SoloposFM, Publik dikejutkan tindakan pimpinan salah satu yayasan pesantren, yang memperkosa belasan santri di Kota Bandung, Jawa Barat. Sebelumnya, jagat Twitter di Indonesia juga heboh dengan kasus seorang wanita bernama Novia Widyasari yang memutuskan bunuh diri di samping makam ayahnya di Mojokerto, Jawa Timur. Novia Widyasari adalah korban pemerkosaan oleh pacarnya sendiri, yang berstatus anggota kepolisian.
Hening Widyastuti, Psikolog dan Pemerhati Perempuan, dalam program Dinamika, Selasa (14/12/2021), mengungkapkan aksi para predator ini harus diwaspadai. Mereka biasanya menyerang anak atau perempuan yang “manut” atau penurut.
Baca juga : Peringati Hari Aids Sedunia, RSUP Surakarta Baksos ke Yayasan Lentera
“Biasanya mengincar anak-anak yang manut nggak punya power. Untuk itu dari awal anak harus dididik untuk berani mengatakan tidak. Mereka harus tahu yang dia mau. Harus berani teriak untuk memberontak jika sesuatu terjadi tidak sesuai. Anak itu punya feeling dan pasti tahu jika sesuatu itu tidak sesuai dengan seharusnya,” ungkap Hening.
Pendidikan Dari Rumah
Hening juga menekankan pentingnya pendidikan dini di rumah. Orangtua harus selalu belajar karena dunia selalu bergerak penuh ujian. Entah anak laki-laki atau perempuan sejak dari balita harus diberi pendidikan sejak dini. Mereka harus tahu bagian atau hal yang tidak boleh ditunjukkan apalagi disentuh orang lain.
“Selain perlu dibantu para guru di sekolah, orang tua juga harus menjaga bondingnya dengan anak. Maka, jika terjadi sesuatu yang janggal, anak-anak akan langsung cerita dengan orangtuanya,” tambahnya.
Baca juga : Mengatisipasi Puncak Musim Hujan, Sobat Solopos : Harus Siaga Setiap Saat!
Orangtua juga berkewajiban mengedukasi anak, bahwa pacar atau teman dekat bukanlah suami. Sehingga adab pergaulan mereka tentu tidak bisa bebas.
“Jangan sampai terenggut keperawanannya. Anak perempuan juga harus mandiri secara mental dan financial. Untuk itu pendidikan sangat penting untuk membentuk pola pikirnya. Kepada anak laki-laki, orangtua juga harus menyampaikan kelak mereka akan menjadi imam, pemimpin keuarga. Jangan menjahati anak orang lain dan dia harus berfikir panjang,” pungkasnya.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam program Dinamika, Selasa (14/12/2021), mayoritas menuntut pelaku untuk dihukum kebiri. Sebanyak 75% Sobat Solopos sepakat dengan pengenaan hukuman kebiri. Sedangkan 25% lainnya mengaku cukup dengan pengenaan hukuman penjara.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Kenapa sih nggak dihukum mati? Karena ada HAM? Kan pelakunya bukan manusia? Hanya bentuknya saja manusia tapi kelakuanya setan. Karena hukumannya nggak pernah jelas dan tegas, sehingga para predator ini tidak akan jera,” ungkap Yudis.
“Harus dihukum penjara plus kebiri,” tulis Liona.
“Saya sedih dan prihatin bila mendengar ada KDRT maupun pelecehan terhadap kaum wanita yang seharusnya dilindungi oleh kaum lelaki. Apalagi akhir-akhir ini marak berita seorang wanita bunuh diri di atas makam alm ayahnya karena ada lelaki yang tidak mau bertanggung jawab setelah menghamili. Bahkan dua kali digugurkan. Selain itu guru agama/ ngaji yang bertindak asusila di pondok pesantren bahkan sampai hamil. Miris banget dengarnya apalagi korbannya sudah banyak. Semestinya Ponpes untuk mendidik anak-anak kita agar menjadi insan yang beriman, berakhlak baik sesuai ajaran agama agar saat kembali ke masyarakat bisa diamalkan,” papar Priyanto.
“Sedih, miris dan gregetan. Kalau menurut saja dirajam, juga di kebiri biar merasakan siksa. Itupun menurut saya belum setimpal dengan penderitaan korban, yang menanggung seumur hidupnya dan hilang semua mimpinya. Semoga ada tindakan tegas, dan korban pun mendapat perlindungan dari masyarakat dan pemerintah,” ungkap Nur Syamsiah.
“Kalau dengar kasus yang di Jatim, mahasiswi bunuh diri karena hamil dan disuruh aborsi oleh pacarnya, miris, ironis, dan sadis. Katanya sudah lapor ke Komnas perempuan juga tapi tidak ada jalan keluar. Padahal sudah 2 tahun kasus berjalan. Ada apa dengan institusi-institusi di NKRI? Lalu kapan kasus-kasus perundungan terhadap perempuan akan berakhir dan pelaku dijerat hukum? Belum lagi ada oknum penegak hukum malah terjerat hokum,” tulis Sriyatmo.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]