SoloposFM, Pemerintah telah resmi melarang mudik pada Lebaran tahun ini. Aturan tersebut, berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat, seperti karyawan BUMN, karyawan swasta, pegawai negeri sipil, anggota TNI-Polri, pekerja formal maupun informal, hingga masyarakat umum. Bahkan, bagi yang masih nekat mudik, akan dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Dalam Surat Edaran tersebut disebutkan masyarakat yang nekat mudik akan diberikan sanksi yang berpatokan pada Undang-Undang (UU) tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dalam Pasal 93 disebutkan bahwa hukuman kurungan paling lama adalah setahun dan denda maksimal hingga Rp 100 Juta bila melanggar aturan mudik ini.
Sejumlah otoritas daerah pun telah mengeluarkan kebijakan untuk mendukung keputusan pemerintah pusat. Polda Jawa Timur misalnya, akan melakukan penyekatan di tujuh titik perbatasan. Sementara Polda Jawa Tengah menyiapkan 14 titik penyekatan, yang poskonya sudah didirikan sejak Senin, 12 April.
Baca juga : Kobarkan Semangat Kartini, ShopeePay Ajak Perempuan Maju Bersama Raih Kesuksesan Bisnis dengan Melek Digital
Di Solo, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo resmi melarang pemudik mendatangi Kota Bengawan pada 1-17 Mei mendatang. Apabila pemudik nekat tiba pada tanggal-tanggal itu, maka mereka diminta menjalani karantina selama lima hari di tempat yang sudah disediakan, salah satunya Solo Technopark (STP). Namun, apabila pemudik memiliki uang berlebih, mereka diizinkan karantina di hotel.
Opini Pendengar Solopos FM
Hasil polling SoloposFM, pada program Dinamika, Senin (26/4/2021), mayoritas menilai ancaman itu tidak akan efektif membendung pemudik. 80% Peserta polling menyatakan ancaman tidak akan menghalangi pemudik ngeyel. Sementara 20% sisanya menilai ancaman pidana dan denda akan mengurungkan niat mudik masyarakat.
Berikut sejumlah opini mereka:
“Tidak efektif. Orang kita itu masih banyak yang belom paham dampaknya covid-19. Dikasih sangsi beratpun juga nggak ngaruh. Tapi kalau THR cairnya kapan, baru paham semua,” tulis Yudis.
“Masyarakat dibuat bingung dengan peraturan pemerintah yang selalu berubah-ubah masalah mudik Lebaran. Hendaknya peraturan dibuat dengan melibatkan semua instansi yang terlibat secara langsung. Jangan sampai merugikan moda transportasi baik darat, laut dan udara. Menurut saya nggak efektif dengan peraturan yang ada bahkan dengan denda atau hukuman yangg berat sekalipun,” papar Priyanto.
“Coba kita buktikan, apakah benar sanksi berat akan diterapkan. Jangan-jangan cumin ancaman kosong saja, dimana dalam prakteknya masih dilonggarkan. Harus tegas, jangan sampai kaya India yang meledak kasusnya,” ungkap Ana di Solo.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]