SoloposFM, Lonjakan kasus Corona varian Omicron di Indonesia semakin terlihat. Bahkan pemerintah mengkonfirmasi adanya transmisi lokal virus Corona varian Omicron. Diketahui, kasus pertama Omicron ditemukan di Wisma Atlet.
Selanjutnya ada kasus yang ditemukan pada dua warga yang baru tiba dari luar negeri. Kasus Omicron terus bertambah hingga terkonfirmasi terjadi transmisi lokal.
dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK(K), PhD, FISQua, Pakar Patologi Klinik dari RS UNS mengungkapkan sejauh ini laporan dari UK yang relatif rinci dari hari ke hari tentang Omicron. Sudah tercatat total 177.201 kasus. Di sana, diperkirakan varian Omicron sudah mencapai lebih dari 70% dari sampel yang diperiksa secara SGTF dan WGS (dengan indikasi awal tertentu). Tapi secara kasus yang ditemukan memang belum dominan. Artinya, masih ada yang sebenarnya Omicron, tapi belum terjaring WGS.
Baca juga : Dari Festival Hingga Sup, Tradisi Tahun Baru di Korea Selatan
Dalam Program Dinamika 103, Rabu (29/12/2021), Tonang memaparkan sejauh ini, dari 177 ribu tersebut, 668 (0,38%) diantaranya perlu perawatan di RS. Yang meninggal sebanyak 49 (0,028%). Angka-angka ini relatif rendah, tapi kalau jumlah kasusnya sangat tinggi, tentu jumlahnya juga signifikan. Berisiko pada kemampuan faskes menampungnya.
Transmisi Lokal
“Kita harus sadari bahwa sebenarnya yang ada di lapangan, tidak hanya 47 kasus tersebut. Juga, transmisi lokal bukan hanya 1 kasus itu. Belajar dari UK, di lapangan sangat mungkin sudah banyak kasus Omicron. Hanya tanpa gejala, atau ringan-ringan saja. Kebetulan juga bukan yang harus berpergian. Maka masih luput dari jaring pemeriksan SGTF maupun WGS,” paparnya lebih lanjut.
Menurutnya, sebagai upaya antisipasi terus bertambahnya kasus baru, protokol kesehatan harus kembali diperketat, vaksinasi segera dikejar.
Baca juga : Liburan Tlah Tiba! Ini Pilihan Tempat Wisata di Solo, Sob!
“Jangan resah, jangan gegabah. Hati-hati, menahan diri, batasi diri dari risiko dan selalu waspada. Tahan diri sampai Februari 2022, sehingga kasus akan melandai,” tegasnya.
Sudah divaksin tetap bisa kena?
Lebih lanjut Tonang menjelaskan, vaksinasi yang kita gunakan saat ini, baru fokus pada mencegah gejala terutama gejala berat dan kematian. Hal ini karena kalau menunggu sampai diperoleh vaksin yang sekaligus mampu menghambat infeksi di saluran nafas bagian atas, perlu waktu lebih lama lagi.
“Sementara jumlah kasus terus meningkat, jumlah kematian juga terus meningkat. Ekonomi semakin terhambat. Maka kita gunakan yang sudah bisa kita gunakan, sambil pengembangan vaksin terus dilakukan,” ungkapnya.
Tonang mengingatkan jika yang tertular lebih dulu adalah yang protkesnya kendor. Atau bahkan tidak menjalankan sama sekali. Baik sudah maupun belum divaksinasi. Bedanya pada kelanjutannya, yaitu yang sudah punya antibodi, karena penyintas, vaksinasi atau keduanya, lebih cepat membersihkan virus dari tubuhnya. Jadi protkes dan vaksinasi itu saling melengkapi. Bukan saling menggantikan.
“Manusia wajibnya berusaha, vaksinasi itu bagian dari usaha. Apapun, vaksinasi tetap lebih bermanfaat, daripada tidak divaksinasi,” pungkas Tonang.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam Program Dinamika 103, Rabu (29/12/2021), optimistis varian Omicron ini dapat dikendalikan dengan taat protocol kesehatan.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]