Radio Solopos — Sebuah pepatah dari Raja Kasunanan Surakarta Pakubuwana X berbunyi, “Rum kuncaraning bangsa dumunung ana ing luhuring budaya.” Artinya, harum nama dan tingginya derajat suatu bangsa terletak pada budayanya.
Ungkapan itu seakan menjadi ruh yang menghidupi perjalanan panjang Museum Batik Danar Hadi di Kota Solo yang kini genap berusia 25 tahun.
Sejak diresmikan pada 20 Oktober 2000 oleh Megawati Soekarnoputri, Museum Batik Danar Hadi telah menjadi ikon pelestarian budaya sekaligus kebanggaan masyarakat Solo.
Museum yang berlokasi di Jl. Brigjen Slamet Riyadi No. 261 Solo ini dikenal luas sebagai museum batik pribadi terbesar dan terbanyak koleksinya tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Asia Tenggara.
Museum ini berdiri atas gagasan dan semangat H. Santosa Doellah, pendiri Batik Danar Hadi, yang memiliki kepedulian tinggi terhadap pelestarian batik Indonesia.

Ide mendirikan museum berawal ketika ia berhasil membeli kembali koleksi batik Belanda dari Harmen Veldhuysen. Koleksi itu dibawa pulang ke Indonesia.
Atas saran Joop Ave, Menteri Pariwisata saat itu, Santosa Doellah akhirnya membangun museum batik pribadi sebagai wujud nyata keprihatinannya terhadap situasi kala itu, ketika batik hampir diakui oleh negara lain.
Lokasi museum memiliki nilai historis tersendiri. Dahulu, bangunan ini merupakan kediaman K.P.H. Wuryaningrat, menantu Pakubuwana X. Arsitektur nDalem Wuryaningratan dipertahankan sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan budaya Jawa.
Museum Batik Danar Hadi memiliki konsep kuratorial yang khas: “Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan.”
Dari konsep tersebut, pengunjung dapat memahami sembilan jenis batik yang berkembang di Indonesia, yaitu Batik Kraton, Batik Pengaruh Kraton, Batik Sudagaran dan Petani, Batik Belanda, Batik Cina, Batik Djawa Hokokai, Batik Pengaruh India, Batik Indonesia, dan Batik Danar Hadi.
Pemilihan konsep tersebut tak lepas dari pengalaman pribadi Santosa Doellah yang sejak usia 15 tahun telah menekuni dunia batik bersama kakeknya, R.H. Wongsodinomo.
Menurutnya, setiap kain batik mencerminkan zamannya, dimana warna dan pola yang muncul akan selalu dipengaruhi oleh lingkungannya.
Kini, museum menampilkan lebih dari 1.253 lembar kain batik yang dikurasi dengan cermat. Penataannya berbeda dari museum-museum lain di Indonesia. Ruangan-ruangan didesain tematik, nyaman, tidak terkesan kuno, dan memadukan unsur etnik Jawa dengan elemen interior modern, menjadikannya daya tarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, khususnya generasi muda.

Dalam visinya, museum ini memiliki tiga tujuan besar yaitu melestarikan dan mengembangkan batik, menjadi sarana pendidikan budaya, khususnya bagi generasi muda, serta menjadi destinasi wisata budaya unggulan di Kota Solo.
Sejalan dengan tujuan tersebut, sejak awal berdirinya dengan kurator pertama Toetti T. Soerjanto, museum ini memberikan banyak manfaat baik internal maupun eksternal.
Secara internal, museum menjadi sarana pelatihan dan edukasi bagi karyawan Danar Hadi, terutama mereka yang bekerja di lini penjualan dan pelayanan pelanggan.
Melalui pelatihan tentang seni dan filosofi batik, para karyawan diharapkan memahami nilai budaya di balik setiap produk yang mereka tawarkan.
Sementara secara eksternal, museum ini menjadi rujukan penelitian bagi mahasiswa, dosen, dan pemerhati seni dari berbagai daerah.
Tak sedikit pula pengrajin UMKM yang datang untuk belajar dan memperluas wawasan tentang teknik, motif, maupun sejarah batik. Dengan begitu, Museum Batik Danar Hadi berperan aktif dalam membangun ekosistem batik yang berkelanjutan.
Selama 25 tahun keberadaannya, museum ini tidak hanya menjaga koleksi, tetapi juga terus berinovasi agar tetap relevan di era modern.
Di bawah kepemimpinan Asti Suryo Astuti, S.H., K.N. selaku kurator dan manajer, Museum Batik Danar Hadi terus mengembangkan pendekatan edukasi dan promosi budaya yang lebih interaktif.
Melalui berbagai kegiatan seperti tur edukatif, workshop membatik, dan pameran tematik, museum berupaya menarik minat generasi muda untuk mengenal dan mencintai batik.
Museum ini juga memanfaatkan platform digital untuk memperluas akses informasi dan menampilkan koleksinya secara daring, sehingga masyarakat global dapat mengenal kekayaan batik Indonesia.
Kini, di usia seperempat abad, Museum Batik Danar Hadi berdiri sebagai saksi ketekunan dan kecintaan terhadap budaya bangsa. Semangat yang diwariskan oleh H. Santosa Doellah terus hidup melalui setiap helai kain batik yang terpajang di ruang-ruangnya.
“Batik bukan sekadar kain, tetapi cermin sejarah dan jiwa bangsa,” demikian filosofi yang senantiasa dijaga oleh keluarga besar Danar Hadi, dikutip dari keterangan yang diterima Radio Solopos, Selasa (14/10/2025).
Dengan semangat baru di usia 25 tahun, Museum Batik Danar Hadi berkomitmen untuk terus menjadi pusat pelestarian, edukasi, dan inspirasi. Tak hanya bagi warga Solo, tetapi juga bagi siapa pun yang ingin memahami makna batik sebagai warisan budaya dunia.