Radio Solopos – Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi orang Islam yang berakal, balig, sehat, dan tidak sedang bepergian jauh (musafir). Adapun untuk perempuan ditambah lagi satu syarat, yaitu suci dari hadas besar.
Umat Islam menjalani ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan, atau sekitar 29-30 hari.
Sejarah puasa dalam Islam sudah dimulai sejak sebelum turunnya wahyu diwajibkannya puasa Ramadhan. Pada tahun 622 Masehi, Nabi Muhammad dan umat Islam berhijrah dari Mekkah ke Madinah. Di Madinah, Nabi Muhammad mendapati orang-orang Yahudi berpuasa setiap tanggal 10 Muharram.
Orang-orang Yahudi menyatakan bahwa pada 10 Muharram Allah SWT menyelamatkan Nabi Musa dan kaumnya dari Firaun. Sebagai tanda syukur kepada Allah, Nabi Musa berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Atas dasar itulah, datang perintah puasa dari Nabi Muhammad untuk umat Islam pada setiap tanggal 10 Muharram.
Asal-usul puasa Ramadhan dimulai pada bulan Sya’ban tahun 2 Hijriah atau sekitar tahun 624 Masehi. Saat itu, sekitar 18 bulan setelah Nabi Muhammad tinggal di Madinah, turunlah wahyu yang mewajibkan puasa di bulan Ramadhan.
Perintah puasa wajib di bulan Ramadhan terdapat dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 183, yang artinya berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Sejarah puasa di bulan Ramadhan juga dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 185.
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu mendapati bulan itu, maka berpuasalah…” (QS Al-Baqarah: 185).
Awal mula praktik puasa
Pada awalnya, umat Islam diwajibkan berpuasa dari malam hari sampai waktu Magrib. Ketika berbuka di waktu Magrib, umat Islam diperbolehkan makan, minum, dan melakukan hubungan suami-istri.
Setelah melakukan salat Isya dan tidur, mereka harus menahan nafsu hingga tiba saatnya waktu berbuka.
Praktik berpuasa seperti itu ternyata menyulitkan umat Islam, sehingga tidak sedikit yang batal puasanya. Peristiwa itulah yang menjadi latar belakang turunnya kewajiban puasa Ramadhan seperti sekarang ini, dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Perintah itu dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 187, yang artinya berbunyi, “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan isterimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf1 dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.”