Radio Solopos, Bincang Kuliner – Halo Sobat Solopos, apa kabar? Kali ini saya……… akan mengawal Sobat Solopos bernostalgia dengan kuliner khas Solo, yang semakin tahun semakin jarang keberadaannya, alias semakin langka….
Padahal, sebenarnya varian kuliner khas Solo ini tidak kalah lezat dengan kuliner kuliner khas solo yang banyak di kenal sampai saat ini.
Di Bincang sore kuliner kali ini, saya akan remind tentang keberadaan kuliner-kuliner tersebut.
1. Cabuk Rambak
Nama makanan ini terdiri atas dua kata, yaitu cabuk dan rambak. Kata cabuk mengacu pada ‘saus berbahan utama wijen putih’ yang digunakan pada makanan ini. Sementara itu, rambak adalah ‘kerupuk yang dibuat dari kulit sapi atau kerbau’. Sesuai dengan namanya, saus wijen dan rambak (karak) menjadi bagian tidak terpisahkan dari kuliner tradisional khas kota Solo ini. Cabuk rambak biasanya disajikan pada pincuk daun pisang. Makanan ini tidak dimakan menggunakan sendok atau tangan secara langsung. Untuk menikmati cabuk rambak, digunakan potongan lidi. Cara menggunakan lidi ini adalah dengan ditusukkan pada irisan ketupat satu demi satu. Porsi penyajian makanan ini tidak begitu banyak. Oleh karena itu, cabuk rambak cocok dinikmati sebagai makanan sela sebelum tiba waktunya makan siang atau makan malam. Memang, makanan ini masih bisa kita jumpai, akan tetapi hanya di waktu-waktu tertentu saja. berbeda dengan Mie ayam, bakso, ayam goreng yang bisa kita dapatkan dimana saja dan kapan saja. Cabuk rambak ini cukup banyak dijumpai, saat gelaran sekaten. Di Sekaten, Sobat Solopos akan dengan mudah menjumpai Cabuk rambak di halaman masjid Agung Surakarta. Saat ini, cabuk rambak hanya dikenal oleh orang- orang dewasa atau generasi tua. Jarang sekali anak-anak atau remaja yang mengetahui keberadaan kuliner ini dan pernah mencicipi rasanya yang lezat.
2. Putu Bumbung
Kue putu merupakan jajanan tradisional Indonesia. Kue ini dikenal di berbagai wilayah, termasuk di Solo. Bahan dasar kue putu adalah tepung beras yang berbentuk butiran kasar dan gula merah. Walaupun zaman sudah semodern sekarang ini, pembuatan putu bumbung sama sekali tidak menggunakan alat canggih. Alat-alat yang digunakan untuk memasak putu bumbung sangat sederhana, yaitu, berupa bumbung, kompor, dan kaleng bekas kemasan minyak goreng. Namun, di sinilah salah satu daya tarik yang dimiliki putu bumbung. Cara memasak kue ini sangat unik. Proses pembuatan putu bumbung bisa menjadi tontonan yang menarik bagi para pembeli. Karena dimasak menggunakan cetakan yang terbuat dari bumbung inilah, kue ini dikenal dengan sebutan putu bumbung. Bumbung adalah tabung bambu. Bumbung yang digunakan sebagai cetakan putu berdiameter sekitar 3 cm. Kue putu disajikan dengan ditaburi kelapa parut. Putu bumbung sangat enak jika dinikmati ketika masih hangat, sebagai teman minum teh atau kopi pada malam hari.
3. Pecel Ndeso
Pecel ndeso adalah makanan tradisional khas Solo. Perbedaannya dari pecel lainnya terletak pada nasi dan sambal yang digunakan. Pecel ndeso disajikan bersama nasi merah. Sementara itu, sambal yang digunakan bukan sambal kacang, melainkan sambal berbahan dasar wijen hitam. Sayuran yang digunakan pada pecel ndeso beragam, antara lain daun kenikir, kembang turi, jantung pisang, daun pepaya, daun singkong, daun kemangi, mentimun, dan kecambah. Selain nasi merah dan sayuran yang disiram sambal wijen hitam, pecel ndeso biasanya dihidangkan dengan beberapa pelengkap, seperti sambal kelapa, botok, bongko [Pengucapan seperti huruf “O” pada kata FOTO] , karak, dan peyek kacang atau teri. Bongko adalah makanan yang dibuat dari campuran kacang tolo atau kacang merah dan kelapa parut muda serta bumbu. Pecel ini tidak dihidangkan menggunakan piring, tetapi disajikan menggunakan pincuk daun pisang. Penggunaan pincuk daun pisang ini membuatnya makin membangkitkan selera makan. Dilihat dari bahan-bahan yang digunakan, pecel ndeso adalah jenis makanan yang sangat sehat. Semua bahan yang digunakan untuk membuatnya mengandung gizi yang sangat bagus untuk kesehatan.
