SoloposFM – Kabar mengenai kasus bullying, atau kekerasan yang dilakukan anak-anak terhadap anak lain di sekolah masih banyak terjadi. Terakhir, seorang siswa kelas 5 SD membakar salah satu ruang kelas di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Desa Ngombakan, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo. Pelaku mengaku melakukan hal itu karena ingin membalas teman sekelasnya yang sering mengejeknya setiap hari.
Kepada polisi, pelaku yang masih anak-anak ini mengaku membakar gorden ruang kelasnya seorang diri menggunakan korek api kayu. Namun api menyebar dan ikut membakar almari yang berisi buku lembar kerja siswa serta Alquran yang akhirnya dapat dipadamkan sebelum membesar.
Belajar dari peristiwa ini, membuktikan bahwa kasus bullying memiliki efek jangka panjang pada korban. Perlakuan kasar atau ancaman yang diterima korban sangat menyakitkan dan merampas rasa percaya diri mereka. Selain itu, ketakutan dan trauma emosional yang diderita si korban dapat memicu kecenderungan untuk putus sekolah atau melakukan aksi pembalasan yang di luar dugaan. Sedangkan bagi pelaku bullying, efeknya adalah menjadi kebiasaan dan kenikmatan untuk meningkatkan ego mereka.
Semua orang bisa menjadi korban atau malah menjadi pelaku bullying. Namun, dalam menghadapi kasus bullying tidak cukup hanya menghukum para pelajar yang melakukannya. Karena banyak faktor yang menjadi akar masalah penyebab terjadinya bullying. Menyelesaikan kasus bullying bisa dimulai dengan cara membangun komunikasi yang terbuka antara guru, orang tua dan murid.
Peran pihak sekolah dan orang tua sangat penting untuk mencegah maupun mengatasi masalah ini. Program anti bullying di sekolah perlu digalakkan, diantaranya dengan cara menggiatkan pengawasan, pemahaman konsekuensi perilaku bullying, serta komunikasi yang efektif untuk meminimalisir atau bahkan meniadakan sama sekali perilaku bullying di sekolah.
Kita tentu sepakat, tidak seorangpun pantas menjadi korban bullying. Setiap orang memiliki hak untuk diperlakukan dan dihargai secara pantas dan wajar.