Radio Solopos — Generasi muda mulai dari milenial (1981-1996) hingga Gen Z (1996-2012) menjadi aktor penting dalam ekonomi digital beberapa waktu terakhir.
Para generasi muda tersebut menjadi pelaku dalam sejumlah ekonomi kreatif yang berbasis digital.
Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setyawan mengatakan berdasarkan riset 80% hingga 90% pengusaha di bisnis digital adalah anak-anak muda.
Mereka, kata Anton, memiliki keterampilan digital yang lebih bagus dibandingkan para senior yang lebih dulu terjun ke dunia bisnis.
“Berdasarkan riset 80% pengusaha di bisnis digital itu anak muda, paling tua 40 tahun, saya sudah tidak masuk di situ. Sejak awal mereka terpapar bisnis dari digital,” ujar Anton dalam Bincang Spesial Bank Indonesia di Radio Solopos, Rabu (19/2/2025).
Menurut Anton, para anak muda itu belajar sendiri tentang bisnis digital.
Hal itu dikarenakan beberapa tahun lalu belum ada lembaga pendidikan yang mengajarkan tentang bisnis digital.
Meski belajar secara autodidak, kata dia, faktanya perkembangan bisnis para anak muda itu hasilnya sangat mencengangkan.
“Secara umum mereka belajar sendiri untuk keterampilan bisnis. Karena di awal-awal belum ada lembaga pendidikan yang digital, mereka melakukan analisis sendiri, misalnya untuk upload konten berapa viewer-nya, kenapa jam 08.15 bukan jam 8, ternyata mereka belajar sendiri dari autodidak,” lanjut dia.
Anton menyebut, digitalisasi sering disalahkan atas hilangnya ribuan pekerjaan rutin yang selama ini ada.
Tetapi, hilangnya pekerjaan itu dibarengi dengan munculnya pekerjaan-pekerjaan baru yang selaras dengan dunia digital.
“Misalnya nulis caption di medsos itu butuh keahlian, itu pekerjaan baru. Gamer yang beberapa tahun lalu bikin ibunya marah-marah, sekarang anak muda dikontrak oleh perusahaan gim. Kreator konten di Youtube itu viewer-nya banyak juga menghasilkan uang. Jangan-jangan nanti ada sekolah gamer karena sekarang kampus-kampus sudah mengadopsi turnamen esport,” katanya.
Senada dengan Anton, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Solo Dwiyanto Cahyo Sumirat menyatakan peran anak muda di bisnis digital sangat signifikan.
Hasil pendataan Bank Indonesia menyebutkan mayoritas anak muda sangat akrab dengan media sosial hingga transaksi-transaksi digital.
Karena itu, ujar Dwiyanto, para pelaku bisnis harus mengikuti perkembangan zaman dengan menyediakan alat untuk transaksi digital.
“Sayang jika pelaku usaha di Soloraya dan Indonesia umumnya melewatkan itu. Misalnya anak muda yang datang ke warung makan membayar dengan QRIS maka pemilik warungnya harus melengkapi dengan alat digitalnya. Ada kejadian di Borobudur, pengunjungnya tidak jadi beli karena uangnya ada di HP sedangkan pemilik warung tidak punya perangkat digitalnya,” ujar Dwiyanto.
Ia menambahkan, digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan di masa depan. Karenanya, masyarakat perlu mempelajari tentang dunia digital agar bisa mengambil keuntungan untuk bisnis mereka.
“Bagaimana kita memanfaatkan keberadaan digitalisasi, memperhatikan risiko-risikonya. BI punya program Sekawan, sapa edukasi konsumen berwawasan. Kami kenalkan ke konsumen bagaimana instrumen keuangan, risikonya seperti apa, dan sebagainya,” lanjut Dwiyanto.
Menurutnya, anak muda paling mudah menerima inovasi, termasuk ekonomi kreatif. Sumber kreativitas mereka, kata dia, berasal dari studi dengan berselancar di website-website di luar negeri.
Hal itu mereka lakukan untuk mengetahui tren apa yang terjadi di dunia yang lantas diadopsi untuk bisnis-bisnis mereka.
“Misalnya di Amerika Serikat itu tren fashion tekstilnya seperti apa. Itu jadi bahan untuk kreasi ide-ide baru untuk menembus pasar baru. Mereka tidak perlu diajari untuk berdigital ria, mereka sudah lebih canggih,” kata dia.
Meski begitu, menurut Dwiyanto, ada hal pentig yang perlu dimiliki oleh para anak muda pelaku ekonomi digital.
Dikatakan dia, cakap digital harus dibarengi dengan kemampuan literasi keuangan agar tidak terjebak dalam sisi negatif ekonomi digital.
Karena itu, Bank Indonesia bersinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan secara rutin mengedukasi generasi muda tentang pentingnya literasi keuangan.
“Literasi digital sudah baik tapi literasi keuangan harus baik juga. Kalau punya literasi keuangan yang baik dia bisa berpikir ‘gaji saya berapa, pinjaman berapa, akan cek yang nawarkan pinjaman ini dari legal atau tidak’. BI dengan OJK selalu mengedukasi ‘meminjamlah ke lembaga keuangan yang legal agar tidak terjebak ke pinjol ilegal yang menyengsarakan,” katanya.
Di sisi lain, Anton Agus Setyawan berharap, pesatnya bisnis digital di Indonesi dalam beberapa tahun terakhir memberikan efek positif bagi bisnis lokal.
Sebab, ia mendapati fakta bahwa kebanyakan produk yang dijual dalam bisnis digital para anak muda itu berasal dari luar negeri.
“Yang kita soroti apakah bisnis digital benar-benar menyumbang perekonomian indonesia? Apakah terjadi penciptaan lapangan kerja yang merata karena importir kita ternyata banyak. Yang live video jaringan bisnisnya berkembang, tapi belum ada korelasi cara pengembangan bisnis digital dengan bisnis dalam negeri karena bukan buatan lokal. Karena itu kita dorong ada sinkronisasi, pembelinya banyak tapi bagaimana memberi dampak riil ke industri lokal, jangan dari produk-produk impor,” tutupnya.
Sementara itu, Direktur Komersial Solopos Media Group Suwarmin yang menjadi pembicara ketiga menyatakan, keniscayaan digitalisasi juga terjadi di industri media.
Saat ini, menurutnya, terjadi pergeseran sudut pandang bahwa bukan lagi bisnis media melainkan bisnis informasi.
“Anak muda itu digital native. Mereka sudah tahu bagaimana caranya hidup di dunia digital. Mereka bisa bikin konten yang viewer-nya banyak, bahkan kami-kami yang lebih senior di konten ketika bikin video digital kalah dengan anak-anak muda itu,” katanya.
Suwarmin mengatakan para anak muda perlu didukung dengan kebijakan dan regulasi yang memungkinkan mereka berkembang lebih pesat ke depan.
Yang tak kalah penting, ujar dia, adalah pelajaran tentang integritas dan moral sehingga ketika anak muda hidup di dunia digital, mereka akan memberikan sumbangsih yang positif bagi perekonomian negara.