4. Tahok
Tahok merupakan makanan khas Tionghoa. Makanan ini diyakini pertama kali masuk ke Indonesia di Kota Solo. Dahulu, makanan ini hanya dikonsumsi masyarakat Tionghoa yang tinggal di Jawa. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Jawa pun mulai menggemari makanan ini. Hingga kemudian, tahok dikenal sebagai salah satu makanan tradisional yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Kota Solo. Tahok berasal dari kata dalam bahasa Tionghoa, yaitu tahoa. Tahoa berasal dari dua kata, yaitu tao atau teu dan hoa atau hu. Tao atau teu artinya kacang kedelai’, sedangkan hoa atau hu berarti ‘lumat’. Jadi, tahoa adalah kacang kedelai yang dilumatkan atau dihaluskan. Sekilas, tahok mirip dengan tahu, tetapi teksturnya lebih lembut. Kelembutan tahok mirip seperti bubur sumsum atau puding sutra. Tahok disajikan bersama kuah jahe hangat. Walaupun disajikan bersama kuah jahe, tahok tetap bisa dinikmati anak-anak karena kuah jahe pada makanan ini tidak sepedas pada wedang jahe. Saat ini, tahok menjadi makanan tradisional yang nyaris punah. Di Solo, pedagangnya tinggal tiga orang dan ketiganya telah lanjut usia. Padahal, makanan ini merupakan makanan yang bermanfaat untuk kesehatan. Kedelai memiliki kandungan protein nabati yang tinggi. Kedelai juga kaya akan beragam zat gizi lainnya. Mengonsumsi kedelai sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh. Selain itu, tahok dibuat tanpa menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya sama sekali. Makanan ini tidak mengandung pengawet, perasa, dan pewarna sintetis.
5. Pecel Gendar
Pecel gendar adalah makanan tradisional yang dikenal di beberapa wilayah di Jawa Tengah, seperti Salatiga, Boyolali, Sragen, Wonogiri, dan Solo. Sesuai dengan namanya, pecel gendar adalah pecel yang disajikan bersama potongan-potongan gendar. Pecel adalah makanan yang terdiri atas berbagai sayuran rebus, yang disiram dengan sambal kacang. Sayuran yang sering digunakan pada pecel gendar, antara lain, jembak (selada air), kecambah, kenikir, kecipir, bunga turi, kol, dan bayam. Sementara itu, gendar adalah makanan yang dibuat dari nasi. Rasanya gurih dan teksturnya mirip dengan lontong. Selain dimakan langsung, gendar juga dapat dijadikan karak (kerupuk nasi). Perpaduan antara rasa gurih yang berasal dari gendar dan mi goreng dengan rasa pedas sedap dari sambal kacang menghadirkan kelezatan rasa. Pecel gendar termasuk jenis makanan sehat karena terdapat aneka sayuran yang kaya akan gizi. Sayangnya, di Solo pecel gendar termasuk jenis makanan tradisional yang mulai langka. Penjual makanan ini tidak selalu mudah ditemukan. Umumnya, penjual pecel gendar adalah ibu-ibu yang sudah berumur. Mereka berjualan di pasar-pasar tradisional atau berkeliling dari satu kampung ke kampung lain sambil menggendong bakul dari bambu sebagai wadah dagangannya.
6. Opak Angin
Opak angin adalah camilan sejenis kerupuk khas Solo. Makanan ini berbentuk persegi panjang atau persegi. Nama makanan ini terdengar unik di telinga. Dahulu, opak angin dibuat untuk kepentingan memperingati 1 Muharam. Keunikan camilan yang satu ini terletak pada cara memasaknya. Opak angin dimasak dengan cara dibakar di atas bara api arang di dalam anglo. Proses memasak opak angin tidak menggunakan minyak. Cukup dibolak -balik di atas bara api sampai matang dan mengembang. Camilan ini memiliki rasa manis gurih yang khas. Untuk mendapatkan rasa yang khas, opak angin harus dimasak satu per satu. Keunikan lain opak angin adalah proses penyiapan bahannya. Bahan yang digunakan untuk membuat opak angin adalah tepung ketan. Namun, ketan tidak boleh digiling dengan mesin. Ketan untuk membuat opak angin harus ditumbuk dengan alu di dalam lesung, dan ditambahkan gula jawa sedikit demi sedikit agar bisa mengembang sempurna saat dipanggang. Opak angin telah dikenal masyarakat Solo sejak tahun 1960-an. Namun, seiring dengan kemajuan zaman, opak angin makin tersisih. Saat ini, opak angin menjadi jajanan yang sangat langka. Sangat sulit menemukan makanan ini di Solo. Bahkan, masyarakat Solo sendiri pun tampaknya sudah banyak yang kurang mengenal makanan tradisional ini.
