SoloposFM, Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil riset atas tanggapan pengusaha terhadap suap kepada aparatur negara.
Berdasarkan hasil survei bertajuk Persepsi Korupsi dan Evaluasi Pemberantasan Korupsi Menurut Kalangan Pelaku Usaha dan Pemuka Opini, sekitar 23,4 persen responden menganggap wajar memberikan sesuatu kepada pejabat pemerintah.
Persepsi ini seiring dengan toleransi terhadap suap atau gratifikasi yang cukup tinggi. Sekitar 23,4 persen menganggap wajar memberikan sesuatu seperti uang, barang, hiburan, hadiah di luar persyaratan atau ketentuan untuk memperlancar suatu proses atau sebagai bentuk terima kasih ketika berhubungan dengan instansi pemerintah.
Praktik Nepotisme
Selain itu, survei juga mencatat, cukup banyak pelaku usaha yang menilai positif praktik nepotisme. Sekitar 21 persen menganggap nepotisme adalah tindakan yang normal, dan 14 persen menilainya sebagai tindakan yang perlu untuk memperlancar urusan.
Meskipun lebih banyak yang menilainya negatif atau 51 persen menganggap tidak etis dan 10 persen menilai sebagai kejahatan, tetapi penilaian positif terhadap nepotisme cukup tinggi mengingat praktik tersebut merupakan praktik yang tergolong negative.
Baca juga :
Sepakat Solo Kota Ternyaman, Tapi Pendengar Solopos FM Beri Sejumlah Catatan
Adapun dalam survei pelaku usaha ini, LSI menyebut populasi survei adalah seluruh pelaku usaha di Indonesia berdasarkan hasil Sensus Ekonomi BPS 2016. Sampel basis sebanyak 800 perusahaan dipilih secara acak (stratified random sampling) dari populasi tersebut dengan jumlah proporsional menurut wilayah dan skala usaha.
Opini Pendengar Solopos FM
Sementara itu, dalam program Dinamika 103 edisi Selasa (16/02/2021), mayoritas pendengar mengaku bahwa suap bukan merupakan praktik yang wajar. Sebanyak 77% Pendengar tidak menyetujui jika suap ini dianggap sebagai praktik yang wajar. Sementara 23% sisanya mengaku bahwa praktik suap masihs ebagai hal yang wajar.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Suap itu wajar. Apapun bentuknya. Itung2 bisa buat balik modal (modal kampanye misalnya). Banyak pihak yang di untungkan. Pemberi suap merasa dipermudah urusannya. Penerima suap pantas mendapatkan karena telah membantu,” ungkap Susi.
“Kalau menurut saya, yang menyuap dan yang disuap sama-sama akan masuk neraka,” tulis Eny.
“Gratifikasi sebenarnya haram bagi saya, tapi kenyataan di lapangan, dalam praktek kehidupan di negara kita sulit untuk dihapuskan sama sekali sepertinya sudah membudaya. Yang pernah saya alami jika mau memperpanjang peraturan perusahaan di tempat saya kerja, saya di suruh bagian HRD untuk ngasih uang di dalam amplop agar dikasihkan orang yang menerima peraturan perusahaan saya agar bisa cepat jadi dan tidak bermasalah. Hati nurani saya sebenarnya bertentangan dengan hal ini. Tapi ya bagaimana lagi,” papar Priyanto Sasongko.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]