Solopos FM – Berdasarkan jadwal resmi Pemilu 2019, kampanye calon presiden dan wakil presiden serta pemilihan anggota DPR/DPRD Provinsi dan DPD dimulai pada 23 September 2018. Kampanye akan berakhir menjelang hari pemungutan suara.
Salah satu yang menjadi perhatian sejumlah kalangan adalah media sosial, di samping media mainstream. Hal itu karena di media sosial setiap orang bikin akun, belum lagi akun-akun robot.
Menyikapi tema yang pagi ini diangkat dalam program Dinamika 103 tersebut, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Solo, Budi wahyono mengatakan bahwa memang salah satu media yang digunakan untuk berkampanye adalah media sosial. “Memang benar, kampanye bisa dilakukan melalui media sosial, tapi skemanya sudah diatur secara rigit. Salah satunya adalah masing-masing aplikasi hanya diperbolehkan maksimal sepuluh akun,” jelasnya.
Masing-masing aplikasi itu misalnya facebook sepuluh akun, demikian juga di twitter dan instagram atau aplikasi medsos yang lain. “Jadi sepuluh akun itulah yang kemudian dianggap sebagai akun resmi untuk kampanye paslon dan harus didaftarkan ke KPU,” imbuhnya.
Di luar sepuluh akun tersebut, menurut Budi, akan dianggap sebagai akun tidak resmi dan jika akun-akun tersebut menyebarkan informasi kampanye yang hoax, ada unsur SARA atau ujaran kebencian, maka arahnya sudah pada UU IT dan termasuk tindak pidana umum.
Untuk meminimalisir merebaknya pesan-pesan yang meresahkan di era kampanye melalui media sosial, Budi meminta kepada masyarakat untuk bijak dalam bersosial media. “Tantangan terberat di era sekarang adalah kita harus cermat memilih pesan mana yang baik dan mana yang tidak. Masyarakat harus belajar untuk bisa bersosial media dengan bijak,” sarannya.
Jika menemui ada yang tidak sesuai dengan aturan dan menimbulkan keresahan, Budi mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan ke Bawaslu sehingga bisa diambil tindakan yang sesuai.[]
[Intan Nurlaili]