• Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks
Radio Solopos FM
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks
No Result
View All Result
Radio Solopos FM
No Result
View All Result
Home Opini

Seabad Ki Narto Sabdo

Aris Setiawan

Abu Nadzib by Abu Nadzib
19 September 2025
in Opini
Reading Time: 4 mins read
0
A A
0
ki narto sabdo wayang kulit

Ari Setiawan (Istimewa)

Radio Solopos — Pada 25 Agustus 2025, dunia seni Jawa memperingati satu abad kelahiran Ki Narto Sabdo (1925-1985), sang maestro dan figur transformatif dalam dunia karawitan.

Menurut Waridi (2005), ia salah satu dari tiga pilar utama karawitan pascakemerdekaan, khususnya pada periode 1950-an hingga 1970-an [setelah Ki Martopengrawit dan Ki Tjokrowasito], yang tidak dapat dilepaskan dari orientasi artistik yang nyleneh.

Ki Martopengrawit berfokus pada pelestarian dan teoretisasi garap klasik keraton. Ki Tjokrowasito pelopor pembaruan artistik. Ki Narto Sabdo menjadi komunikator dan populisator.

Ia secara sadar “membumikan” gending-gending kepada khalayak umum, secara produktif menambah perbendaharaan repertoar dengan corak yang lebih ciamik dan mudah diakses. Lebih penting lagi: laris manis.

Baca Juga

Angkutan Umum Mati Suri, Harhubnas Sekadar Seremoni

Angkutan Umum Mati Suri, Harhubnas Sekadar Seremoni

16 September 2025
gen z generasi abai

Anak-anak Era 15 Detik

16 September 2025
Memaknai Slogan dan Langgam Sukoharjo Makmur dalam Semangat Demokrasi dan Pengawasan

Memaknai Slogan dan Langgam Sukoharjo Makmur dalam Semangat Demokrasi dan Pengawasan

3 September 2025
kekerasan di sekolah

Menghapus Siklus Kekerasan di Sekolah

14 July 2025

Pendekatan estetika Ki Narto Sabdo terbentuk secara signifikan oleh latar belakang kehidupan. Pengalaman panjang sebagai pengrawit dalam berbagai kelompok pertunjukan tobong sejak 1936, seperti Wayang Orang Sri Cahyamulya dan Ketoprak Langen Wanodya, memberi pemahaman komprehensif mengenai selera dan apresiasi masyarakat di luar kungkungan istana.

Interaksi intens dengan audiens berbagai kalangan membentuk kepekaan dalam menciptakan karya-karya yang komunikatif bagi publik.

Puncaknya adalah ketika ia bergabung dengan Wayang Orang Ngesti Pandawa pada November 1945. Ia kemudian dipercaya menjadi pemimpin karawitan.

Ki Narto Sabdo mendirikan perkumpulan karawitan Condhong Raos pada 1 April 1969 di Semarang sebagai wadah merealisasikan gagasan musikal.

Kelompok ini berfungsi sebagai laboratorium sekaligus medium utama eksplorasi musikal kreatif, menyajikan interpretasi baru atas repertoar yang ada, serta memperkenalkan komposisi-komposisi orisinal.

Melalui Condhong Raos yang didukung pengrawit-pengrawit unggulan dari berbagai daerah, ia membangun identitas garap segar yang oleh masyarakat kemudian dikenal sebagai “gaya Condhong Raosan”.

Salah satu metode kekaryaan yang menonjol adalah membongkar atau reinterpretasi bentuk-bentuk gending yang telah mapan. Pada struktur ladrang, ia menciptakan versi baru seperti Pangkur Gala-Gala atau Pangkur Padhang Bulan dari repertoar Ladrang Pangkur, sekaligus mengolah kembali garap vokal.

Ia menyusun aransemen vokal bersama pada bagian irama tanggung yang secara tradisi jarang ada. Hal itu menjadikan nuansa gending lebih dinamis. Ia juga memberikan perhatian khusus pada struktur ketawang.

Aspek vokal pada bentuk ini ia kembangkan sehingga melahirkan variasi-variasi interpretasi baru. Pengembangan ini bergerak ke arah penciptaan langgam, seperti pada karya Ketawang Melati Rinonce.

Karya ini secara musikal sebenarnya merupakan interpretasi karawitan dari lagu keroncong populer Rangkaian Melati. Laku kerja yang demikian menarasikan kemampuan melakukan fusi antara idiom karawitan dengan genre musik populer lainnya.

