SoloposFM, Kota Solo menduduki urutan ke-9 di atas Kota Kediri dalam Laporan Indeks Kota Toleran (IKT) Indonesia 2021 versi Setara Institute. Pada 2020, Kota Solo berada di posisi ke-37. Selain kota paling toleran, Setara Institute juga merilis daftar kota paling tidak toleran.
Sumartono Hadinoto, Tokoh Multikultural Kota Solo, dalam Dinamika, Senin (4/4/2022) Sobat Solopos mengungkapkan raihan tersbeut merupakan hasil kerja keras semua pihak.
“Dari semua yang kita perbuat, orang Solo ikut menjaga dan berkontribusi nyata. Inilah hasil kerjasama semuanya. Darisini kita bisa melihat jika semua suku agama tidak ada yang jelek,” ungkap Sumartono.
Diakuinya jika memang ada sekelompok kecil orang yang ingin terjadi konflik. Namun upaya itu tidak akan berhasil jika semua pihak mampu melihat dari sudut pandang orang lain dan mengkomunikasikannya.
“Yang rugi bukan yang membuat konflik, tapi yang rugi adalah wong Solo. Butuh berapa tahun untuk recovery dan hidup susah? Dengan semangat kebersamaan warga, Solo harus aman! Jika menuruti hati untuk berkonflik yang rugi kita semua,” paparnya.
Menurut Sumartono semua orang pasti emmiliki perbedaan sudut pandang, namun setipa ornag harus belajar juga melihat sudut pandang orang lain.
“Kita merasakan jadi mereka. Ternyata dengan dikomunikasikan, tidak ada yang benar dan yang salah. Disitulah toleransi,” pungkasnya.
Baca juga : Kisah Inspiratif Ayam Penyet Ria, dari Usaha Sederhana Sukses Jangkau Konsumen hingga Mancanegara
Setara Institute
Pada 2017 Kota Solo juga masuk daftar 10 kota toleran versi Setara Institute. Laporan Setara Institute disusun berdasarkan riset yang dilakukan di 94 kota di Indonesia. Empat kota di DKI Jakarta digabung menjadi satu.
Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani mengungkapkan, ajang penghargaan yang digelar tiap tahunan ini kembali digelar dengan melakukan pemantauan terhadap kinerja kota maupun Walikota.
Riset dilakukan untuk mengetahui kondisi toleransi di kota-kota tersebut. Setara Institute berusaha memberikan baseline dan status kinerja pemerintah kota dalam mengelola kerukunan, toleransi, wawancara kebangsaan, dan inklusi.
Meski begitu, di Solo masih ada potensi bibit radikalisme maupun intoleransi yang ada di kota yang saat ini dipimpin oleh Walikota Gibran Rakabuming Raka tersebut.
Selama ini Solo kerap dicitrakan sebagai kota intoleran, mengingat sejumlah kasus. Seperti bom panci, bom malam lebaran, persekusi, perusakan makam non muslim dan lain-lain.
Solo adalah kota yang beragam. Banyak aliran agama yang bisa hidup di kota ini. Pada kenyataannya Solo adalah kota yang multikultur, meski tentu saja tidak semajemuk Jakarta. Beragam aliran keagamaan ada di Solo, yang jika tidak terkelola dengan baik rawan terjadi konflik.
Baca juga : Sedang Penat di Tengah Kesibukan? Ini Lima Cara untuk Berikan Kekuatan Super Menjalani Side Hustle
Opini Sobat Solopos
Dalam Dinamika, Senin (4/4/2022) Sobat Solopos mengungkapkan sejumlah opininya. Berikut hasil poling dari opini mereka di instagram SoloposFm @SoloposFMSolo.
“Selama aku tinggal di kota Solo sudah empat kali merasakan kerusuhan yang sangat mencekam dan pernah ada jam malam. Semoga Solo makin nyaman untuk semuanya dan tidak ada lagi intoleransi,” tulis Sriyatmo.
“Solo semakin toleran sejak pandemi. Salah satu hikmah yang kita dapatkan karena Jogo Tonggo di Solo termasuk berhasil dan bertahan sampai sekarang,” ungkap Adit.