SoloposFM, Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jamal Wiwoho, berkomitmen mengusut tuntas praktik kekerasan yang terjadi di kampusnya. Hal ini menyusul kasus kematian peserta diklat KMS Menwa 2021, Gilang Endi Saputra. Rektor juga siap menindaklanjuti informasi dugaan kekerasan KMS pada tahun-tahun sebelumnya.
Belakangan mahasiswa turut menuntut kampus mengusut kasus diklat Resimen Mahasiswa (Menwa) UNS tahun 2013 yang diduga menelan korban jiwa.
Dalam era keterbukaan informasi, Rektor mengaku tak akan menutup-nutupi proses pengusutan dugaan kekerasan yang konon telah mengakar di Menwa. Jamal mengatakan UNS proaktif menggali data tambahan ihwal dugaan kekerasan Menwa di masa lampau.
Baca juga : Antisipasi Mobilitas Nataru, Pengamat transportasi : Lokasi Wisata Akan Jadi Tujuan, Pastikan Prokesnya!
Rektor menegaskan kampus tak memberikan toleransi sedikit pun pada praktik kekerasan seperti yang terjadi di diklat Resimen Mahasiswa (Menwa). Jamal mengatakan kalangan akademik, khususnya mahasiswa dan lulusan UNS, mestinya dapat menjadi teladan yang baik.
Pengawalan Kasus
Desakan untuk pengusutan tuntas kasus ini juga muncul dari mahasiswa. Setidaknya ada dua aksi besar yang digalang mahasiswa UNS. Pertama yakni aksi penyalaan 100 lilin dan doa bersama di Boulevard UNS, 26 Oktober 2021. Terakhir, ratusan mahasiswa mendatangi Gedung Rektorat UNS untuk menanyakan sejauh mana kelanjutan pengusutan kasus diklat maut sekaligus menagih sikap tegas kampus.
Zakky Musthofa, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (BEM UNS) 2021 dalam program Dinamika, Selasa (9/11/2021), menegaskan pihaknya mengutuk keras tindakan tersebut.
Baca juga : KPP Cilacap Blokir Rekening Wajib Pajak
“Sudah bukan budayanya. Dan dua pihak terkait harus bertanggungjawab. Pertama adalah kampus yang memberikan ijin kegiatan yang didalamnya ada tindak kekerasan. Kampus harus bisa transparan, memberikan sanksi kelembagaan maupun individu mahasiswanya. Kedua kepada pihak Menwa. Meraka kan diajarkan menjadi ksatria. Maka harus gentle, mereka mengakui kesalahan,” ungkap Zakky.
BEM UNS menurut Zakky akan mendukung penuh proses penegakan hukum. Selain juga membuat tim pencari fakta sebagai pembanding.
“Kampus sudah memiliki tim evaluasi, pencari fakta dll. Maka teman-teman mahasiswa punya tim juga agar ada fakta pembanding. Kami juga menuntut kampus untuk lebih hadir melakukan pengawasan setiap kegiatan kemahasiswaan. Harus ada SOP yang jelas terkait kegiatan yang berpotesi kekerasan,” pungkas Zakky.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam program Dinamika, Selasa (9/11/2021), terbelah opininya dalam menyikapi penghapusan kekerasan di kampus. 50% Sobat Solopos mengaku kekerasan akan tetap sulit dihindarkan dari kampus. Sedangkan 50% sisanya mengaku optimis kekerasan akan dapat dihapuskan dari kampus.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Kalau harapan saya, harusnya bisa dan di semua institusi pendidikan. Jangan sampai ada lagi kejadian yang memakan korban. Apapun kegiatan dan organisasinya. Sebagai ortu jadi lebih was-was kalau mau memberi ijin ke anak. Yang jelas setahu saya yang diklatnya ada semi militer itu Bantara, dan juga PBB (paskibraka). Semoga segera terselesaikan, dan dibenahi,” ungkap Nur Syamsiah.
“Menurut saya kekerasan bisa dihapuskan dari kampus. Tapi butuh pengawasan ketat agar benar-benar hilang aksi kekerasan di kampus. Kasus Menwa ini bisa jadi titik balik dan evaluasi pihak kampus bagaimana mengawal dan memberikan izin kegiatan dalam organisasi. Secara keseluruhan, bukan hanya UNS saja,” tulis Rudi.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]