Selain mengolah repertoar klasik, Ki Narto Sabdo merevitalisasi lagu-lagu dolanan anak. Tembang-tembang seperti Sluku-Sluku Bathok dan E Dhayohe Teka, yang semula berfungsi hanya dalam konteks permainan anak-anak, diaransemen ulang menjadi sajian karawitan utuh.

Dengan melodi yang dikembangkan dan teks yang diinterpretasi ulang, lagu-lagu tersebut dapat dinikmati dalam konteks pertunjukan karawitan untuk audiens dewasa. Produktivitasnya sangat tinggi, khususnya dalam struktur lancaran.

Ia menciptakan komposisi serta memperkenalkan garap dangdutan pada sekitar tahun 1970-an sebagai respons terhadap popularitas musik dangdut.

Inovasi pada gending, katakanlah Aja Dipleroki, menjelaskan kemampuan menyerap pengaruh genre musik populer pada masanya dan mengolah ke dalam medium gamelan beraroma anyar.

Reflektif

Kiprah Ki Narto Sabdo di dunia pedalangan juga patut dipertimbangkan. Sebagai dalang, ia sering memasukkan gending-gending karyanya sendiri ke dalam berbagai jejeran dan adegan.

Ia menciptakan sulukan (vokal dalang) dengan melodi yang mudah diingat dan lirik reflektif terhadap kehidupan sehari-hari. Gaya mendalang lebih santai dan komunikatif.

Ia memilih keberpihakan pada penonton daripada mempertahankan formalitas pakeliran tradisi yang kaku. Dihujat tentu saja, namun bukankah karya besar senantiasa lahir dari cibiran dan penolakan?

Justru dari sanalah lahir dialektika kreatif yang mengukuhkan karya-karyanya sebagai jembatan antara tradisi dan modernitas pada masanya.

Pengaruh Ki Narto Sabdo terhadap dunia karawitan Jawa modern dapat dilacak pada banyak kelompok gamelan di luar istana hingga saat ini.

Gaya Condhong Raosan, dengan ciri vokal bersama yang kompak dan penekanan pada melodi pokok, banyak diadopsi oleh grup-grup di sekolah, kampus, maupun komunitas gamelan.

Gending-gending ciptaannya menjadi materi standar latihan dan pertunjukan. Ia berhasil memperkaya dunia karawitan dengan karya-karya yang memiliki daya sebaring dengan zamannya.

Dengan kata lain, Ki Narto Sabdo memiliki kecerdasan menangkap gelombang budaya populer kala itu dan mentransformasikan menjadi bahasa musikal gamelan yang eksentrik.

Semangat eksperimentatif bersama Condhong Raos mirip dengan praktik kolaborasi lintas genre yang marak saat ini. Ia membuktikan sebuah kelompok kesenian dapat berfungsi sebagai ruang riset artistik yang aktif.

Model semacam ini idealnya dapat menginspirasi kelompok-kelompok seni muda untuk menjadi lebih daripada sekadar pelaksana repertoar (penjaga tradisi), tetapi juga sebagai laboratorium yang menghasilkan warna dan bentuk-bentuk baru yang lebih segar dan menarik.

Keputusan Ki Narto Sabdo memopulerkan dan memperbarui gending-gending tradisi dapat dilihat sebagai sebuah strategi visioner. Pada era digital sekarang, ketika perhatian publik sangat terfragmentasi, metode “pembumian” menjadi sangat penting.

Upaya menjadikan karawitan lebih mudah dicerna tanpa kehilangan esensi artisti dapat diolah sebagai inspirasi bagi generasi muthakir untuk membuat konten-konten tradisi yang menggigit bagi algoritma media sosial.

Peringatan seabad Ki Narto Sabdo tentu tak hendak semata-mata mengenang jasanya yang telah lampau, melainkan lebih tentang merayakan warisan metodologi kreatif yang masih sangat relevan hingga kini.

Visi menjadikan karawitan sebagai seni hidup yang berinteraksi dengan zaman, melampaui artefak yang dikurasi di ruang elite, adalah pesan abadi yang patut diteruskan.

Dalam konteks kekinian, batas antara genre musik semakin kabur dan selera audiens terus berubah. Pendekatan Ki Narto Sabdo yang luwes dan berani bereksperimen menjadi semacam kompas.

