SOLOPOS FM – Gaung Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Solo yang akan digelar pada September 2020 mendatang sudah terasa oleh masyarakat Kota Solo saat ini. Pentas Ketoprak Ngampung Balekambang yang bercerita tentang perseteruan dua calon lurah dihadirkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di Simpang Tiga Tugu Gentong, Jl. Latar Putih, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Minggu (8/12) malam.
Ketua Bawaslu Kota Solo, Budi Wahyono, saat ditemui Espos, mengatakan sejak Pemilihan Umum (Pemilu) bulan April lalu, sosialisasi yang digelar oleh Bawaslu selalu menggunakan cara-cara unik dan terjun langsung ke masyarakat. Menurutnya, kegiatan Gelar Budaya pentas ketoprak itu merupakan cara menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya pengawasan partisipatif bersama Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu fungsi pengawasan. Menurutnya, Bawaslu tidak bisa menjalankan pengawasan sendiri namun harus bersinergi dengan masyarakat untuk mewujudkan Pilwalkot 2020 yang berkualitas. Menurutnya, pendekatan melalui kesenian seperti pentas ketoprak, lomba mural, dan merangkul berbagai komunitas, pesan-pesan yang disampaikan lebih mengena.
“Salah satu tugas Bawaslu dalam UU No.7/2017 tentang Pemilu, Bawaslu ditugaskan mencegah praktik politik uang juga mengawasi netralitas pihak-pihak yang dilarang. Lewat pentas ketoprak ini saya harapkan masyarakat sadar dalam ikut mencegah apabila ada praktik transaksional politik uang,” ujar Budi.
Menurutnya, apabila masyarakat menemukan praktik politik uang dapat melaporkan ke Panitia Pengawas Kelurahan, Kecamatan, atau Bawaslu Kota Solo. Ia beraharap Pilwalkot 2020 bebas dari narasi politik negatif, tanpa hoaks, dan berbagai ujaran kebencian. Ia menambahkan saat ini Bawaslu sudah mencanangkan kelurahan anti politik uang yakni Kelurahan Sondakan, Karangasem, dan Laweyan. Menurutnya, ke depan sebelas kelurahan turut dideklrasikan sebagai kelurahan anti politik uang.
Sutradara Pementasan Ketoprak Balekambang, Dwi Mustanto, mengatakan pentas ketoprak bercerita tentang dua calon lurah yang berseteru menjelang hari pemilihan. Menghalalkan segara cara dua calon lurah itu menyebar berita hoaks, ujaran kebencian, dan menjalankan praktik politik uang. Berbagai larangan dilanggar dikarenakan masih ada anggapan bahwa cara licik itu boleh dilakukan selama tidak ketahuan oleh Bawaslu. Namun, di tengah peseteruan keduanya anak masing-masing pasangan calon lurah memiliki hubungan spesial. Hingga akhirnya, pasangan kekasih itu memilih melarikan diri karena tak direstu akibat perseteruan keduanya. Cerita berakhir ketika malam menjelang hari pemilihan, keduanya akhirnya menikah. Pasangan calon lurah pun akhirnya menjadi besan yang saling mendukung.
“Judul cerita Dudu Godong Koro ning Godong Klopo, Dudu Wani Piro ning Isoh Opo yang berarti bukan berapa nominal uang yang akan diberikan tetapi program apa yang ditawarkan oleh peserta pemilu. Pesan dalam cerita ini yakni jangan ada pikiran boleh melanggar peraturan selama tidak ketahuan,” ujar Mus sapaan akrabnya.
Camat Laweyan, Endang Sabar Widiasih, mengatakan politik uang itu bukan hal yang asyik seperti slogan Bawaslu. Ia meminta masyarakat jangan terpengaruh dalam Pilwalkot 2020 mendatang apabila ada oknum-oknum yang menawarkan sejumlah uang untuk memilih pasangan calon (paslon) tertentu.
Dalam pementasan itu Bawaslu turut menyerahkan hadiah lomba mural yang digelar di Jl. Parang Kesit pada Minggu (8/12) pagi. Tim Surgawi keluar sebagai juara pertama disusul Tim Menang sebagai juara kedua, dan Tim Unknown sebagai juara ketiga. (Ichsan Kholif Rahman)