SoloposFM, Warga kota Solo, hampir semuanya memiliki kendaraan bermotor, entah itu roda dua (sepeda motor) atau roda empat atau lebih (mobil). Hal inilah yang menyebabkan kemacetan mulai terasa di kota ini.
Pandemi Covid-19 bukan lagi menjadi alasan orang untuk keluar rumah. Dengan alasan tuntutan ekonomi, kini kondisi di jalanan sudah padat seperti saat sebelum pandemi berlangsung.
Dinas Perhubungan Solo mengungkapkan, setidaknya ada tiga hal pokok dalam masalah lalu lintas, yakni berkaitan dengan jalan, kendaraan dan pelaku pengguna jalan. Jalan sebagai infrastruktur -di Kota Solo- dari tahun ke tahun nyaris tidak ada pertambahan. Namun demikian sejumlah terobosan dilakukan, mulai dari pembuatan flyover hingga penataan parkir di tepi jalan.
Baca juga : Mayoritas Pendengar Solopos FM Setujui Vaksinasi Mandiri Bagi Yang Mampu, Dengan Syarat?
Berkaitan dengan komponen yang kedua, yakni kendaraan, pertambahannya nyaris tak bisa dikendalikan. Data UP3AD Kota Solo menyebutkan persebaran kepemilikan kendaraan bermotor berdasarkan kepemilikannya menunjukkan Kecamatan Laweyan, menduduki peringkat pertama rasio kepemilikan kendaraan bermotor. Jika dibuat rata-rata, satu warga di Kecamatan Laweyan memiliki dua kendaraan bermotor. Sementara di empat kecamatan lainnya, setiap dua warga memiliki satu kendaraan bermotor.
Perilaku pengguna jalan
Meski terlihat sepele namun ternyata perilaku pengguna jalan merupakan masalah utama. Kendaraan bermotor “memakan” zebra cross atau garis marka jalan mungkin sudah menjadi pemandangan jamak di setiap hari. Atau kendaraan yang menyerobot alias enggan untuk antri beriringan juga sering disaksikan.
Bahkan karena sering melanggar trafick light muncul anekdot arti lampu hijau, kuning dan merah. Warna lampu kuning di trafict light yang seharusnya adalah peringatan agar pengendara melambatkan kendaraan untuk berhenti, justru diartikan agar memacu kendaraan agar bisa melewati persimpangan. Bahkan meski sudah merah pun tetap dilanggar. Alasannya klasik, mumpung sepi atau tidak ada petugas.
Padahal tertib di jalan raya sebenarnya tidak ada kaitannya dengan jalan sepi atau ramai, ada petugas atau tidak. Kesadaran untuk tertib di jalan, seperti mematuhi rambu atau menghormati pengguna jalan yang lain, harus dimulai dari diri sendiri.
Ari Wibowo, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Kabid Lalu Lintas Dishub) Kota Solo, dalam Dinamika 103 Solopos FM, Kamis (25/02/2020), mengakui pelanggaran lalu lintas masih ditemukan.
“Yang paling banyak adalah melanggar marka atau garis henti, tidak memakai helm, hingga bonceng tiga. Keberadaan flyover purwosari yang seharusnya mulai bisa mengurai kepadatan lalin, pada Sabtu dan Minggu juga berpotensi jadi kepadatan baru, karena banyak yang berhenti untuk selfie. Jadi kami harus menurunkan petugas untuk patrol,” ungkapnya.
Ari juga mengungkapkan jika kepadatan lalin Solo saat ini sudah mulai normal meskipun masih pandemi. Namun demikian, kemacetan belum terjadi karena anak-anak sekolah masih pembelajaran dari rumah. Kepadatan saat ini, dari kendaraan para pekerja dan kegiatan ekonomi di soloraya.
“Jika nanti anak-anak sudah sekolah, harus kami antisipasi kemacetannya. Sistem zonasi sekolah seharusnya mampu mengurangi kemacetannya. Karena sekolah otomatis dekat dari rumah, jadi mereka bisa menggunakan alat transportasi jarak pendek, jalan kaki atau memanfaatkan bus BST yang hingga saat ini masih gratis,” ungkap Ari.
Opini Pendengar Solopos FM
Sementara itu, dalam program Dinamika 103 edisi Kamis (25/02/2021), 71% mengakui bahwa mayoritas pengguna jalan di Solo belum tertib berlalu lintas. Sedangkan 29% sisanya menyatakan sebaliknya.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Saya prihatin dengan semakin banyaknya warga kota Solo dan sekitarnya yang tidak mentaati berkendara apalagi tidak ada petugas/polisi yang bertugas di jalan. Terutama seringnya pengendara roda dua tidak menggunakan helm, baik yang mengendarai maupun yang dibonceng kadang bertiga. Menyerobot lampu trafight light, menyelip dari kiri bahkan habis nyelip dari kiri langsung belok kanan atau motong jalan, tidak menyalakan lampu riting tahu-tahu belok, tidak sabaran. Kalau mobil rata-rata tidak sabar saat di traffic light suka nglakson. Apalagi saat ini banyak jalan berlubang yang seharusnya pengendara lebih hati-hati,” papar Priyanto.
“Memang orang berkendaraan sekarang ini waton mancal. Tidak punya etika berkendaraan terutama anak muda. Malahan cewek-cewek lho yang saya lihat banyak melanngar,” ungkap Mudhowati.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]