SoloposFM – Bulan Ramadan adalah bulan yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah dan sedekah. Karena itu dengan spirit Ramadan, kebanyakan orang tak berpikir dua kali untuk memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan. Entah itu berupa makanan takjil untuk tetangga, hantaran untuk kerabat, uang sedekah untuk pengemis dan pengamen, maupun uang atau barang kepada orang lain yang dianggap pantas menerima.
Namun di sisi lain, bulan Ramadan ini juga menjadi magnet rutin bagi kalangan pengemis, untuk meraup penghasilan yang lebih. Ramadan tahun lalu, jumlah pengemis di Solo diperkirakan mengalami kenaikan hingga 50 persen. Ramadan tahun ini pun diperkirakan jumlah pengemis di Solo juga meningkat.
Puluhan bahkan ratusan pengemis dadakan selama Ramadan telah menyerbu ke perkampungan di seluruh penjuru kota. Tak hanya menyerbu perkampungan, pengemis dadakan juga menyerbu kawasan pusat keramaian kota seperti mall dan pertokoan. Dalam ilmu ekonomi, bulan Ramadan ini menjadi momen yang tepat untuk mempertemukan antara suplai dan demand. Antara permintaan dan penawaran, saling ketemu dan menghasilkan titik temu yang kompromis.
Dalam konteks ini, momen Ramadan dimanfaatkan pengemis asli maupun pengemis musiman untuk mencari uang sebanyak mungkin. Di sisi yang lain, momen Ramadan dimanfaatkan orang-orang yang memiliki rezeki cukup untuk membaginya kepada orang lain termasuk kalangan pengemis. Di sinilah teori suplai dan semand tadi bertemu.
Yang jadi persoalan adalah saat pengemis secara rombongan menyerbu perkampungan maupun pusat keramaian kota yang pada akhirnya dianggap mengganggu ketertiban umum. Di sinilah, pemerintah harus hadir dan berperan nyata dalam menciptakan situasi dan kondisi yang nyaman dan tercipta ketertiban umum. Dibutuhkan aturan tegas untuk mengatasi problematika pengemis musiman. Sebab setiap tahun, setiap kali datang Ramadan, pengemis kategori ini pasti selalu muncul.