7. Jadah Blondo
Jadah adalah makanan tradisional yang dikenal di beberapa daerah di Jawa Tengah. Bahan utama yang digunakan untuk membuatnya adalah ketan. Jadah menjadi salah satu makanan penting dalam acara pernikahan. Hal itu karena jadah melambangkan keluarga kedua calon pengantin yang bersatu dan rukun, seperti ketan yang awalnya sendiri-sendiri, tetapi kemudian menyatu ketika menjadi jadah. Di Solo, ada makanan tradisional yang dinamakan jadah blondo. Sesuai dengan namanya, makanan ini berupa jadah yang disajikan bersama blondo. Blondo adalah ampas santan yang didapat dari proses pembuatan minyak kelapa. Blondo bisa diolah menjadi berbagai santapan. Ada orang yang mengolahnya menjadi camilan, ada pula yang menjadikannya pendamping makanan berat, disajikan bersama tiwul atau ketan. Bahkan, ada orang-orang yang mengonsumsinya sebagai lauk dan memakannya dengan nasi panas. Blondo berwarna cokelat dengan bentuk gumpalan-gumpalan kecil. Rasanya gurih sedikit manis. Pengolahan santan hingga menghasilkan blondo membutuhkan waktu setidaknya tujuh jam. Jadah merupakan makanan yang relatif mudah ditemukan. Namun, saat ini blondo mulai langka karena tidak banyak lagi orang yang mengolahnya secara khusus. Itulah sebabnya jadah blondo menjadi hidangan yang istimewa dan tidak mudah ditemukan.
8. Jenang Saren
Jenang saren adalah kuliner tradisional yang dikenal di beberapa daerah di Jawa Tengah, seperti Solo, Yogyakarta, dan sekitarnya. Jenang saren dikenal pula dengan sebutan jenang rempah. Hal ini karena beberapa jenis rempah digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat makanan ini. Bahan utama yang digunakan untuk membuat jenang saren adalah tepung ketan dan gula jawa. Salah satu bahan yang tidak biasanya digunakan untuk membuat jenang saren adalah batang padi atau merang. Jenang saren berwarna hitam pekat. Jenang ini dinamakan demikian karena warnanya hitam legam seperti saren. Warna hitam ini berasal dari merang yang dibakar. Jenang saren rasanya manis, legit, dan gurih. Rasa manis berasal dari gula jawa; rasa legit berasal dari ketan; sedangkan rasa gurih berasal dari kuah santan. Selain manis dan gurih, ada pula rasa agak pahit dan hangat. Rasa agak pahit dan hangat ini berasal dari jahe yang digunakan sebagai salah satu bahan pembuatannya. Selain memiliki cita rasa yang lezat, jenang saren berkhasiat untuk kesehatan. Beberapa jenis rempah digunakan sebagai bahan campuran. Semua bahan untuk pembuatannya merupakan bahan-bahan alami, tanpa penambahan perasa, pewarna, atau pengawet kimia yang tidak baik untuk kesehatan. Salah satu manfaat jenang saren untuk kesehatan adalah dapat menghangatkan badan karena ada campuran jahe dan cengkihnya.
9. Carang gesing
Kuliner khas Solo satu ini susah ditemui zaman sekarang. Padahal, carang gesing dulunya primadona. Carang gesing memiliki bahan dasar potongan pisang, santan, dan bahan penyedap lainnya. Setelah itu, dibungkus dengan daun pisang, lalu dikukus. Secara teknik pembuatan, memang agak mirip dengan nagasari. Yang membedakan adalah carang gesing dibungkus menggunakan daun pisang yang dibentuk seperti bungkusan nasi, sedangkan nagasari dibungkus secara memanjang. Selain itu, potongan pisang pada carang gesing lebih kecil dibandingkan pada nagasari. Soal rasa, carang gesing memiliki rasa yang manis dan teksturnya lembut. Walaupun sulit dijumpai, membuat carang gesing cukup mudah dan murah kok. Anda cari saja di Google, pasti akan muncul tuh resep-resepnya. Selamat mencoba.
10. Lenjongan
Lenjongan adalah jajanan jadul khas Solo dengan isian yang bermacam-macam dalam satu porsi. Isinya nggak main-main, ada klepon, cenil, sawut, tiwul, gethuk, ketan ireng, dan ketan putih. Cuma 4-5 ribu rupiah saja Anda sudah mendapatkan seporsi lenjongan komplit. Untuk menambah cita rasa lenjongan, penjual akan memberikan toping berupa parutan kelapa dan saus gula merah sebagai pemanis. Selain manis dan gurih, tekstur lenjongan juga empuk. Maka nggak heran kalau jajanan ini banyak diserbu oleh pembeli, baik pembeli lokal maupun mancanegara. Tak ada yang protes kayaknya kalau makanan ini disebut sebagai kuliner khas Solo. Lenjongan termasuk makanan yang tidak mudah didapatkan. Selain penjualnya yang semakin berkurang, proses membuat lenjongan pun juga tidak mudah, karena ada banyak jenis yang harus dibuat. Namun, di Pasar Gede masih ada penjual yang menjajakan lenjongan. Para penjual lenjongan di sana telah berjualan selama 25 tahun, bahkan ada yang 30 tahun. Jadi, tidak diragukan lagi kualitas dan rasa yang ditawarkan tak pernah lekang oleh waktu.