Radio Solopos, Sragen — Suasana ceria selalu menyambut setiap pagi di halaman luas SLB Negeri Sragen.
Di tengah keceriaan itu, tampak sosok yang sederhana namun berwibawa menyapa satu per satu siswanya dengan senyum hangat.
Ia adalah Mardani, S.Pd., kepala sekolah yang menakhodai lembaga pendidikan luar biasa ini dengan penuh ketulusan dan visi yang kuat: Ceria, Berprestasi, Mandiri.
Sejak dipercaya memimpin SLB Negeri Sragen, Mardani berkomitmen menjadikan sekolah ini bukan sekadar tempat belajar, melainkan ruang tumbuh bagi anak-anak berkebutuhan khusus agar mereka bisa mengekspresikan diri, mengasah keterampilan, dan menumbuhkan rasa percaya diri.
“Kami ingin siswa-siswa di sini bukan hanya bisa membaca atau berhitung, tapi juga punya keberanian menunjukkan potensi mereka di depan publik. Pendidikan luar biasa itu bukan soal keterbatasan, tapi tentang menemukan cara luar biasa untuk berkembang,” ujarnya, saat ditemui di kantornya belum lama ini.
Di bawah kepemimpinannya, SLB Negeri Sragen berkembang pesat menjadi salah satu sekolah luar biasa negeri terbesar di Jawa Tengah.
Dengan lahan seluas tiga hektare dan lebih dari 300 siswa dari berbagai jenis kebutuhan khusus—tunanetra, tunarungu, tunagrahita, autisme hingga hiperaktif—sekolah ini menjadi simbol inklusi pendidikan di Sragen.
SLB Negeri Sragen beralamat di Jl. Kalibening, Desa Kroyo, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen. Sekolah ini melayani jenjang TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB dengan program layanan untuk berbagai jenis kebutuhan khusus.
Berbagai prestasi pun berhasil diraih siswa-siswanya. Mulai dari juara lomba keterampilan tingkat nasional, pementasan musik angklung di ajang seni budaya Jawa Tengah, hingga fashion show batik karya siswa tunagrahita yang mendapat apresiasi publik.
Tak hanya itu, sejumlah guru juga berhasil mengembangkan modul pembelajaran adaptif dan program vokasi yang kini dijadikan rujukan bagi SLB lain di wilayah eks-Karesidenan Surakarta.
Salah satu langkah strategis Mardani adalah membuka kolaborasi lintas lembaga. SLB Negeri Sragen menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk memperluas akses layanan masyarakat bagi siswa berkebutuhan khusus.
“Kami ingin anak-anak ini punya ruang yang sama di tengah masyarakat. Mereka harus belajar berinteraksi, memahami hak-haknya, dan ikut menjadi bagian aktif dari kehidupan sosial,” tutur Mardani.
Program keterampilan hidup juga terus digalakkan. Dari pelatihan membatik, tata boga, hingga kegiatan kewirausahaan sederhana—semua diarahkan agar siswa mampu hidup mandiri setelah lulus.
Pendekatan ini tidak hanya menumbuhkan keterampilan praktis, tetapi juga membangun kebanggaan diri di kalangan siswa dan orang tua.
Kini, SLB Negeri Sragen bukan hanya dikenal sebagai institusi pendidikan, tetapi juga rumah kedua bagi ratusan anak berkebutuhan khusus. Di setiap sudutnya, terpancar semangat bahwa keterbatasan bukan alasan untuk berhenti bermimpi.
“Kami ingin anak-anak kami bisa mengatakan dengan yakin: saya bisa, meski dengan cara saya sendiri,” kata Mardani tersenyum.
Berbekal visi inklusif, dukungan para guru, serta kemitraan yang terus berkembang, Mardani berharap SLB Negeri Sragen semakin dikenal luas sebagai sekolah yang melahirkan anak-anak luar biasa dengan cara yang luar biasa pula.





