SoloposFM–Status Ahok yang menyandang status gubernur menuai polemik. Di satu sisi ia didakwa dengan pasal alternatif yang diancam maksimal 4,5 tahun penjara atau maksimal 5 tahun penjara. Di sisi lain, UU Pemda mensyaratkan kepala daerah yang didakwa minimal 5 tahun penjara diberhentikan.
Namun persoalan pengaktifan maupun penonaktifan Ahok dari jabatan Gubernur ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Ada interpretasi hukum yang berbeda dalam persoalan ini.
Ada pendapat yang menyatakan tegas bahwa tidak ada alasan untuk memberhentikan Ahok dari jabatan Gubernur DKI. Sebab Ahok didakwa dengan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 4 tahun penjara dan Pasal 156 a yang ancaman hukumannya paling lama 5 tahun penjara. Di mana syarat pemberhentian sementara adalah ancaman minimal 5 tahun penjara.
Pendapat lain, menafsirkan Ahok harusnya diberhentikan karena klausul Pasal 83a terpenuhi dengan dua kemungkinan, pidana yang diancam paling singkat 5 tahun atau tindakan yang membelah masyarakat.
“Saya pro Ahok. Dengan kinerjanya, menurut saya segera diputuskan, diadili/pidana, beri hukuman, bila sudah keluar penjara, buka lembaran baru, sukses untuk Ahok.”ujar Sri Almi, warga Sragen lewat pesan singkat yang dikirimkannya kepada SoloposFM.
Tak hanya Sri Almi, seorang warga Jebres bernama Agus juga mengirimkan pendapatnya kepada SoloposFM, ia berpendapat bahwa Ahok seharusnya dinonaktifkan dari jabatannya karena telah melakukan pelanggaran hukum atau penistaan agama.
Pembahasan diatas telah diudarakan dalam Dinamika 103 edisi Selasa (14/02/2017) . Berbagai tema terhangat disajikan dan dibahas dalam Dinamika 103 yang tayang setiap Senin-Sabtu pukul 08.00-09.00 WIB di Solopos FM. Masyarakat dapat berpartisipasi melalui SMS/WA 081226103103 atau telpon 0271-739367/739389.
[Nicken Kharisma]