SoloposFM– Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan salah satu tonggak yang sangat bersejarah dan tidak akan dilupakan bangsa Indonesia sendiri. Begitu gigih para pahlawan Indonesia yang berjuang untuk menumpas para penjajah yang datang ke tanah air tercinta ini. Pernahkah kita mencoba untuk membayangkan sulitnya perjuangan para pahlawan terdahulu untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, para pejuang merebut kemerdekaan tidak dengan cara yang mudah, mereka bahkan harus mengorbankan diri mereka sendiri untuk meraih kebebasan dari tangan penjajah.
Berikut daftar pahlawan-pahlawan kemerdekaan. Seperti yang dikutip dari berbagai sumber (1/8/2017).
VI. Untung Suropati
Untung Surapati merupakan salah seorang pahlawan nasional Indonesia berdasarkan penetapan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975. Menurut sejarah, Untung Surapati berasal dari Bali yang awalnya ditemukan oleh perwira VOC yang ditugaskan di Makasar yang bernama Kapten Van Beber. Perwira VOC itu kemudian menjualnya kepada perwira VOC lain di Batavia bernama Moor. Ketika usianya 20 tahun, ia dimasukkan ke penjara oleh Moor karena berani menikahi putrinya yang bernama Suzane. Kemudian Untung memimpin pergerakan para tahanan hingga akhirnya berhasil kabur dari penjara dan menjadi buronan. Pada tahun 1683, VOC berhasil mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa, sang raja Banten. Putra sang raja yang bernama Pangeran Purbaya melakukan pelarian ke Gunung Gede. Setelah melalui proses yang panjang, ia memutuskan menyerah asalkan ia dijemput oleh perwira VOC pribumi. Beruntungnya, telah menerima tawaran sebagai tentara VOC dan dilatih ketentaraan. Ia diberi pangkat letnan dan saat itu ditugasi untuk menjemput Pangeran Purbaya. Untung yang tiba di Kartasura kemudian mengantarkan Raden Ayu Gusik Kusuma pada Patih Nerangkusuma, ayahnya, yang juga tokoh anti VOC. Ia gencar melakukan pendesakan kepada Amangkurat II untuk melanggar kesepakatan dengan Belanda. Nerangkusuma kemudian menikahkan Gusik Kusuma dengan Suropati.
VII. Sayuti Melik
Nama asli beliau adalah Mohammad Ibnu Sayuti. Beliau dilahirkan di Sleman 22 November 1908. Orang tuanya bernama Abdul Mu’in alias Partoprawito dan Sumilah. Istri beliau bernama Soerastri Karma. Istri Sayuti Melik merupakan seorang aktivis perempuan sekaligus wartawan. Dalam Biografi Sayuti Melik disebutkan pendidikan beliau di mulai dari Sekolah Ongko Loro (SD) di Srowolan Solo hanya sampai kelas 4 dan kemudian dilanjutkan di Yogyakarta. Sejak masih muda beliau merupakan penulis yang mampu membuat belanda merasa terganggu, kisah hidup Sayuti Melik juga diwarnai dengan penahanan berkali-kali oleh Belanda. Beliau juga pernah di buang di Boven Digul (1927-1933) karena dianggap terlibat dengan PKI oleh Belanda. Selama satu tahun beliau juga pernah ditahan dan dipenjara di Singapore, pada tahun 1937 beliau pulang ke Jakarta namun dimasukkan ke sel di Gang tengah hingga 1938.
