SoloposFM – Ada tiga prinsip protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19, yakni pakai masker, cuci tangan pakai sabun, dan jaga jarak hindari kerumunan. Namun, ternyata tidak semua tiga prinsip prokes tersebut mudah dijalankan oleh masyarakat, terutama menjaga jarak.
Menjaga jarak paling sulit diterapkan, karena protokol yang satu itu tidak berkaitan dengan diri sendiri. Berbeda dengan cuci tangan dan pakai masker, secara personal orang menyadari hal itu untuk kebaikan sendiri.
Salah satu tantangannya adalah orang Indonesia umumnya sangat mengedepankan budaya sungkan dalam hal menegur orang asing di tempat umum yang melanggar aturan. Hal tersebut juga terjadi ketika ada orang lain di sekitar yang tidak jaga jarak, orang Indonesia jarang meminta orang lain untuk mengatur jaraknya.
Selain itu, menjaga jarak menjadi salah satu tantangan untuk masyarakat Indonesia yang hobinya kumpul-kumpul. Apalagi ada filosofi orang Jawa, ‘Mangan ora mangan sing penting ngumpul‘.
Pendapat pendengar
Susahnya orang Indonesia menerapkan protokol kesehatan menjaga jarak juga diamini mayoritas pendengar Solopos FM. Dalam polling di sesi Dinamika 103, Selasa (30/3), sebanyak 82 persen pendengar Solopos FM setuju bahwa orang Indonesia susah menjaga jarak.
Hal itu salah satunya disampaikan Syamsiah, “Ya, betul. Bahkan kalau saya menegur yang berkerumun malah dianggap terlalu parno.”
Pendengar lain, Eva, mengatakan, “Setuju. Memang paling susah menjaga jarak, apalagi kalau sudah ketemu saudara atau teman dekat. Kayaknya aneh saja kita ngobrol berjauhan dengan orang-orang terdekat. Memang butuh pembiasaan.”
Sementara, menurut Danang, “Betul. Butuh kesadaran yang lebih dari masyarakat, karena kita nggak tahu siapa yang membawa virus siapa yang tidak, atau siapa menulari siapa.”
Pendapat Narasumber
Ketua Satgas Covid Kota Solo yang juga Sekretaris Daerah Kota Solo Ahyani mengakui di Kota Solo sendiri protokol kesehatan yang paling sulit dikelola adalah menjaga jarak. Apalagi dengan budaya masyarakat Jawa yang mengedepankan interaksi, sehingga sulit untuk diajak social distancing.
“Memang di lapangan yang paling sulit menngajak masyarakat untuk jaga jarak, padahal potensi penularannya di situ. Jadi kita memang harus juweh untuk mengingatkan karena ini untuk kepentingan bersama,” kata Ahyani.
Ahyani juga mengatakan selama pemberlakukan PPKM berbasis mikro, angka kasus Covid-19 di Kota Surakarta mengalami penurunan cukup signifikan. Namun, dalam pekan ini angkanya justru stagnan.
“Kelihatannya memang masyarakat sudah mulai abai lagi. Padahal sebelumnya angkanya sudah mulai turun signifikan. Nah, dikhawatirkan menjelang lebaran ini, kalau kita tidak hati-hati mengendalikan masyarakat angkanya bisa naik lagi,” tuturnya.
Ia pun mengimbau masyarakat, meskipun beberapa kegiatan sudah dilonggarkan dan sebagian masyarakat sudah divaksin, harus tetap menjaga prokes.
[Diunggah oleh Mita Kusuma]