SoloposFM – Sejumlah sekolah negeri di wilayah Soloraya kekurangan siswa dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022. Beberapa sekolah tersebut sebagian besar di jenjang sekolah dasar (SD) maupun sekolah menengah pertama (SMP).
Di Solo, ada sebanyak lebih dari 20 SD negeri yang kekurangan siswa. Hal serupa juga terjadi pada jenjang SMP negeri. Padahal, penutupan pendaftaran secara daring melalui ppdb.surakarta.go.id sudah dilakukan pada Senin (27/6/2022).
Bahkan, di Kabupaten Sragen sebanyak 22 SMP negeri atau 44,90% dari 49 total SMPN kekurangan siswa. Dilansir Solopos.com, kuota siswa di 22 SMPN itu tidak terpenuhi dalam pelaksanaan PPDB 2022 yang berakhir pada Jumat (24/6/2022) lalu.
Sementara, hingga penutupan pada 22 Juni lalu, tercatat sebanyak 18 SMP Negeri (SMPN) di Kabupaten Sukoharjo masih kekurangan murid. Menyikapi kondisi tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Sukoharjo masih memberikan kesempatan pada sekolah yang kekurangan murid membuka PPDB secara offline.
Sedangkan di Kabuaten Boyolali, dari 53 SMP yang ada di kabupaten tersebut juga masih ada sejumlah sekolah kekurangan siswa. Sekolah- sekolah itu antara lain, SMPN Selo 2, SMPN Juwangi 2 dan 3, Klego 2, dan Sawit 2 serta SMPN 4 Mojosongo. Untuk sekolah yang masih kekurangan siswa, masih diberi kesempatan membuka pendaftaran siswa secara offline atau langsung ke sekolah. Pendaftaran dilakukan hingga masuk sekolah pada tahun ajaran baru.
Baca juga: Sudah Tahu Belum Sob? Beli Minyak Goreng Curah Wajib Pakai PeduliLindungi atau KTP
Mekanisme Zonasi Dinilai Merepotkan
Dari polling melalui instagram Solopos FM @soloposfmsolo, sebanyak 67% Sobat Solopos meminta agar pemerintah kembali mengkaji syarat zonasi. Sedangkan 33% lainnya mengaku setuju dengan sistem zonasi.
Sejumlah komentar pun disampaikan Sobat Solopos dalam program Dinamika 103, Rabu (29/6).
“Terimakasih atas tema PPDB online yang dulu disajikan pada pembahasan sebelumnya. Berkat itu saya jadi tidak salah memilih SMPN sesuai jalur zonasi,” ungkap Wawan.
“Saya sendiri belum pernah mendaftarkan anak ke SD negeri. Menurut saya karena mekanisme zonasi sedikit merepotkan. Kedua, banyak orang tua yang memilih sekolah berkualitas, jadi bagi yang mampu pilih sekolah swasta/ponpes. Ketiga, bagi sekolah yang dipandang para orang tua berhasil di saat pandemi tahun lalu, pasti jadi pilihan. Yang keempat, mungkin antara jumlah anak dengan sekolah tidak sebanding. Tapi yang jelas untuk sekolah-sekolah baik SD maupun SMP, kalau tidak berinovasi dan kreatif alias begitu-begitu saja, pasti sepi peminat,” kata Syamsiah.
“Orang tua yang tidak mau repot dengan sistem zonasi biasanya lebih memilih sekolah swasta. Apalagi kualitas sekolah-sekolah negeri belum sama. Makanya banyak sekolah negeri yang kemudian kekurangan peminat. Ini harus jadi bahan evaluasi pemerintah untuk PPDB selanjutnya,” pungkas Anggoro.
Baca juga: IKSM Gelar Wokshop Penyusunan Modul Ajar Kurikulum Merdeka