Radio Solopos — ”Kamu masih main Facebook? Ngapain? Mau cari dagangan?” Begitu kelakar teman saya setengah mengejek saat mengetahui saya sedang scrolling Facebook untuk melihat-lihat status atau konten warga Facebook yang mampir di beranda saya.
Selama ini Facebook diidentikkan sebagian orang sebagai lapak berjualan online. Aneka produk dijajakan di Facebook, melalui grup komunitas maupun di beranda si pemilik akun.
Saya sebagai generasi 1990-an yang menjadi angkatan awal pengguna Facebook tidak merasa tersinggung dengan kelakar teman saya itu. Dia beda generasi dengan saya dan jauh lebih familier dengan media sosial lainnya seperti Instagram dan Tiktok.
Bagi saya dan sebagian generasi 1990-an, Facebook tetap menarik untuk digunakan. Sejak diluncurkan pada 2004 oleh Mark Zuckerberg, dalam waktu relatif singkat Facebook menjadi platform yang berpengaruh di dunia.
We Are Social dan Hootsuite menyebut pada Januari 2023, Facebook memiliki lebih dari 180 juta pengguna di Indonesia, menjadikan platform media sosial ini paling populer di negara ini.
Total populasi pengguna Facebook di seluruh dunia mencapai lebih dari 2,8 miliar. Menurut We Are Social, 81,6% pengguna Internet Indonesia berusia 16 tahun hingga 64 tahun menggunakan Facebook.
2,9 Miliar Pengguna
Statista melaporkan Facebook memiliki 2,9 miliar pengguna bulanan dengan peminatan pengguna dari kalangan generasi Z menggunakan Facebook untuk mencari berita atau informasi entertainment.
Laporan Ikhtisar Global Digital 2024 yang dirilis We Are Social menunjukkan pengguna aktif bulanan Facebook meningkat 91 juta selama setahun terakhir, menghasilkan pertumbuhan tahun ke tahun sebesar 3,1%. Angka tersebut diproyeksikan masih terus bertambah.
Mengapa Facebook menarik untuk terus digunakan? Facebook memiliki sejumlah fitur yang memungkinkan pengguna membangun identitas online mereka, berbagi konten teks, foto, video, dan tautan dengan teman-teman mereka di lini masa (timeline).
Pengguna juga bisa membuat atau bergabung dalam grup yang memungkinkan pengguna dengan minat yang sama berkumpul dan berinteraksi, serta terdapat aplikasi pesan terpisah yang memungkinkan pengguna berkomunikasi secara instan dengan teman-teman mereka.
Kini ada fitur FB Pro. Facebook Pro (FB Pro) adalah fitur yang memungkinkan pengguna menampilkan diri sebagai profesional di Facebook. Fitur ini menawarkan berbagai manfaat yang sangat menguntungkan jika pengguna ingin menjadi content creator.
Fitur ini mendukung kehendak membangun personal branding, terhubung dengan audiens yang lebih luas, memahami performa konten, dan yang membikin banyak orang tergiur untuk menggunakan FB Pro karena memungkinkan pengguna punya penghasilan dari konten yang dibuat.
Pengguna bisa menghasilkan uang dari konten FB Pro melalui iklan in-stream di video, iklan di artikel instan, langganan penggema, konten bermerek, bintang iklan di Facebook Reels.
Fitur FB Pro itu belakangan disukai pengguna Facebook. Mereka beramai-ramai mengalihkan akun personal mereka ke FB Pro. Setelah mengikuti sejumlah langkah serta memenuhi syarat dan ketentuan yang ditetapkan, pengguna FB Pro otomatis menyandang status kreator digital yang terpampang nyata di profil mereka.
Iming-iming menjadi karyawan Meta dengan gaji dolar Amerika Serikat langsung memenuhi alam pikiran sebagian besar pengguna FB Pro. Bermunculan akun-akun FB Pro yang memamerkan hasil monetisasi mereka di beranda.
Ada yang tembus ratusan dolar Amerika Serikat. Ada yang bersyukur dengan capaian US$0,02 pertama mereka setelah sekian lama berjuang di jalur FB Pro. Ajang pamer kesuksesan itu memunculkan banyak orang yang dianggap suhu FB Pro di lini masa yang kemudian membagikan kiat mereka.
Gaung salam interaksi yang diserukan pengguna FB Pro juga makin bergema di lini masa. Rasanya pengguna FB Pro makin bertambah dan bertumbuh. Banyak konten teks, foto, dan video pendek berseliweran.
Dengan lebih dari dua miliar pengguna aktif bulanan, Facebook kini dipenuhi ragam konten interaktif. Ada konten yang bermuatan edukasi, pamer kegiatan keseharian, momen kesialan dan kesengsaraan, hal remeh, hal-hal konyol, pamer keterampilan, konten yang fokus dan konsisten pada satu bidang, jejogetan, hingga konten random.
Sebagian pengguna FB Pro ada yang meminggirkan norma sopan santun dan rasa malu hanya demi konten. Mereka membuat konten-konten yang memamerkan aurat, bermuatan pornoaksi dan pornografi, atau membuat konten-konten yang menabrak norma-norma kesopanan dan etika.
Ujungnya demi satu tujuan, yaitu FYP atau “for your page” yang berarti halaman rekomendasi utama di media sosial. Kalau konten menjadi FYP, peluang monetisasi jauh lebih besar karena berhasil melalui algoritma yang kompleks.
Prinsipnya, FYP mendorong interaksi dengan konten melalui fitur seperti suka, komentar, dan berbagi. Bagi sebagian pengguna Facebook yang tetap konsisten di jalur biasa, masifnya konten FB Pro yang muncul di beranda Facebook membuat mereka risi.
Apalagi ketika dibarengi dengan banyak permintaan pertemanan dari orang-orang yang sama sekali tidak dikenal sebelumnya. Mendapatkan teman dan pengikut baru itu bagian dari tantangan yang harus diselesaikan para pemula di FB Pro.
Setiap pekan, pengguna FB Pro mendapatkan tantangan beragam. Membuat sejumlah unggahan publik, unggahan grup, reel publik, mendapatkan sekian ratus interaksi di unggahan, mendapatkan sekian ratus tayangan pada konten yang dibuat, mengunggah cerita setiap hari, dan sebagainya.
Level tantangan semakin meningkat dengan misi yang bobotnya lebih berat daripada sebelumnya. Saya menggunakan FB Pro sejak awal Januari 2025 dan rajin menyelesaikan misi mingguan semacam itu.
Jika berhasil menyelesaikan aneka misi itu, pengguna FB Pro akan dilabeli kreator naik daun atau apresiasi lain dari Meta atas pencapaian-pencapaian mereka.
Kurang lebih dua bulan menekuni FB Pro, banyak hal yang saya dapatkan, kecuali dolar Amerika Serikat hasil monetisasi konten. Dengan mengikuti petunjuk dan tantangan mingguan yang harus diselesaikan, saya belajar gratis dan praktik secara langsung bagaimana cara mengoptimalkan performa konten, menjangkau audiens lebih luas dan tepat, belajar strategi dan manajemen konten lainnya.
Saya rasa, pengguna FB Pro yang belum pecah telur mendapatkan gaji dolar Amerika Serikat dari Meta bisa mengambil hikmah yang sama.
(Damar Sri Prakoso, esai ini telah dimuat di Espos.id edisi 2 Maret 2025)