SoloposFM – Pelayanan publik Pemerintah Kota Solo akan memangkas enam hari kerja menjadi lima hari dalam sepekan mulai 1 April 2016. Awalnya, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset serta di 51 kantor kelurahan, buka pada hari Senin sampai Sabtu.
Kebijakan baru tersebut menurut Plt. Sekretaris Daerah Solo, Rakhmat Sutomo, dikarenakan pertimbangan efektivitas layanan kepada masyarakat. Berdasarkan hasil evaluasi selama ini layanan pada hari Sabtu tidak efektif, karena warga Solo yang datang relatif sedikit. Sistem baru hari kerja kantor pelayanan publik dan kelurahan tersebut akan diujicobakan selama sebulan dan Pemkot akan mengevaluasi efektivitasnya. Pemkot mengklaim bahwa tingkat efektivitas perubahan tersebut diukur dari berbagai aspek termasuk tingkat penghematan antara lain dalam penggunaan energi listrik.
Selain perubahan hari kerja kantor pelayanan publik, Pemkot Solo juga menerapkan jam kerja baru bagi Pegawai Negeri Sipil. Berdasarkan hasil kajian jam kerja PNS pada Senin-Kamis perlu diubah, yakni jam masuk pukul 07.15 WIB dan pulang pukul 16.00 WIB. Sedangkan hari Jumat jam masuk pukul 07.00 WIB dan pulang 11.30 WIB. Rakhmat menjelaskan, di antara pertimbangan perubahan jam kerja PNS tersebut adalah jam masuk anak sekolah. Perubahan jam kerja PNS diharapkan mampu mengurangi kepadatan lalu lintas di Kota Solo terutama pagi hari. Sebagaimana diketahui kepadatan lalu lintas terjadi hampir di seluruh ruas jalan di Kota Bengawan.
Namun, sejumlah warga kurang sepakat dengan rencana Pemkot tersebut. Warga menilai pelayanan pada hari Sabtu atau akhir pekan bisa menampung kesempatan warga yang bekerja pada hari aktif. Menurut mereka, jadwal pelayanan yang diterapkan saat ini sudah sesuai dengan kebutuhan warga. Sementara itu, Komisi I DPRD Solo meminta Pemkot mengkaji ulang rencana penerapan lima hari kerja untuk SKPD pelayanan public. Legislator menilai pelayanan masyarakat mestinya dibuka seluas-luasnya, salah satunya dengan optimalisasi hari pelayanan.
Pemkot memang akan melihat sejauh mana respons warga terkait perubahan hari kerja tersebut. Tidak menutup kemungkinan Pemkot akan mengembalikan hari kerja kantor pelayanan dan kelurahan menjadi enam hari kerja, apabila justru merugikan masyarakat. Namun, apapun pertimbangannya layanan publik harus diutamakan. Jangan sampai PNS yang telah digaji tinggi oleh Negara tidak bisa memberikan layanan yang optimal bagi warga.