SoloposFM, Situasi pandemi virus corona (Covid-19) yang melanda Indonesia tak menyurutkan tingkah para elite politik untuk terus bermanuver memoles citra diri demi kepentingannya sendiri. Sejumlah politikus menggunakan pelbagai cara berbeda untuk meraih simpati masyarakat. Salah satunya seperti pemasangan iklan politik berupa baliho hingga billboard yang belakangan ini gencar dilakukan sejumlah politikus.
Baliho tersebut kini sudah banyak tersebar di daerah-daerah. Peletakannya baliho tersebut bervariasi. Mulai dari yang dipajang secara legal di tempat yang sudah disediakan hingga dipasang pada tiang-tiang listrik.
Baca juga : HUT KE-76 RI, DHC 45 Solo : Jangan Jadi Generasi Penerus Yang Masa Bodoh
Tak hanya baliho, kemenangan atlet-atlet Indonesia pada pelbagai cabang olahraga di Olimpiade Tokyo 2020 juga dijadikan objek bagi para politikus. Di media sosial, poster-poster ucapan selamat dari para politikus kepada para atlet berprestasi Indonesia kini berseliweran. Bahkan, di poster tersebut komposisi wajah si atlet kalah besar ketimbang wajah para politikus pemberi selamat.
Opini Pendengar SoloposFM
Sejumlah pihak menilai upaya pemasangan baliho hingga mengucapkan selamat bagi atlet yang berprestasi di Olimpiade merupakan fenomena para politikus di Indonesia sedang berburu popularitas di tengah pandemi. Tapi, hal itu bukan mendapatkan tepuk tangan atau respek, justru nyinyiran bullyan.
Baca juga : PPKM Kota Solo, Sobat Solopos : Sudah Saatnya Dilonggrkan
Dalam Dinamika 103 SoloposFM, Rabu (18/8/2021), mayoritas Sobat Solopos mengaku muak dengan adanya baliho politikus di tengah pandemi. Sobat Solopos menilai anggaran baliho lebih tepat dialokasikan untuk bantuan sosial kala pandemi.
Berikut sejumlah opini Sobat Solopos:
“Muak bosan lihat tampang-tampangnya. Lebih baik dana pasang baliho untuk mikir rakyat,” tulis Tatik.
“Perang baliho! Memang politikus Indonesia tamak kedudukan, jabatan, dan gèngsi. Manakala rakyat butuh uluran tangan politikus, hanya beberapa yang peduli dengan rakyatnya. Itu fakta yang ada saat ini. Mereka saling nunggu aksi di antara politikus,” ungkap Sriyatmo.
“Baliho adalah bagian bahasa politik yang menyeret isu-isu yang sedang berkembang pada tatanan sosial masyarakat. Jelas ini tidak mengenal etika berpolitik dan empati ketika bangsa ini sedang terpuruk dalam situasi pandemi. Ini bukti tidak pekanya para politikus bangsa ini,” ungkap Ahmad Sanusi.
“Muak aja lihatnya,” tulis Kartiman.
“Saya muak dengan banyaknya baliho yang di pasang, di saat negara kita sedang dilanda pandemi covid malah elit politik malah berlomba-lomba cari popularitas. Tidak etis dan buat masyarakat muak pastinya,” papar Priyanto.
“Satu baliho itu sekitar Rp10 jt, dibelikan beras di bagi-bagikan ke banyak orang akan simpatik. Nggak usah disuruh pasti nanti akan milih dia Sekarang orang pada lapar malah disuruh lihat baliho,” ungkap Yudis.
“ Jelas tidak elok. Tapi namanya politikus buat mereka sah-sah saja. Yang terpenting sebenarnya kita sebagai masyarakat, harus cerdas dan bijak dalam menentukan siapa calon pemimpin bangsa ini ke depan. Justru dengan trend yang terjadi membuat kita bisa menilai, mana yang layak dan tidak. Dan jangan di buat trending, karena memang itu yg di harapkan,” tulis Nur Syamsiah.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]