SoloposFM, Prodi Tadris Bahasa Indonesia sukses menggelar tiga seri kuliah umum sastra dengan Balai Bahasa Jawa Tengah yang telah dimulai pada pertengahan Juni lalu. Serangkaian kuliah umum tersebut diakhiri dengan diskusi kajian feminisme pada Kamis, (24/06/2021). Melalui topik feminisme inilah Balai Bahasa Jawa Tengah menugaskan Ery Agus Kurnianto, M.Hum. sebagai pemateri dalam kuliah umum tersebut.
Kuliah seri ketiga ini terbuka untuk umum serta wajib diikuti oleh mahasiswa TBI yang mengambil mata kuliah kajian apresiasi prosa fiksi dengan dosen pengampu Sri Lestari, M.Pd. dan Kurniasih Fajarwati, M.Pd. Pada sesi kuliah, pemateri menjelaskan bahwa feminisme lahir sebagai gerakan sosial, politik, dan ideologi yang dilakukan oleh kaum perempuan untuk menuntut emansipasi atau kesamaan, dan keadilan hak dengan pria baik di ranah publik maupun domestik.
Baca juga : Liburan Sekolah, Mayoritas Pendengar Pilih Kegiatan Di Rumah Saja
Pemantik lahirnya gerakan feminis ini dipengaruhi oleh tiga faktor yakni politik, keagamaan, dan sosial. Salah satu pernyataan kemerdekaan AS adalah all men a created equal yang berarti bahwa laki-laki diciptakan sama “berubah” menjadi all men and woman a created equal yang bermakna semua laki-laki dan perempuan diciptakan sama.
“Sebenarnya feminisme tidak ingin menjadikan laki-laki sebagai musuh, tidak untuk mengungguli atau mendominasi laki-laki, tidak ingin membalas dendam terhadap laki-laki, tidak memiliki keinginan untuk mensubordinasi laki-laki,” jelasnya dalam rilis yang diterima SoloposFM.
Meski telah digaungkan sampai saat ini, namun faktanya masih banyak perempuan yang terkukung dalam budaya patriarki.
“Perempuan tidak boleh sekolah tinggi, sebab nantinya tugas mereka hanyalah 3M, masak, macak, dan manak atau bisa disebut sebagai ratu rumah tangga. Sekarang sudah saatnya perempuan mendeskonstruksi stereotip tersebut” tegasnya.
Baca juga : Gibran Bagikan SILA KIA Di Sela Mider Projo
Menurutnya dalam paham feminis radikal konstruksi budaya patriarki memiliki kontribusi yang signifikan terhadap perempuan. Aliran ini berhasil melahirkan konsep “The Personal is Political” yang memiliki kekuatan untuk menjangkau permasalahan perempuan sampai ranah privat, sehingga terbitlah Undang Undang RI No. 23 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Kaitannya dengan karya sastra, kajian feminis ini dapat digunakan sebagai pisau analisis pada novel yang berkisah tentang kesetaraan gender. Banyak sekali novel yang mengusung kesetaraan hak perempuan dan laki-laki seperti Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan, Garis Perempuan karya Sanie B. Kuncoro, Perempuan Berkalung Sorban karya Abidah El Khalieqy, dan lain sebagainya.
Novel tersebut dapat ditinjau dengan beragam kritik sastra feminis, mulai dari kritik sastra feminis ideologis, feminis ginokritik, feminis sosialis marxis, feminis psikoanalitik, feminis lesbian, dan feminis etnik.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]