SoloposFM – Proses revisi terhadap UU No 8/2015 telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah dan DPR. Setelah lebih dari satu bulan penuh melangsungkan perdebatan yang cukup panjang, akhirnya pada Kamis 2 Juni 2015 yang lalu, hasil revisi yang mengatur perubahan kedua terhadap UU No 1 Tahun 2015 ini diparipurnakan dan disetujui oleh Pemerintah dan DPR.
Meskipun telah disahkan UU Pilkada yang baru ini dinilai masih menyisahkan sejumlah persoalan. Sejumlah pihak menilai, dalam UU Pilkada baru ternyata terdapat substansi penyelenggaraan pilkada yang tidak dibahas dan tidak diperbaiki oleh para pembentuk undang-undang. Selain itu, terdapat beberapa materi perubahan yang justru dikhawatirkan memunculkan persoalan lain di dalam penyelenggaraan pilkada nantinya.
Sejumlah hal yang disoroti, bahwa DPR dan Pemerintah akhirnya tidak jadi menyepakati larangan bagi seseorang yang berstatus tersangka, khususnya tersangka kasus korupsi menjadi calon kepala daerah. Padahal, ketentuan direkomendasikan dalam rangka memperbaiki standar integritas calon kepala daerah yang akan dipilih oleh masyarakat. Pembuat UU juga sama sekali tidak membahas syarat calon kepala daerah yang berstatus terpidana bebas bersyarat yang menjadi perdebatan panjang pada Pilkada 2015 yang lalu. DPR dan Pemerintah tidak memberikan kepastian, apakah status demikian dinyatakan memenuhi syarat atau tidak, karena persyaratan ini menjadi sengketa yang membuat pilkada serentak 2015 di beberapa daerah tertunda.
Permasalahan lain yang disoroti adalah penyelenggaraan pilkada serentak secara nasional dipercepat dari tahun 2027 menjadi tahun 2024. Pada tahun yang sama, juga akan digelar pemilu serentak secara nasional. Ketentuan ini tentu saja bukan desain ideal untuk menata ulang jadwal penyelenggaraan pemilu, karena bakal membebani penyelenggara pemilu, pemilih akan jenuh, pengawasan dan partisipasi pemilih bakal minim, dan kesalahan-kesalahan teknis akan besar terjadi. Persoalan lain yang tidak disentuh DPR dan Pemerintah adalah penyelesaian sengketa hasil pilkada yang telah terbukti menyulitkan banyak pemohon, untuk bisa maksimal menyiapkan permohonan sengketa berikut dengan buktinya. Pasalnya, waktu untuk pengajuan permohonan yang sangat singkat yakni 3 x 24 jam.
Sejumlah masalah yang belum tersentuh ini harus menjadi perhatian sehingga tidak terus menjadi kendala dalam penyelenggaraan Pilkada. Pemerintah dan juga DPR juga harus memikirkan aturan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dan jangan hanya fokus untuk menjegal calon independent dalam Pilkada.