang tidak akan pernah sobat temukan di kota lain di Indonesia. Nyepi identik dengan suasana sepi dan gelap gulita di malam hari yang dirayakan secara serentak di seluruh daerah Bali setiap 1 tahun sekali ternyata ada sejarahnya loh, Sob! Terus bagaimana sejarah Nyepi itu sendiri, ya?
Sejarah Nyepi di Bali
Sobat semua tahu bahwa agama Hindu berasal dari India dengan kitab sucinya Weda. Di awal abad masehi bahkan sebelumnya, Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan. Pertikaian antar suku-suku bangsa (Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) menang dan kalah silih berganti. Gelombang perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan terombang-ambingnya kehidupan beragama itu. Pola pembinaan kehidupan beragama menjadi beragam, baik karena kepengikutan umat terhadap kelompok-kelompok suku bangsa, maupun karena adanya penafsiran yang saling berbeda terhadap ajaran yang diyakini.
Pertikaian yang panjang pada akhirnya dimenangkan suku Saka dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan turunan Saka tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01 Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi. Dari sinilah sobat, diketahui bahwa peringatan pergantian tarikh saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan yang saling berbeda.
Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh atau perhitungan tahun Saka, Sob! Satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12 bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia. Sejak itu pula kehidupan bernegara, bermasyarakat dan beragama di India ditata ulang.
Nah, dari sini sobat jadi tahu kan? Jika Tahun Baru Saka bermakna sebagai hari kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional. Keberhasilan ini disebar-luaskan keseluruh daratan India dan Asia lainnya bahkan sampai ke Indonesia.
Kehadiran Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka tiba di Jawa di Desa Waru Rembang Jawa Tengah tahun 456 Masehi, di mana pengaruh Hindu di Nusantara saat itu telah berumur 4,5 abad. Sang Aji Saka disamping telah berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka, ia juga menjadi saksi peristiwa yang dialami dua orang punakawan, pengiring atau caraka beliau yang diriwayatkan sebagai lahirnya aksara Jawa onocoroko doto sowolo mogobongo padojoyonyo.
Aji Saka diiringi dua orang punakawan yang sama-sama setia, sakti, teguh, dan rela mati dalam mempertahankan kebenaran demi pengabdiannya kepada Sang Pandita Aji Saka.
Rangkaian Tradisi Pergantian Tahun Saka
- Upacara Melasti, Mekiyis dan Melis
Sobat, upacara ini merupakan kegiatan penyucian bhuana alit (diri kita masing-masing) dan bhuana Agung (alam semesta) yang dilakukan di sumber air suci kelebutan, campuan, patirtan dan segara. Tapi, upacara ini paling sering dilakukan di segara karena sekalian untuk nunas tirtha amerta (tirtha yang memberi kehidupan). Dalam Rg Weda II. 35.3 dinyatakan apam napatam paritasthur apah (air yang murni baik dan mata air maupun dan laut, mempunyai kekuatan yang menyucikan).
- Menghaturkan Bhakti
Setelah melakukan upacara Melasti, umat Hindu mengusung pratima dan segala perlengkapannya langsung menuju Balai Agung atau Pura Desa di setiap Desa Pakraman. Sebelum Ngrupuk umat melakukan nyejer, kemudian mereka menghaturkan bhakti atau pemujaan sesuai tujuan utama Hari Raya Nyepi.
- Tawur Agung
Dalam bahasa Jawa ‘tawur’ berarti saur. Dalam bahasa Indonesia memiliki arti melunasi hutang. Di setiap perempatan desa atau pemukiman, mengandung lambang untuk menjaga keseimbangan. Keseimbangan yang dimaksud yaitu Buana Alit, Buana Agung, manusia Bhuta, keseimbangan Dewa, serta merubah kekuatan bhuta menjadi dewa yang memiliki harapan dapat memberikan kesejahteraan dan kedamaian.
Dilanjutkan pula dengan acara ngerupuk di setiap rumah tangga, guna membersihkan lingkungan dari pengaruh bhutakala. Belakangan acara ngerupuk disertai juga dengan ogoh-ogoh (simbol Bhuta Kala) sebagai kreativitas seni dan gelar budaya serta simbolisasi Bhuta Kala yang akan disomyakan (membuat gembira atau cantik).
- Nyepi
Dilakukan dengan melaksanakan catur brata penyepian (amati karya, amati geni, amati lelungan dan amati lelanguan).
- Ngembak Geni
Ngembak Geni diawali dengan aktivitas baru dengan Mesima Krama di lingkungan keluarga, tetangga, dan dalam cakupan yang lebih luas. Mesima Krama diartikan sebagai dialog antarsesama tentang sesuatu yang sudah terjadi, baru terjadi, dan yang akan datang. Acara ini juga membicarakan tentang upaya meningkatkan kehidupan lahir batin di masa depan dengan bertumpu pada pengalaman.
Baca juga: Ello Umumkan Resmi Jadi Vokalis Baru Dewa 19
Sobat, sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka memperingati pergantian Tahun Baru Saka itu adalah sebuah dialog spiritual yang dilakukan oleh umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis serta sejahtera dan damai. Bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan lahir batin kita ke depan dengan berpijak pada pengalaman selama ini.
Dalam kepercayaan agama Hindu, dunia ini dikuasai oleh hukum Rwa Bhineda. Manusia berada diantara baik-buruk, menang-kalah, kaya-miskin, sengsara-bahagia dan seterusnya. Oleh karena itu, manusia diuji untuk mengendalikan diri di antara dua hal yang saling berbeda bahkan saling berlawanan tersebut, Sob!
[Disusun oleh Genis Dwi Gustati]