SoloposFM, Nonton film tidak hanya untuk hiburan semata, tapi juga sebagai bentuk apresiasi suatu karya. Hal inilah yang dilakukan Prodi Tadris Bahasa Indonesia (TBI) Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta saat mengadakan nobar film “Milea: Suara dari Dilan”. Bekerjasama dengan Bank Bukopin Solo, nobar film “Milea: Suara dari Dilan” diselenggarakan di bioskop Solo Square XXI, Sabtu (15/02/2020).
Film ini merupakan Kisah novel yang difilmkan (ekranisasi) dari novel “Milea: Suara dari Dilan” karya Pidi Baiq yang diterbitkan oleh Pastel Books pada tahun 2016. Novel tersebut sekuel dari novel “Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990” dan Dilan Bagian Kedua: Dia adalah Dilanku Tahun 1991. Film ini menjadi penutup dari ketiga trilogi novel tersebut.
”Agenda rutin kita setiap tahun. Tahun 2019 film yang dipilih adalah Joker. Tahun ini, lebih kepada film milenial, yakni Milea: Suara dari Dilan. Harapannya, mahasiswa dapat belajar mengapresiasi karya sastra dengan menonton film di bioskop. Tidak hanya sekadar teori di kelas,” ujar Dr. Siti Isnaniah, M.Pd., Kepala Prodi Tadris Bahasa Indonesia (TBI) Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta, dalam rilis yang diterima Solopos FM.
Nobar film ini juga dihadiri Dekan Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta, Prof. Dr. Toto Suharto, S.Ag., M.Ag. dan seluruh dosen Prodi Tadris Bahasa Indonesia.
Ekranisasi
Kisah novel yang difilmkan (ekranisasi) bukan menjadi sesuatu yang baru dalam sejarah dunia industri perfilman Indonesia. Sejak kemunculannya beberapa dekade ini, banyak sutradara mulai menggarap film yang disadur dari novel. Terlebih pada novel yang best seller atau diminati banyak pembaca. Hal ini menjadi strategi bagi sutradara agar hasil filmnya mampu diterima oleh masyarakat, khususnya kaum milenial.
Dalam acara nobar tersebut, mahasiswa tidak hanya sekadar menonton film, tetapi juga mengkritisi karya tersebut. Pada umumnya, hasil proses ekranisasi novel ke film terdapat beberapa penambahan dan pengurangan. Aspek inilah yang harus menggugah jiwa apresiatif dan kritis mahasiswa. Bagaimana mereka mampu menilai keliahaian sutradara dalam meramu teks ke bentuk visual sesuai dengan cerita novel.
Terlepas dari hal tersebut, semua penilaian yang disampaikan mahasiswa akan ditentukan oleh pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan mereka dalam merespon karya sastra. Oleh karena itu, menurut Siti Isnaniah, adanya mata kuliah kajian apresiasi prosa fiksi dan drama dalam kurikulum prodi TBI menjadi bekal mahasiswa dalam mengkritisi suatu karya sastra.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]