SoloposFM – Saat ini muncul dugaan kunjungan kerja (kunker) fiktif anggota DPR yang berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp.945 miliar. Dugaan kunker fiktif ini terungkap dari inisiatif yang dilakukan Fraksi PDIP DPR. PDIP meminta anggotanya membuat laporan hasil kunker dan kunjungan di masa reses. PDIP mendapat informasi dari Sekretariat Jenderal DPR soal hasil audit BPK. Dalam suratnya kepada fraksi-fraksi DPR, Setjen DPR menginformasikan tentang diragukannya keterjadian kunjungan kerja anggota DPR dalam melaksanakan tugasnya, sehingga potensi kerugian negara mencapai Rp.945 miliar.
Sejumlah fraksi menyatakan anggota fraksinya tidak terkait hal tersebut. Mulai dari Fraksi PKS, Fraksi Nasdem hingga Hanura. Fraksi Hanura mengakui, ada beberapa anggota DPR dari fraksinya yang belum menyerahkan laporan kunker tahun lalu. Padahal, partai sudah mengimbau para staf anggota DPR untuk melakukan verifikasi laporan kunker dengan benar.
Ketua BPK Harry Azhar Azis tak membantah adanya audit tersebut. BPK melakukan audit, bukan hanya kunjungan kerja, tapi seluruh keuangan DPR. Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri menunggu laporan atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait kunker perorangan anggota DPR yang diduga fiktif hingga berpotensi merugikan Negara.
Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR meyakini, anggota dewan sebenarnya menjalankan kunker sesuai aturan. Hanya saja, para anggota dewan ini terlalu malas untuk menyusun laporan secara lengkap setelah menerima duit. Mereka mau ambil duitnya, tapi tidak mau melaporkannya. Ada juga yang malas mempertanggungjawabkan. BURT adalah alat kelengkapan dewan DPR yang ikut mengawasi juga anggaran DPR di bawah kesekjenan. Laporan BPK tersebut telah diserahkan ke Kesetjenan DPR sebelum diteruskan ke 10 Fraksi di DPR.
Adanya temuan BPK tersebut tentu semakin mempertegas kualitas anggota DPR semakin buruk. Laporan BPK tersebut, merupakan fakta atas dugaan banyaknya anggota DPR yang tidak pernah mengunjungi daerah pemilihan pada saat reses, namun menyimpangkan anggarannya. Temuan BPK itu juga mematahkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) yang selalu diberikan BPK kepada DPR. Untuk itu, dugaan kunker fiktit ini harus serius ditelusuri, karena potensi kerugian Negara mencapai angka yang fantastis. Publik pun menanti jawaban agar tidak ada yang fiktif dari dana yang dipakai wakil rakyat.