Radio Solopos, OPINI — TikTok telah menjadi fenomena global yang juga mengubah lanskap ekonomi digital di Indonesia. Dengan lebih dari 92 juta pengguna aktif bulanan pada 2024, TikTok bukan sekadar platform hiburan, melainkan kanal pemasaran yang sangat penting bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Fitur seperti TikTok Shop dan TikTok Live memungkinkan UMKM menjual produk secara langsung, membangun komunitas pembeli, dan menciptakan pengalaman belanja interaktif.
UMKM memanfaatkan algoritma TikTok yang dapat membuat produk mereka viral dalam waktu singkat, meningkatkan visibilitas, dan menambah omzet secara signifikan. Survei Kementerian Koperasi dan UKM 2024 menyebutkan bahwa sekitar 40% UMKM digital Indonesia menggunakan TikTok sebagai kanal utama penjualan, dengan rata-rata omzet bulanan per penjual mencapai Rp20 juta-Rp30 juta.
Namun, pada 3 Oktober 2025, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan TikTok, termasuk fitur Live, karena dugaan pelanggaran hukum terkait perjudian online dan ketidakpatuhan regulasi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Keputusan ini menimbulkan dilema besar: perlindungan publik versus dampak ekonomi nyata pada UMKM yang bergantung pada platform tersebut.
Dampak awal terlihat dari penurunan omzet 30%–50% dalam bulan pertama pascapembekuan dan hilangnya momentum interaksi langsung dengan konsumen. Banyak pelaku UMKM merasa terhenti dalam ekspansi digital, sementara kreator konten yang bekerja sama dengan mereka kehilangan sumber pendapatan.
Fenomena ini menekankan pentingnya ketahanan digital UMKM, kesiapan multi-platform, dan perlunya regulasi yang tidak membunuh ekosistem kreatif.
Motor Ekonomi Kreatif
TikTok bukan sekadar media sosial; platform ini telah menjadi motor bagi ekonomi kreatif Indonesia. Berdasarkan data Bekraf 2024, ekonomi kreatif menyumbang sekitar 7,4% dari PDB nasional, dengan subsektor digital dan konten kreatif tumbuh paling cepat. Kreator konten, influencer, dan UMKM kreatif menggunakan TikTok untuk memasarkan produk, membangun brand, dan mengedukasi konsumen.
Fitur live commerce memungkinkan penjual menunjukkan produk secara real-time, berinteraksi dengan audiens, dan menciptakan urgensi pembelian melalui flash sale atau giveaway. Studi Katadata 2023 menunjukkan bahwa engagement TikTok Live tiga kali lebih tinggi dibanding Instagram Live untuk kategori fesyen dan produk konsumsi.
Keberhasilan TikTok Shop memberikan bukti empiris mengenai pengaruh platform digital terhadap perluasan pasar UMKM. Banyak usaha mikro yang sebelumnya hanya menjual secara lokal kini mampu menjangkau konsumen di seluruh Indonesia bahkan ke pasar internasional.
Melalui fitur TikTok Live, UMKM dapat melakukan promosi interaktif, mendemonstrasikan produk secara real-time, serta memanfaatkan algoritma rekomendasi yang menempatkan konten mereka di hadapan audiens potensial.
Fenomena ini menunjukkan bagaimana digitalisasi distribusi dan pemasaran memungkinkan UMKM meningkatkan skala operasional tanpa harus menambah infrastruktur fisik, sejalan dengan prinsip ekonomi digital yang menekankan efisiensi dan penetrasi pasar berbasis teknologi.
Contoh konkret dampak positif TikTok Live dapat dilihat pada produsen kerajinan tangan di Yogyakarta yang melaporkan peningkatan omzet hingga empat kali lipat dalam enam bulan. Peningkatan ini tidak hanya berasal dari volume penjualan, tetapi juga dari interaksi yang meningkatkan loyalitas konsumen dan nilai tambah bagi produk.
Demikian pula, usaha fesyen kecil di Bandung berhasil menjual ribuan produk ke berbagai provinsi di Pulau Jawa dan Sumatera berkat viral challenge TikTok, yang memanfaatkan fenomena social proof dan partisipasi audiens dalam konten kreatif. Data ini menegaskan peran penting platform digital dalam memperluas jangkauan pasar dan mempercepat pertumbuhan ekonomi kreatif di tingkat lokal dan nasional.
Namun, keberhasilan tersebut juga menimbulkan risiko strategis yang signifikan. Ketergantungan UMKM pada satu platform digital membuat bisnis rentan terhadap perubahan regulasi, kebijakan platform, atau gangguan teknis. Saat pembekuan TikTok Live terjadi, banyak UMKM yang tidak memiliki saluran alternatif menghadapi potensi gangguan operasional serius, termasuk penurunan omzet dan hilangnya pelanggan loyal.
Dampak serupa juga dirasakan kreator konten yang sebelumnya mendapatkan penghasilan melalui kolaborasi promosi, yang kini terganggu. Fenomena ini menekankan pentingnya strategi diversifikasi platform dan manajemen risiko digital bagi keberlanjutan UMKM dalam ekosistem ekonomi kreatif yang semakin tergantung pada teknologi.
