SoloposFM, Beberapa waktu terakhir masyarakat dihebohkan dengan kabar tidak enak soal persiapan WorldSBK Indonesia 2021 di Pertamina Mandalika International Street Circuit. Kejadian bermula dengan beredarnya video di media sosial di mana ada beberapa orang yang berpose di dekat Ducati Panigale V4 R yang baru saja tiba di sirkuit Mandalika. Bahkan di YouTube sempat beredar video ‘unboxing’ yang diunggah oleh akun Soul Kuta Lombok. Insiden bongkar peti kargo tersebut terungkap setelah viral di media sosial melalui sebaran video berdurasi 26 detik.
Padahal hal semacam itu tidak diperbolehkan, apalagi ini event kompetisi level dunia untuk menghindari sabotase ataupun spionase juga terkait dengan standar keamanan dan keselamatan rider. Banyak masyarakat merasa malu karena ulah beberapa orang tersebut, apalagi Ducati sampai kebakaran jenggot dengan masalah ini.
Banyak Kejadian
Sebelumnya, pendaki bernama Iqbal Fauzi Pratama masuk daftar hitam (blacklist) Pengelola Jalur Pendakian Gunung Sindoro via Banaran, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Remaja asal Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, itu dilarang mendaki Gunung Sindoro selama 5 tahun ke depan karena telah melanggar beberapa aturan pendakian.
Baca juga : Road to IDC AMSI 2021 Siap Digelar di 8 Wilayah
Salah satunya, dia telah membohongi rangers (petugas penjaga gunung) dengan berpura-pura sakit saat mendaki. Aksi prank-nya itu semata-mata untuk konten media sosial.
Hal serupa terjadi pada musisi Fiersa Besari. Ia menjadi salah satu di antaranya 1.906 pendaki yang di-blacklist Pihak pengelola Taman Nasiona Gunung Rinjani atau Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR. Ia dan team konten videonya diblacklist karena melakukan double booking karena membuat waktu pendakian pertama menjadi overtime.
Pandangan Pakar Komunikasi
Hastjartjo, Pakar Komunikasi Universiats Sebelas Maret dalam program Dinamika, Senin (15/11/2021), mengungkapkan kebebasan dari media sosial membuat orang seringkali membuat konten secara spontan. Ekspresi diri yang cepat tersebut seringnya tidak dikipirkan terlebih dahulu dengan seksama.
“Karena spontan, kadang tidak dipertimbangan apakah konten ini akan menimbulkan masalah bagi orang lain,” ungkapnya.
Salah satu permasalah dari medsos, menurutnya juga terletak pada pengontrol konten, yang terletak pada pemilik platformnya, bukan di pemerintah.
“Pemilik platform yang punya hak untuk controlingnya. Apakah konten ini melanggar lalu mereka drop dan sebagainya. UU ITE saat ini kebanyakan dari delik aduan. Kalau nggak ada yang mengadu ya tidak diprotes. Kalau cumin keluhan netizen ya tidak diproses. Untuk itu Pemeritah perlu berkomunikasi dengan pemilik platform. Hal ini tentu tidak mudah mengingat lokasi kantornya tidak di Indonesia,” ungkap Hastjartjo lebih lanjut.
Baca juga : Panggung Konser Kota Bengawan Mulai Menggeliat, Sobat Solopos: Tetap Patuhi Prokes!
Hastjartjo menambahkan, kontrolingnya ada di netizen yang cerdas. Dia berharap masyarakat menjadi entizen yang cerdas, dan dapat menentukan konten mana yang layak ditonton maupun diberi apresiasi.
“Konten apapun jika tidak ada yang nonton, tidak ada yang like ya tidak akan viral dan berpengaruh. Itulah perlunya edukasi di netizennya. Harus tahu mana yang baik yang patut ditonton dll,” pungkas Hastjartjo.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam program Dinamika, Senin (15/11/2021), mayoritas mengakui masih menemukan pelanggaran etika dan aturan demi konten di media sosial.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Kita tahu Ducati lagi on fire di ajang Moto GP. Pasti pihak Ducati was-was. Itu wajar. Kita juga tahu sirkuit Mandalika sedang jadi perhatian dunia, jadi dijagalah semuanya. Jangan seperti kebiasaan bongkar muat beras di pasar. Semua ada aturan mainnya,” tulis Yudis.
“Masih banyak masyarakat kita yang buat konten di medsos yang bisa membahayakan orang lain bahkan bisa melanggar hokum. Untuk kasus di Mandalika sangat disayangkan. Belum dimulai lomba motor GP saja sudah buat masalah dan memalukan nama bangsa kita,” ungkap Priyanto.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]