SoloposFM, Pemerintah melalui Satgas Penanganan COVID-19 membentuk Pos Komando Desa/Kelurahan Tangguh COVID-19 yang akan menerjunkan petugas untuk penanganan virus corona hingga level mikro kala penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro. Satgas ini akan berada ditingkat RT/RW, desa, kampung, banjar, atau nagari.
Juru Bicara Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, mengatakan langkah ini merupakan upaya penguatan penanganan COVID-19 di level pusat dan daerah yang didesentralisasi di tingkat mikro desa dan kelurahan.
Wiku menjelaskan Posko Tangguh COVID-19 di level kelurahan dan desa ini terdiri atas unsur TNI-Polri, pemerintah daerah seperti BPBD, dinas sosial, dinas kesehatan, dinas perekonomian, Puskesmas, PKK, serta tokoh masyarakat dan pemuka agama.
Urgensi pembentukan Posko Tangguh COVID-19 seiring dengan meningkatnya kasus COVID-19 dan perilaku kepatuhan masyarakat yang belum terbentuk secara optimal.
Tenggang Rasa Dalam Prokes
Secara operasional, fungsi dari tugas prioritas Posko Tangguh COVID-19 mencakup pendorong perubahan perilaku masyarakat untuk patuh terhadap protokol kesehatan, layanan masyarakat, kendali informasi, serta pelaksanaan 3T yaitu pengetesan, pelacakan kontak erat, serta perawatan atau isolasi mandiri pasien COVID-19.
Baca juga : Tindak Tegas! Pendengar Solopos FM Sepakat Tayangan Televisi Indonesia Belum Sesuai Protokol Kesehatan
Dr Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, PhD, Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 RS UNS, dalam Dinamika 103 Solopos FM, Senin (22/02/2021) mengungkapkan masyarakat harus rasional di tengah pandemi yang belum berlalu.
“Tak usah muluk-muluk. Yang dibutuhkan adalah swadaya masyarakat. Mereka harus tenggang rasa, pakai masker dan cuci tangan dengan cara yang benar. Dasarnya tenggang rasa,” ungkap Tonang.
Ia mengakui jika PPKM mikro menjadi kaku penerapannya karena berbasis aturan. Padahal interaksi antar RT/RW tidak bisa dibatasi.
“Berdasarkan aturan PPKM mikro, jika satu RT ada yang kena, maka pembatasan dilakukan disana, sementara wilayah sebelahnya tidak. Padahal dalam prakteknya pembatasan interaksi ini sulit dilakukan. Maka disinilah tenggang rasa ini diperlukan. Jika mereka peduli dengan kesehatannya dan juga lingkungan, dengan tenggang rasa ini pasti akan tertib pakai masker dan juga cuci tangan,” papar Tonang.
Opini Pendengar Solopos FM
Sementara itu, dalam program Dinamika 103 edisi Senin (22/02/2021), 67% pendengar menyebut Satgas Covid-19 di tingkat RT/RW mereka sudah berjalan. Namun, sebanyak 33% pendengar mengungkapkan sebaliknya.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Alhamdulillah di lingkungan saya saat ini sudah tidak ada yg isolasi mandiri, dan saat ada Alhamdulillah juga bisa berjalan lancar,” ungkap Nur Syamsiah.
“Di tempat saya belum berjalan,” kata Sutrisno di Plupuh, Sragen.
“Masih kurangnya realisasi pada kebijakan dan penanganan Covid-19 ini diakibatkan tidak adanya koordinasi yang melibatkan banyak pihak dan sekaligus mempengaruhi akses pada level mikro. Ini akan sia-sia apapun programnya, ketika masyarakat masih dilema dengan kepentingan ekonomi dan disiplin protokol kesehatan,” papar Ahmad Sanusi di Kartasura.
“Saya setuju dengan dokter Tonang. Kebanyakan aturan malah bikin pusing,” aku Hana di Sragen.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]