SoloposFM – Bagi para mahasiswa, tugas membuat skripsi tentu menjadi tantangan yang sangat mengasyikkan. Karena kadang bisa bikin stress, menghabiskan banyak waktu, kadang biaya dan bahkan sampai menguras energi dan pikiran. Sebagai karya ilmiah dan syarat kelulusan di perguruan tinggi, skripsi memang sifatnya wajib dibuat oleh mahasiswa.
Akan terasa memuaskan sekali dan plong rasanya, ketika skripsi sudah selesai disusun dan diujikan. Akhirnya, tinggal didokumentasikan secara fisik hingga beberapa jilid. Selain untuk penulis skripsi itu sendiri, hasil karya ilmiah tersebut selanjutnya akan menjadi koleksi pihak jurusan maupun fakultas dan juga perpustakaan universitas.
Rasanya pasti bangga sekali, karya kita bisa menghiasi rak perpustakaan kampus dan bersanding dengan karya-karya ilmiah hasil penyusunan dan tulisan mahasiswa terdahulu. Bahkan tidak jarang, karya kita atau karya mahasiswa lain akan dijadikan bahan rujukan oleh mahasiswa berikutnya yang hendak menyusun skripsi. Beberapa judul dan penelitian ilmiah mungkin akan menginspirasi mahasiswa lain. Tentu saja itu akan semakin menambah rasa bangga kita.
Tapi apa yang terjadi jika belakangan kita mengetahui karya-karya ilmiah itu dibuang dan dibakar alias dimusnahkan begitu saja. Setidaknya kesan itulah yang muncul kali pertama ketika media sosial dihebohkan oleh foto skripsi, tesis dan disertasi yang dibuang dan dimusnahkan oleh UIN Alauddin Makassar. Dasar pertimbangan pemusnahan karya ilmiah itu karena pihak kampus telah meng-online-kan materi karya ilmiah tersebut. Selain itu, mereka beralasan tempat penyimpanan tidak layak lagi.
Kenyataan ini tentu memancing pertanyaan mendasar soal tata cara pengelolaan karya ilmiah yang ideal. Toh pihak kampus sendiri yang meminta untuk disetori karya ilmiah dalam format hard file? lantas kenapa kemudian hard file itu dibuang?
Dalam hal ini, kita layak sepakat dulu bahwa karya-karya ilmiah seperti itu adalah salah satu kekayaan intelektual yang dimiliki perguruan tinggi. Karena itu, setiap orang sudah semestinya menghargai dan menghormati setiap karya akademik yang lahir dari perguruan-perguruan tinggi. Kemudian, kita juga layak sepakat bahwa skripsi, tesis, dan disertasi termasuk dalam arsip Negara. Oleh sebab itu, penangannya tidak boleh sembarangan. Idealnya tetap disimpan untuk jangka waktu tertentu meski sudah didigitalisasi. Soal keterbatasan tempat, itu memang harus dicarikan solusi. Tapi ya itu, jangan buru-buru dibuang dulu, jangan sampai habis manis sepah dibuang.