SoloposFM – Kenaikan kasus Covid-19 di Kota Bengawan selama dua pekan terakhir membuat Solo kembali berstatus zona oranye. Arti zona oranye adalah tingkat penyebaran tinggi dan potensi virus tidak terkendali. Penjabarannya, transmisi lokal mungkin bisa terjadi dengan cepat, transmisi dari kasus impor mungkin terjadi secara cepat, serta kluster-kluster baru harus terpantau dan dikontrol melalui testing dan tracing agresif.
Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Solo, Ahyani, meminta masyarakat waspada mengingat kabupaten tetangga, yakni Sragen sudah berstatus zona merah. Begitu pula Grobogan, Jepara, Pati, Demak, Tegal, Kudus, dan Brebes.
Ahyani menyebut saat Ramadan hingga Lebaran, Solo masih berstatus zona kuning. Ia meminta masyarakat memperketat protokol kesehatan agar tak kembali menjadi zona merah. Sejumlah kebijakan pelonggaran bakal dievaluasi, termasuk mengizinkan anak di bawah usia 5 tahun memasuki tempat publik.
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Wali Kota No.067/1653 tentang PPKM Mikro Satgas Covid-19, yang dikeluarkan Selasa (1/6/2021), anak di bawah usia 5 tahun boleh masuk mall, ruang publik, dan tempat wisata. Pelonggaran tersebut dengan catatan mereka menerapkan protokol kesehatan ketat, salah satunya menggunakan masker.
Mulai Abai Prokes
Naiknya kasus positif Covid-19 di Solo dan sejumlah daerah salah satunya diduga karena masyarakat mulai abai dengan protokol kesehatan. Hal ini seperti diungkapkan mayoritas Sobat Solopos, dalam sesi Dinamika 103, Rabu (9/6). Dalam polling yang dibuat melalui akun Istragram Solopos FM Solo, sebanyak 60% responden mengaku masyarakat mulai abai prokes.
Hal itu seperti disampaikan Sobat Solopos, Joko Susilo di Karangpandan, “Mulai abai. Di Karangpandan masih banyak yang tidak mau pakai masker.”
Pendapat senada disampaikan Arul di Bekonang, “Memang banyak yang jenuh dan bahkan abai prokes. Di daerah Bekonang khususnya belakang Kecamatan Mojolaban banyak warga mulai mengabaikan memakai masker. Padahal saat ini banyak undangan hajatan.”
Sementara, menurut Sri Almi, “Di sekitar kami masih ada yang abai, bahkan ada yang tidak percaya Covid-19 itu ada. Kalau ada tetangga yang kena baru mereka takut. Selain itu, kemungkinan masyarakat sudah jenuh dengan pandemi ini, jadi (prokes) diterjang begitu saja. Soal kena atau nggak urusan nanti.”
“Tingkat kejenuhan pada masyarakat mulai pada titik rawan. Ini membuktikan ketika pandemi ini semakin lama, tidak bisa dikendalikan dengan hanya prokes ketat saja. Perlu ada kebijakan dan terobosan yang berani dari otoritas pemerintahan, tanpa ada tebang pilih,” ungkap Ahmad Sanusi.
Pendapat Narasumber
Sementara itu, Tonang Dwi Ardyanto dr. SpPK, PhD, Juru Bicara Satgas Covid-19 UNS menegaskan pandemi ini belum berakhir.
“Artinya, kita belum berhasil mengatasinya. Bukti bahwa kita belum bisa mengatasi adalah kasusnya masih ada terus. Disebutkan sudah berhasil mengatasi, jika kasusnya sudah sangat rendah, dan angka kematian juga rendah sekali. Saat ini memang sekilas angka kasusnya cuma 5.000. Itu karena tes kita kurang. Sebagai gambaran, India saja sehari 2 jutaan tes, sedangkan kita hanya 25-30 ribu. Jadi kita tidak bisa mendeteksi betul kasus sesungguhnya berapa,” jelas Tonang.
Tonang juga menjelaskan penyebab angka kematian akibat Covid-19 masih tinggi. Salah satunya karena beberapa kasus positif yang seharusnya diisolasi, tidak diisolasi dan tidak melapor.
“Mereka periksa sendiri, kemudian isolasi sendiri, bahkan ada yang menyembunyikan, sehingga kondisinya tidak dapat terkontrol. Begitu sudah parah baru ke RS.”
Tonang mengatakan kebijakan Wali Kota Solo dan pemerintah daerah lain semata-mata agar ekor kasus positif Covid-19 tidak semakin panjang. Ia juga mengimbau bagi masyarakat dinyatakan positif Covid-19 agar melapor ke Puskesmas setempat agar dilakukan isolasi yang baik dan kondisinya dapat dipantau oleh pihak Puskesmas. Hal ini juga untuk mencegah penularan.
Di sisi lain, ia juga meminta Pemerintah agar anggaran-anggaran yang ada untuk penanganan Covid-19 terutama untuk pos perlindungan sosial dan usaha terdampak disalurkan dengan baik. Hal ini agar masyarakat yang positif mau diisolasi, karena kebutuhan hidupnya dijamin.
[Diunggah oleh Mita Kusuma]