SoloposFM, Bunyi petasan sepertinya identik dengan bulan puasa ya, Sobat Solopos? Letusannya membuat suasana Ramadan terasa semakin meriah. Suara dentumannya bahkan bisa Sobat dengar sejak pagi buta hingga tengah malam. Nah, sebenarnya tradisi menyalakan petasan saat Ramadan ini dimulai sejak kapan, ya? Sobat ada yang tahu?
Meski keberadaannya sering dirazia oleh aparat kepolisian, realitanya petasan mudah didapatkan di mana-mana, mulai dari pasar tradisional, toko mainan, hingga penjual di pinggir jalan. Jenisnya pun bermacam-macam, dari petasan bantingan, petasan berukuran kecil, hingga yang berukuran besar. Ada juga petasan yang dibuat sendiri dari gulungan kertas dan karbit.
Baca juga: Hindari Praktek Pungli, Tunjangan Jabatan Fungsional Penguji Kendaraan Bermotor Perlu Ditingkatkan
Sejak Abad ke-17
Mengutip dari Tradisinesia, Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra membahas soal tradisi petasan yang seperti identik dengan bulan puasa. Dia menyebut sejak abad ke-17, masyarakat Batavia (Jakarta) sudah biasa menyalakannya.
“Petasan itu, kalau menurut buku-buku lama, dikatakan bahwa di abad 17 itu sudah umum masyarakat Batavia masang petasan,” ungkap Yahya, Selasa (20/4/2021).
Masyarakat Tionghoa di Batavia
Menariknya, kebiasaan menyalakan petasan ini ternyata dipengaruhi oleh masyarakat Tionghoa di Batavia. Bukan di bulan Ramadan ya, Sob, mereka menyalakannya saat Hari Raya Imlek.
Suara petasan yang meriah dianggap cocok untuk menggambarkan suka cita dan kegembiraan. Nah, masyarakat Betawi ternyata juga ikut merasakan hal serupa. Mereka pun mengadopsi kebiasaan ini untuk merayakan hari spesial selain Tahun Baru Imlek.
“Maka, orang-orang Betawi itu terutama mengadopsi bakar petasan itu untuk memeriahkan hari-hari mereka, bentuk ekspresi kegembiraan mereka,” terang Yahya.
Sayangnya, tak ada catatan sejarah yang menunjukkan mulai kapan orang Nusantara, termasuk orang Betawi, menyalakan petasan di bulan Ramadan. Selain itu, tradisi ini sebenarnya sempat dilarang pada 1970-an karena dianggap berbahaya bagi anak-anak.
“Kalau bulan Ramadan (pada 1970-an) itu biasanya anak-anak dilarang main petasan, kecuali malam takbiran. Mereka lebih dianjurkan ada di masjid atau langgar,” lanjutnya.
Baca juga: Asal Mula Es Gempol Pleret Khas Sukoharjo, Terkenal sampai Jepara dan Semarang
Harus Diawasi Orang Tua
Meski begitu, tetap saja ada anak-anak yang bandel. Mereka pun menyalakan petasan di malam hari saat nggak banyak orang dewasa mengawasi. Maklum, di bulan Ramadan, stok petasan melimpah sehingga bisa dibeli dengan mudah dan harganya murah. Pada akhirnya, kebiasaan ‘anak-anak bandel’ inilah yang terus berlanjut hingga sekarang dan bunyi ledakan petasan membuat bulan puasa makin ramai.
Nah, di tempat tinggal Sobat Solopos, apakah tradisi menyalakan petasan saat Bulan Puasa masih sering dilakukan?