SoloposFM, Penanganan pengendalian Covid-19 telah memasuki tahap penting yakni vaksinasi Covid-19 sebagai bagian dari penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Presiden Jokowi pun mengambil inisiatif sebagai orang pertama Indonesia yang menerima vaksinasi Covid-19 jenis sinovac. Vaksinasi Covid-19 akan dilakukan secara masif, bertahap, dan gratis.
Di sisi lain, vaksinasi Covid-19 sendiri tidak lepas dari beragam diskursus. Baik yang pro maupun kontra. Tak sedikit masyarakat yang menolak vaksin dengan dalih, vaksin (Sinovac) Covid-19 terlalu dini atau terburu-buru untuk digunakan karena legitimasinya dengan predikat Izin Penggunaan Darurat (Emergency Use Authorization) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Baca juga :
Operasi Yustisi Pelanggar Protokol Kesehatan Dinilai Tidak Efektif. Ini Alasan Pendengar Solopos FM
Ada kekhawatiran terhadap keamanan dan kesehatan tubuh, baik untuk jangka pendek maupun panjang, sehingga menimbulkan penolakan. Padahal, Presiden Jokowi sudah memberikan contoh dengan divaksinasi kali pertama.
Penolakan terhadap vaksin Covid-19 ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Hampir terjadi di semua negara, baik di negara-negara maju seperti Amerika, Australia, Jerman, Swiss, dan lain-lainnya maupun negara berkembang.
3 M dan Vaksinasi Covid-19 Harus Jalan Bersama
Penanganan Pandemi Covid-19 harus dilakukan dalam berbagai aspek. Dr Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., Ph.D, Juru Bicara Stagas Covid Universitas Sebelas Maret Surakarta, dalam Dinamika, Rabu (20/01/2021), mengungkapkan ada tindakan berefek jera, misalkan 3M (mencuci tangan, memakai pasker dan menjaga jarak) plus hindari kerumunan dan mengurangi mobilitas).
“3M cepat efeknya tapi tidak akan tahan lama. Kalau vaksin efeknya memang lambat dalam pengurangan kasus tapi perlu waktu. Minimal 28 hari untuk buat anti bodi itu baru perorangan, belom lagi komunitas. Sehingga cakupan vaksinasi harus diatas 80% agar terbentuk imunitas kelompok,” papar Tonang.
Lebih lanjut Tonang mengungkapkan, 3M dan vaksinasi covid-19 harus jalan bersama. Kala masyarakat sudah jenuh dengan 3M, maka kekebalan usai vaksinasi akan melindungi mereka.
“Namun vaksinasi harus mencakup lebh dari 80% agar tercapai kekebalan kelompok. Sehingga harusnya vaksinasi ini bukan pilihan, agar kekebalan kelompok terbentuk,” papar Tonang.
Ia juga mengakui wajar jika ada penolakan, banyak hal baru yang menakutkan apalagi dengan banyaknya informasi yang tidak didasari akurasi. Dengan adanya ijin BPOM dan fatwa halal MUI, Tonang mengimbau masyarakat untuk melakukan vaksinasi demi kepentingan bersama. Masyarakat juga diminta untuk mencari informasi ke jalur yag tepat agar informasi tentang vaksin yang diterimanya lengkap.
Opini pendengar Solopos FM
Sementara itu, mayoritas pendengar Dinamika 103 Solopos FM, Rabu (18/01/2021), menyatakan bahwa vaksinasi covid-19 adalah kewajiban yang harus dilakukan. Hal ini untuk menghentikan pandmei Covid-19. 63& Pendengar menyatakan vaksinasi adalah wajib, sedangkan 37% sisanya menyatakan vaksinasi covid-19 adalah pilihan.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Wajib. Sebelum obat ditemukan upaya vaksinasi adalah salah satu cara untuk menanggulangi efek/akibat yg lebih buruk dari virus tsb,” ungkap Ahmad di Nayu.
“Kalau saya vaksin itu wajib, biar virus corona cepat berlalu,” tulis Endang di Palur.
“Kalau saya vaksin itu pilihan karena kekebalan tubuh itu bisa dibentuk dengan bahan herbal yang alami,” ungkap Setiawan.
“Dalam masa pandemic, vaksinasi ya wajib. Karena wabah virus sedag melanda. Negara sudah hadir untuk menyelamatkan, maka warga wajib mendukung untuk vaksinisasi,” tulis Agung Yos di Kleco
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]