VIII. Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien lahir pada tahun 1848 di Aceh Besar di wilayah VI Mukimm, ia terlahir dari kalangan keluarga bangsawan. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia, seorang uleebalang, yang juga mempunyai keturunan dari Datuk Makhudum Sati. Datuk Makhudum Sati datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Oleh sebab itu, Ayah dari Cut Nyak Dien merupakan keturunan Minangkabau. Ibu Cut Nyak Dien adalah putri uleebalang Lampagar. Setelah kematian Teuku Umar, Cut Nyak Dien memimpin pasukan perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya dan mencoba melupakan suaminya. Pasukan ini terus bertempur sampai kehancurannya pada tahun 1901 karena tentara Belanda sudah terbiasa berperang di medan daerah Aceh. Selain itu, Cut Nyak Dien sudah semakin tua. Cut Nyak Dien ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh dan dirawat di rumah sakit disana, sementara itu Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya. Penyakitnya seperti rabun dan encok berangsur-angsur sembuh. Namun, Cut Nyak Dien akhirnya dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, karena ketakutan Belanda bahwa kehadirannya akan menciptakan semangat perlawanan dan juga karena ia terus berhubungan dengan pejuang yang belum tunduk.
IX. Sultan Ageng Tirtayasa
Sultan Ageng Tirtayasa, beliau adalah pahlawan yang berasal dari provinsi Banten. Lahir pada tahun 1631. Beliau putra dari Sultan Abdul Ma’ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang menjadi Sultan Banten periode 1640 – 1650. Perjuangan beliau salah satunya adalah menentang Belanda karena VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan yang merugikan kesultanan dan rakyat Banten. Dimasa mudanya beliau diberi gelar Pangeran Surya. Peran Sultan Ageng dalam perkembangan Islam di Banten sangat berpengaruh. Dia menginginkan Banten mempunyai kerajaan Islam. Langkah yang beliau tempuh pertama dalam sektor ekonomi. Kesejahteraan rakyat ditingkatkan melalui pencetakan sawah-sawah baru serta irigasi yang sekaligus berfungsi sebagai sarana perhubungan. Sultan Ageng tidak hanya mendobrak perekonomian rakyat menjadi lebih baik tetapi juga berperan besar di bidang keagamaan. Dia mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama asal Makassar, menjadi mufti kerajaan yang bertugas menyelesaikan urusan keagamaan dan penasehat sultan dalam bidang pemerintahan. Dia juga menggalakkan pendidikan agama, baik di lingkungan kesultanan maupun di masyarakat melalui pondok pesantren. Ketika menjadi raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal cerdas dan menghargai pendidikan. Perkembangan pendidikan agama Islam maju dengan pesat. Nilai-nilai yang dimunculkan dari Sultan Ageng Tirtayasa. Sebagai seorang pemimpin, ia adalah pemimpin yang sangat amanah dan memiliki visi ke depan membangun bangsanya.
X. Sultan Mahmud Badaruddin II
Sultan Mahmud Badaruddin II lahir di Palembang pada tahun 1767. Ia adalah pemimpin kesultanan Palembang-Darussalam selama dua periode (1803-1813, 1818-1821), setelah masa pemerintahan ayahnya, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803). Nama aslinya sebelum menjadi Sultan adalah Raden Hasan Pangeran Ratu. Konflik dengan Inggris Sejak timah ditemukan di Bangka pada pertengahan abad ke-18, Palembang dan wilayahnya menjadi incaran Britania dan Belanda. demi menjalin kontrak dagang, bangsa Eropa berniat menguasai Palembang. Awal mula penjajahan bangsa Eropa ditandai dengan penempatan Loji (kantor dagang). Di Palembang, loji pertama Belanda dibangun di Sungai Aur. Orang Eropa pertama yang dihadapi Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) adalah Sir Thomas Stamford Raffles. Raffles tahu persis tabiat Sultan Palembang ini. Karena itu, Raffles sangat menaruh hormat di samping ada kekhawatiran sebagaimana tertuang dalam laporan kepada atasannya, Lord Minto, tanggal 15 Desember 1810. “Sultan Palembang adalah salah seorang pangeran Melayu yang terkaya dan benar apa yang dikatakan bahwa gudangnya penuh dengan dollar dan emas yang telah ditimbun oleh para leluhurnya. Saya anggap inilah yang merupakan satu pokok yang penting untuk menghalangi Daendels memanfaatkan pengadaan sumber yang besar tersebut”.
(Erlin Setyawati)