SoloposFM, Pandemi Covid-19 tak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga mengubah tatanan kehidupan, termasuk dunia kerja. Keberadaan virus corona memaksa para pekerja untuk tak lagi bekerja dari kantor, melainkan bekerja dari rumah alias work from home (WFH)
Di satu sisi, bekerja dari rumah dapat melindungi diri dari virus corona dan membuat pekerja tidak perlu menghabiskan waktu di jalan dengan bermacet-macetan. Namun, di sisi lain, WFH justru meningkatkan fenomena burnout pada karyawan.
Bekerja dari rumah membuat orang mesti beradaptasi kembali dengan pekerjaan dan lingkungan untuk bekerja. Proses ini dapat meningkatkan stres. Selain itu, saat bekerja dari rumah, seseorang cenderung sulit untuk membagi pekerjaan kantor dan pekerjaan rumah.
Baca juga : UMP 2022, SPSI Solo : 80 Persen Pendapatan Buruh Tergerus Konsumsi
Apa itu burnout?
Berdasarkan polling yang dilakukan di sosial media CNNIndonesia.com, mayoritas pekerja atau 77,3 persen mengaku pernah mengalami burnout. Polling CNNIndonesia.com menunjukkan alasan burnout yang paling banyak dialami adalah harus stand-by 24 jam (46,7 persen), diikuti dengan banyak limpahan pekerjaan (38,7 persen).
Burnout adalah kondisi saat seseorang mengalami perasaan lelah berkepanjangan karena stres berat dari pekerjaan. Beragam sumber stres dari pekerjaan, rumah tangga, dan pandemi Covid-19 ini dapat berujung pada burnout.
Hening Widyastuti, Psikolog, dalam Dinamika SoloposFM , Selasa (23/11/2021) mengungkapkan kondisi burn out disebabkan kelelahan yang sangat dan terus menerus. Kondisi burnout ini oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebut sebagai “fenomena kelelahan bekerja”. Lembaga ini juga mengklasifikasikannya dalam Penyakit Internasional terbaru, di mana ia digambarkan sebagai sindrom “stres kronis akibat pekerjaan yang belum berhasil dikelola”.
Baca juga: Film Candyman: Antara Kesenjangan Sosial dan Kebrutalan Polisi
“Lebih ke limgkungan kerja. Mudah sebel, mudah marah, mudah tersulut dan juga sering insomnia. Jika mengalami kondisi ini harus waspada. Lebih baik mundur sedikit ambil me time. Prioritas hidup kembali dievalusi, dan ekspektasi diturunkan,” ungkap hening.
Segera deteksi dan atasi
Burnout bisa juga terjadi karena pekerjaan yang ditunda-tunda dan tanpa disadari menumpuk. Biasanya, burnout terjadi dalam kurun waktu yang singkat. Tanpa disadari, kondisi tersebut memicu burnout yang ditandai dengan timbulnya gejala fisik dan mental.
“Kita semua mengalami situasi di mana pekerjaan menumpuk sampai sulit sekali mengambil cuti. Terkadang, situasi seperti itu juga dikarenakan rasa bersalah dan kekhawatiran dianggap tidak berkontribusi. Pergi berlibur dengan anak-anak dan menjauh dari pekerjaan dapat berdampak positif dan menyegarkan pikiran kita. Satu hal yang pasti, kita perlu mewaspadai agar gejala burnout tidak terjadi pada diri kita,” ungkapnya lebih lanjut.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam Dinamika SoloposFM , Selasa (23/11/2021) mayoritas mengaku pernah mengalami burnout.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Pandemi sangat menguras pikiran dan tenaga. Tapi dulu nggak tau istilah burnout,” papar Ida.
“Memang cuti itu penting. Tapi pandemi bikin nggak bisa liburan dengan bebas,” ungkap Adi.
(Diungah oleh Avrilia Wahyuana)