SoloposFM – Eruspsi gunung berapi kembali memakan korban jiwa. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah Karo, Sumatera Utara menyatakan, terdapat sembilan orang terkena awan panas Gunung Sinabung, enam tewas dan tiga kritis dengan luka bakar terkena awan panas. Semua korban adalah warga Desa Gamber, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo yang berada di zona merah, saat Gunung Sinabung meletus disertai luncuran awan panas pada Sabtu (21/05/2016) lalu. Kejadian itu berlangsung saat masyarakat melakukan aktivitas sehari–hari di desa mereka yang memang berada dalam kawasan zona merah. Tidak diketahui secara pasti berapa banyak masyarakat yang berada di Desa Gamber saat kejadian luncuran awan panas.
Menurut pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, seharusnya tidak ada aktivitas masyarakat di Desa Gamber yang dinyatakan sebagai daerah berbahaya atau zona merah. Desa Gamber berada pada radius 4 km di sisi tenggara dari puncak kawah Gunung Sinabung. Berdasarkan rekomendasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Desa Gamber tidak boleh ada aktivitas masyarakat, karena berbahaya dari ancaman awan panas, lava pijar, bom, lapilli, abu pekat dan material lain dari erupsi. Namun sebagian masyarakat tetap nekat berkebun dan tinggal sementara waktu sambil mengolah kebun dan ladangnya. Alasan ekonomi adalah faktor utama yang menyebabkan masyarakat Desa Gamber tetap nekat melanggar larangan masuk ke desanya. Padahal, letusan disertai awan panas masih sering terjadi baik di sisi timur, tenggara dan selatan.
Sejak akhir Oktober 2014, Desa Gamber direkomendasikan sebagai daerah berbahaya dan masyarakatnya harus direlokasi ke tempat yang lebih aman. Sambil menunggu proses relokasi, maka masyarakat pun ditempatkan di hunian sementara. Namun, menurut BNPB, adanya keterbatasan lahan menyebabkan relokasi tidak dapat dilakukan secara cepat. Meskipun demikian, warga yang sudah dilarang kembali ke desa asal tidak seharusnya nekat tidak mengindahkan larangan itu dan masuk ke desa melalui jalur–jalur perladangan. Hal ini, menunjukkan bahwa masyarakat memang tidak mengindahkan imbauan dan larangan aparat sehingga nyawa menjadi taruhannya.
Kejadian naas ini memang disebabkan kelalaian masyarakat yang tidak memperhatikan faktor keamanan serta tidak mengindahkan imbauan dan rekomendasi aparat. Untuk itu, kesadaran masyarakat akan potensi bencana harus terus digalakkan. Jangan pernah menyepelekan potensi bencana, karena nyawalah yang menjadi taruhannya.