Dampak Penutupan
Dampak penutupan TikTok terhadap UMKM dan kreator digital di Indonesia bersifat multidimensi dan langsung terasa pada performa penjualan. Salah satu dampak paling nyata adalah penurunan omzet dan hilangnya pelanggan loyal. Setelah pembekuan fitur TikTok Live, banyak UMKM melaporkan penurunan omzet antara 30%–50% hanya dalam bulan pertama.
Penurunan ini terutama terjadi pada UMKM yang sebelumnya sangat bergantung pada interaksi real-time dengan konsumen, di mana sesi live memungkinkan demonstrasi produk, sesi tanya jawab, dan promosi interaktif. Pelanggan yang terbiasa membeli melalui sesi ini kini kehilangan saluran komunikasi yang interaktif, sehingga menimbulkan potensi penurunan kepercayaan dan loyalitas terhadap merek.
Selain dampak langsung terhadap penjualan, UMKM menghadapi kesulitan adaptasi terhadap platform alternatif. Beberapa pelaku usaha mencoba beralih ke platform lain seperti Shopee, Tokopedia, Instagram Live, atau website toko online pribadi. Namun, transisi ini tidak sederhana. Algoritma rekomendasi dan sistem interaksi yang berbeda membuat jangkauan pasar lebih terbatas, sementara biaya promosi dan iklan digital cenderung lebih tinggi.
Interaksi dengan audiens juga tidak seintuitif TikTok Live, sehingga banyak UMKM harus mengeluarkan sumber daya tambahan untuk membangun kembali engagement. Dalam banyak kasus, hasil yang diperoleh belum tentu sebanding dengan efektivitas TikTok, menimbulkan tekanan finansial dan operasional yang signifikan.
Dampak penutupan TikTok juga meluas pada ekosistem ekonomi kreatif. Ekosistem ini bersifat saling terkait, melibatkan kreator konten, fotografer, editor, influencer, dan penyedia jasa digital lainnya. Ketika UMKM kehilangan saluran pemasaran, para kreator mengalami penurunan pendapatan dari kolaborasi promosi, proyek kreatif berkurang, dan kapasitas inovasi menurun.
Kondisi ini menunjukkan bahwa gangguan pada satu platform digital utama tidak hanya berdampak pada pelaku usaha, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem kreatif yang menjadi pendorong utama ekonomi digital di Indonesia.
Jika pembekuan berlangsung dalam jangka panjang, muncul risiko strategis dan struktural bagi UMKM dan ekosistem kreatif. Pertama, UMKM berpotensi kehilangan pangsa pasar dan pelanggan loyal yang selama ini menjadi basis pendapatan tetap. Kedua, ekspansi bisnis ke pasar nasional atau bahkan internasional akan terhambat karena hilangnya akses ke platform dengan jangkauan luas.
Ketiga, kreator digital dan tenaga kreatif yang bergantung pada kolaborasi promosi bisa berpindah ke platform lain atau meninggalkan industri, yang berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi konten kreatif. Keempat, kelemahan ekosistem kreatif lokal dapat menurunkan inovasi, daya saing, dan kemampuan Indonesia untuk memanfaatkan peluang ekonomi digital secara optimal.
Secara keseluruhan, penutupan TikTok menekankan ketergantungan strategis UMKM pada satu platform digital. Dampak ini menunjukkan perlunya strategi diversifikasi kanal penjualan, penguatan kapasitas literasi digital, dan kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, platform digital, dan pelaku UMKM untuk memastikan keberlangsungan bisnis dan ekosistem kreatif di tengah perubahan regulasi atau gangguan teknologi.
Penutupan TikTok memberikan pelajaran berharga bahwa ketergantungan pada satu platform digital dapat menjadi risiko strategis bagi UMKM dan ekosistem kreatif. Namun, tantangan ini juga membuka peluang untuk beradaptasi dan berinovasi. UMKM perlu memandang momen ini sebagai kesempatan untuk diversifikasi kanal penjualan, meningkatkan literasi digital, dan memperkuat ekosistem kreatif.
Seperti kata pepatah bijak, “Bukan arah angin yang menentukan tujuan, tetapi bagaimana kita menyesuaikan layar kapal.” Kreativitas, ketekunan, dan kemampuan beradaptasi menjadi kunci agar bisnis tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di tengah perubahan regulasi dan teknologi.
Kolaborasi antara pemerintah, platform digital, dan pelaku UMKM menjadi sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang adil, inovatif, dan berkelanjutan. Kesulitan yang muncul dari penutupan TikTok seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat kapasitas digital, membangun inovasi, dan memanfaatkan peluang baru. Sebagaimana kata Albert Einstein, “Dalam tengah setiap kesulitan tersembunyi kesempatan.”
Dengan pendekatan yang tepat, UMKM dan kreator digital dapat menjadikan setiap tantangan sebagai pijakan untuk pertumbuhan yang lebih besar, sehingga ekonomi kreatif Indonesia tetap tangguh, inklusif, dan progresif.
(Payamta, Pengamat Ekonomi dari UNS. Opini ini telah terbit di Espos.id (Grup Radio Solopos) pada 14 Oktober 2025)














