SoloposFM — Masa operasi PT Freeport Indonesia di Papua sudah mencapai 50 tahun alias setengah abad. Pemerintah merasa, sudah saatnya Indonesia memiliki 51% saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS).
Namun Klausul Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diajukan pemerintah ditolak Freeport, karena ada kewajiban divestasi saham 51%. Freeport hanya mau divestasi hingga 30% dan tidak mau menyerahkan saham mayoritasnya ke Indonesia.
Pihak Freeport mengancam akan membawa masalah ini ke Arbitrase Internasional, bila tidak ada titik temu. Pemerintah menyatakan siap menghadapi gugatan tersebut. Pemerintah ingin agar jangan sampai bangsa Indonesia direndahkan.
“Freeport sudah lama kontrak mengeksploitasi di Papua. Freeport tidak bisa dianggap enteng. Setiap ganti pimpinan pemerintah selalu muncul masalah baru. Sebenarnya masalah Freeport ini gambaran dari bangsa kita yang terlambat membentuk ESDM mumpuni.”ujar Sri Almi, salah seorang warga Sragen kepada SoloposFM.
Tak hanya Sri Almi, Shinta yang juga warga Sragen mengatakan melalui pesan singkat kepada SoloposFM “Freeport itu pertaruhan pemerintahan Jokowi, wong tambang di Indonesia ya harus menguntungkan rakyat Indonesia.”
Selain itu warga yang kerap disapa Mami Anjani, mengatakan bahwa dirinya setuju tentang keputusan pemerintah. Menurutnya bagi yang tidak mau menghormati aturan negara maka hengkang saja.
Pembahasan diatas telah diudarakan dalam Dinamika 103 edisi Jumat (24/02/2017) . Berbagai tema terhangat disajikan dan dibahas dalam Dinamika 103 yang tayang setiap Senin-Sabtu pukul 08.00-09.00 WIB di Solopos FM. Masyarakat dapat berpartisipasi melalui SMS/WA 081226103103 atau telpon 0271-739367/739389.
[Nicken Kharisma]