Ia mengajarkan bahwa kesetiaan pada tradisi bukan berarti menolak perubahan, tetapi justru merespons dengan kreativitas,sehingga tradisi tetap bernapas dan berarti bagi masyarakat.

Warisan terbesar Ki Narto Sabdo tentu bukan pada koleksi gending-gending yang jumlahnya ratusan itu, melainkan pada keberanian membongkar dikotomi “tinggi-rendah” dalam berkesenian.

Ia membuktikan kompleksitas artistik dan daya tarik populer bukanlah dua kutub yang bertolak belakang, melainkan dapat disinergikan untuk melahirkan bentuk-bentuk ekspresi baru dan powerful.

Semangatnya mengajak kita tak takut menjadikan gamelan sebagai bahasa yang mampu berdialog dengan segala macam pengaruh. Melihat geliat berbagai komunitas karawitan kini, katakanlah dalam model campur sari dan klenengan gamelan di kampung-kampung, dapat dikatakan jiwa “Condhong Raosan” masih menyala.

Ki Narto Sabdo telah meletakkan fondasi yang kuat, kini adalah tugas generasi selanjutnya terus berinovasi, menjawab tantangan zaman dengan visi yang sama visionernya. Semoga.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 28 Agustus 2025. Penulis adalah etnomusikolog dan pengajar di ISI Solo)

Tags: dalangwayang kulitki narto sabdo
Previous Post

Mantan Kepala Disdagperin Boyolali Dijebloskan ke Lapas Kedungpane, Terkait Kasus Pasar Hewan Cepogo

Related Posts

sumanto wayang kulit pangeran benowo

Peduli Wayang Kulit, Sumanto Jadi Host Bincang Budaya dengan Pangeran Benowo

by Abu Nadzib
22 July 2025
0

Radio Solopos - Ketua DPRD Jateng Sumanto dikenal sebagai sosok yang peduli dengan budaya Jawa, khususnya wayang kulit....

regenerasi dalang ketua dprd jateng

Rutin Menggelar Pertunjukan Wayang Kulit, Sumanto: Harus Ada Regenerasi Dalang

by Abu Nadzib
20 May 2025
0

Radio Solopos -- Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto termasuk salah satu tokoh yang memiliki perhatian untuk regenerasi dalang....

Ajak Anak Muda Cintai Wayang Kulit, Sumanto Kumpulkan 45 Dalang di Karanganyar

Ajak Anak Muda Cintai Wayang Kulit, Sumanto Kumpulkan 45 Dalang di Karanganyar

by Intan Nurlaili
1 February 2024
0

Radio Solopos - Kepedulian terhadap kesenian wayang kulit ditunjukkan Ketua DPRD Jawa Tengah Sumanto. Politisi PDI Perjuangan tersebut...

“Semar Mbangun Kayangan” di Balai Kota Solo

“Semar Mbangun Kayangan” di Balai Kota Solo

by Redaksi
29 July 2019
0

SoloposFM, Pagelaran wayang kulit dengan lakon "Semar Mbangun Kahyangan" menghibur masyarakat yang bermalam minggu di Pendaphi Gedhe Balaikota...

Load More

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No Result
View All Result
ki narto sabdo wayang kulit

Seabad Ki Narto Sabdo

19 September 2025
korupsi boyolali

Mantan Kepala Disdagperin Boyolali Dijebloskan ke Lapas Kedungpane, Terkait Kasus Pasar Hewan Cepogo

19 September 2025
ofero kirana solo

Bikin Family Adventure Seru di Balekambang, Ofero Kirana Solo Launching Galaxy 5 Lit

18 September 2025

Berita Terpopuler

  • Svarga Timboa, Permata Tersembunyi di Lereng Merbabu

    Svarga Timboa, Permata Tersembunyi di Lereng Merbabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perkembangan Telepon Seluler Sejak 1990-an Sampai Sekarang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 15 Ide Outfit Skena yang Bikin Tampilan Lebih Nyentrik!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Joki Pinjol dan Joki Galbay, Masyarakat Diminta Waspada

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Grand Opening Samsung Premium Store Di Keratonan Solo, Bertabur Promo Sob!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Radio Solopos FM

© 2025 Radio Solopos.

Navigate Site

  • About Us
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Contact

Follow Us

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks

© 2025 Radio Solopos.